Saujana dan Nata memberikan tanggung jawab yang besar untuknya menjalankan studio foto mereka. Studio foto yang dibesarkan oleh Nata dengan susah payah hingga maju seperti sekarang.
Mereka menandatangani surat perjanjian, meski kenal dan dekat dalam urusan bisnis tetap perlu perjanjian yang jelas dan legal agar dikemudian hari tidak ada yang dirugikan jika terjadi sesuatu. Perihal kepercayaan, Nata sangat memercayai Leo selain memang berbakat dan punya pengalaman yang luas seputar dunia pekerjaan mereka.
Leo dikenalkan dan disambut resmi oleh semua pekerja di studio foto, karyawan lama tentu masih mengingat dirinya. Nata pun memberikan banyak penjelasan perihal kerja sama-kerja sama penting yang sudah terlanjur di sepakati.
“Leo, Nikita ini akan jadi asisten personalmu.” perkenalkan Nata saat itu.
Nata mempersiapkan, Nikita adalah pekerja lama yang tadinya bekerja di bagian finansial, lalu Nata melihat pekerjaannya sangat bagus sehingga dipindahkan untuk membantu Leo.
Nikita adalah gadis muda, lajang, modern dan cantik. Kerap berpakaian santai, celana jeans dan kemeja pas body. Rambut panjangnya sering diikat satu atau hanya asal dijepit.
Leo dan Nikita saling menyimpan nomor ponsel masing-masing, hari-hari pertama ia menempati posisi Nata, Leo lebih banyak lembur. Banyak hal yang perlu ia pelajari untungnya Nikita sangat membantunya.
Leo baru melakukan sesi pemotretan dengan klien besar. Ia menunjukkan hasil foto pada wakil kliennya yang syukurnya puas meski di awal meragukannya begitu tahu bukan Nata yang akan mengambil foto.
“Anda meragukan saya, artinya Anda meragukan pilihan Nata. Sebab saya ada di sini karena Nata memercayai saya.” Ujar Leo.
“Bukan seperti itu, saya hanya terbiasa dan suka dengan hasil foto Mas Nata.” Sangkalnya, tetap saja tujuannya ke sana.
Leo menarik napas dalam-dalam, harus tenang. “Anda bisa menilai saya dari hasilnya nanti, bila Anda tidak puas, saya siap dengan apa pun keputusan Anda dan perusahaan.”
Nata bilang kepuasan klien tetap utama dalam proyek besar seperti ini. Jika klien kekeh ingin Nata yang menjadi fotografer mereka, maka Leo akan bicarakan dengan Nata nanti. Tapi, rupanya Leo cukup meyakinkan sehingga klien setuju untuk melihat hasilnya. Hasilnya pun cukup membuat mereka puas.
“Don’t judge book by its cover. Harusnya Pak Aben ingat Quotes itu !” Nikita tipe perempuan ekspresif. Mengatakan setelah mereka dalam lift menuju ruangan Leo berada. Senyuman puas Nikita tadi benar-benar ia tunjukan di depan klien yang berhasil mereka bungkam dengan hasilnya.
Leo hanya tersenyum tipis, memang tidak banyak bicara dengan orang baru.
“Tidak ada yang harusnya dicemaskan mengingat portofolio Mas Leo. Pernah bergabung dengan fotografer di National Geography itu bukan hal mudah!”
“Kamu terus menyanjung saya, Niki.”
Nikita menyengir, Leo melihat sebait tato bertulisan namanya dengan bahasa arab di leher sisi kiri Nikita, tepat di bawah telinganya. “Mas Leo memang pantas di sanjung, Pak Nata dan Ibu Saujana saja sering memuji Mas.”
Leo hanya menggelengkan kepala. Lift sampai di lantai ruangannya berada, tepat ponselnya berdering. Saujana menelepon.
“Leo, pekerjaanmu sudah selesai?” todong Saujana langsung.
Leo berpisah dengan Nikita. Ia masuk ruangannya, sementara Nikita duduk di tempat yang dulu pernah di tempati Saujana sebagai asisten pribadi Nata, setelah menikah dan kembali bekerja dengan Nata, mejanya sempat pindah satu ruangan dengan Nata. Sekarang kembali keluar.
Leo menutup pintu, “baru selesai. Ada apa?”
“Mamah mengundang kamu makan malam.” Beritahunya.
“Malam ini juga?”
“Yah.”
Leo melihat keluar kaca, awan sore yang mendung menghalangi keindahan senja yang harusnya terlihat.
“Dalam rangka apa?”
Saujana menghela napas dalam-dalam lebih dulu, “Naura akan pindah dan tinggal di Villa besok pagi. Malam ini, dia setuju makan malam termasuk mengundang kamu.”
Deg!
Leo sudah dengar keinginan Naura untuk tinggal di Villa. Setelah satu bulan, akhirnya orang tuanya setuju, pastinya telah memastikan kesehatan Naura.
“Leo..” panggil Saujana lagi. “Kamu bagian keluarga ini, jadi Mamah dan Papah ingin kamu bergabung.”
“Apa mengundang banyak orang?”
“Ya. Keluarga besar.” Artinya keluarga ibu kandung Saujana pun akan hadir.
“Ini keputusan berat yang harus di ambil demi kebahagiaan Naura.” Kata Saujana, suaranya begitu kental kesedihan. Pasti untuknya pun berat, sementara Saujana tidak bisa melakukan apa pun mengingat ada putrinya yang butuh perhatian penuh.
“Aku akan usahakan datang.”
“Pukul tujuh malam. Berpakaian bebas saja, jangan terlalu formal.” Kata Saujana, lalu mengatakan sepatah dua patah menanyakan pekerjaan Leo dan Studio sebelum mengakhiri pembicaraan di telepon.
Leo memasukkan ponsel ke saku celana, ia menatap lurus ke luar jendela. Rasanya aneh saat ia pun khawatir atas keputusan ini, Naura yang memilih tinggal di Villa.
Leo menghela napas dalam, memutar tumit dan segera merapikan pekerjaannya. Setengah jam berikutnya ia keluar ruangan, menemukan Nikita tengah mengaca dan merapikan make up.
“Eh, Mas Leo. Lho sudah mau pulang?”
“Ya. Saya sudah selesai. Kamu pulang juga.” Kakunya.
“Baik, Mas. Sampai jumpa dan mengemudi dengan baik.” Nikita mengangguk sopan lalu Leo hanya memberi senyuman tipis.
Niki masih menatap punggung pria tampan tersebut. Sejak kemunculan dan di umumkan sebagai pengganti Nata, para pekerja membicarakannya terkhusus kaumnya, para perempuan mulai dari yang telah bersuami, janda sampai gadis sepertinya mengakui bila Leo memang pantas menggantikan Nata. Wajahnya pun tampan di atas rata-rata, kalau Nata manly sekali maka Leo manis dengan kulit coklat bekas terbakar matahari saat ia bekerja menjelajah padang savana yang liar di luar sana.
***
Leo keluar dari mobil, menemukan beberapa mobil mewah sudah berjajar di halaman rumah Habrizi. Keluarga Nata memang kalangan Rich yang sejak dulu Leo bekerja untuk Nata, sudah ia ketahui.
“Mas Leo, masuk. Semua sudah menunggu!” kata salah satu pekerja rumah yang sudah tidak asing dengan wajahnya.
Leo berjalan, menuju area belakang rumah yang di sulap untuk makan malam.
Langkah Leo justru tertarik menemukan arah lain, ia mempertimbangkan baik-baik sampai akhirnya menuruti kata harinya menuju kamar Naura. Bertaruh, entah Naura ada di sana atau sudah di halaman belakang.
Leo mengangkat lengan, mengetuk pelan kamar. Samar terdengar suara gadis itu, menandakan ia ada di dalam.
Tangannya menekan gagang pintu, kemudian mendorong pintu. Menemukan Naura yang tengah berdiri di depan jendela. Seperti yang Saujana katakan, Naura senang berdiri di depan jendela yang terbuka. Meresapi anginnya.
Leo melangkah pelan-pelan, “siapa?” tanyanya.
Ia berbalik, manik mata Leo membingkai penampilan Naura. Wajahnya tidak sepucat pertama kali Leo menemuinya satu bulan lalu. Kesibukan yang membuat Leo tidak bisa datang, mengunjungi gadis itu.
“Aku.”
“Leo..” Naura langsung mengenali.
“Aku di undang makan malam, kudengar kamu akan ke Villa besok?”
Naura sempat tegang sebelum mengangguk kecil, “ya.” Cukup bisa menerima kehadirannya, tidak seperti waktu itu. Ia juga jauh lebih tenang walau tetap dengan wajah murung, tanpa senyum sehangat mentari seperti yang Leo kenal.
“Kenapa kamu di sini?”
Suara tawa sumbang terdengar dari arah Naura, “lihat kondisiku yang buta ini, aku tidak bisa jalan sendiri tanpa ada yang menuntun.”
Leo menahan sesak setiap kali Naura menyebut dirinya Buta. Nada yang asa dan benci itu membuat Leo merasa luka dan kecewanya begitu dalam.
“Kalau begitu, kita pergi bersama-“
“Leo, berhenti!” Naura malah tiba-tiba mengangkat tangan, menggeleng.
“Naura, aku hanya akan membantu.”
“Aku tahu apa yang kamu pikirkan setiap melihatku.”
“Apa?” Leo benar-benar tidak mengerti maksud Naura dan perubahannya yang terbilang cepat. “Nau, aku—”
“Aku benci dikasihani, Leo!” ucapnya lirih, ia menggeleng pelan. “Jangan lakukan itu, atau aku akan merasa kian mengenaskan!”
Leo menarik napas lebih dalam lagi, meski begitu tetap mendekat. Berdiri tepat di depan Naura. Ia menatap lekat pada mata Naura meski gadis itu tidak bisa melakukan yang sama terhadapnya.
“Aku tidak melihatmu seperti itu—”
“Then? Apa? Gadis buta sepertiku, hanya akan mendapatkan rasa kasihan!”
“Naura, stop mengatakan kalimat yang hanya membuatmu sakit!” Leo menghentikan.
Bibir Naura lurus, ia menggeleng pelan bersamaan air mata yang jatuh. Masih saja kepedihan melandanya.
Leo mendekat, menyentuh pipi dingin Naura, menyeka air matanya dengan amat lembut sampai jantung Naura berdebar tak biasa.
“Leo-“
“Bagaimana bila aku menatapmu berbeda?”
“Maksudmu?”
Leo sempat menahan napas, kian mendekat dan meraih tanah Naura untuk menggenggamnya.
“Aku menyukaimu, Naura.” Satu ungkapan lolos dari bibir Leo, sempat membuat Naura terdiam beberapa saat sampai akhirnya ia melepaskan tangan dari genggaman dan mendorong Leo. “Nau—”
“Go away from here!” teriak Naura sembari mundur dan kepalanya terus menggeleng-geleng. Menolak pernyataan Leo yang tiba-tiba. "Go!"
“Naura, aku mengatakan yang sebenarnya!"
“Ini terlalu tiba-tiba, Leo! Kamu pikir aku akan senang dengan pernyataan bohongmu!
“Aku tidak bohong!”
“Pergi!” Naura tetap mengusirnya, “aku tidak mau bertemu denganmu lagi!”
“Nau—” saat Leo tidak bergerak, Naura berjalan tertatih hingga tangannya terjatuh didada bidang yang liat pria itu.
“Keluar!” dia berteriak sembari mendorongnya. Leo meraih tangan Naura. Menghentikannya bertindak membabi buta.
“Naura, berhenti!” Leo terpaksa meninggikan suaranya. Naura seketika terperanjat dan terdiam. “Pernyataanku terdengar bohong, terlalu cepat. Tetapi, aku bicara apa adanya tentang yang aku rasakan sejak kita bersama malam itu, di apartemenku! Kamu tidak percaya sekarang, tidak apa. Aku tidak akan menyerah sampai kamu tidak lagi meragukanku.”
Naura mematung, Leo meremas jemarinya sebelum menjauh dan tepat dia berbalik, langkahnya berhenti dengan tatapan terkejut.
Deg!
Saujana berdiri di sana, entah sejak kapan. Pandangan dan ekspresinya cukup menjelaskan bila ia telah mendengar dan saksikan yang terjadi.
“Saujana..”
“Kita perlu bicara, Leo!” tegas Saujana. Sebelum itu ia melangkah, meraih Naura dan coba menenangkannya. Meski tatapan mata Saujana jelas hanya terarah padanya. Menuntut penjelasan. Adiknya telah salah paham atas yang terjadi.
Leo menarik napas dalam, tidak akan pengecut mengakui pada Saujana jika ia serius menyukai Naura sejak malam itu.