“Silakan.” Fattan mempersilakan Azkia untuk menaiki undakan beton menuju ke bangunan vila yang akan menjadi tempat menginap mereka. Azkia mengerjap. Kesadaran dengan cepat kembali lagi teraup oleh dirinya. Meskipun begitu, kedua kaki Azkia terasa bagai dilem di tempatnya berdiri. Kedua tangannya yang menggenggam tali tas pakaian dan barang-barang pribadinya pun tidak terasa sudah basah oleh keringat dingin. “I-iya.” Azkia merespons singkat sambil berusaha meningkatkan kemampuan untuk angkat kaki. “Boleh saya bantu membawa tasnya?” “Tidak perlu. Saya bisa membawanya sendiri.” Fattan tidak memaksa. Dia menghormati pilihan Azkia untuk tidak menerima bantuannya. Pria itu akhinya menunggu sampai Azkia menapaki anak tangga lebih dulu. Seperti seorang pengawal bagi Azkia, Fattan berjalan