6. Menunggu Keputusan

1684 Kata
Tiga hari berlalu sudah, Bianca di Jakarta semakin cemas karena tidak mendapatkan kabar dari Willy. Mami pun yang tahu Bianca meneleponnya mengatakan Willy tidak ada kabar langsung datang ke rumah Bianca dan menemani Bianca disana. Mami sangat khawatir karena Bianca sedang hami besar. Mami mencoba menenangkan Bianca mengatakan Willy pasti baik-baik saja. Tetap saja Bianca tidak bisa tenang memikirkan Willy. Padahal waktu Mami menginap keesokan harinya Mami sempat pulang, tetapi karena Bianca terus menghubungi Mami dan sangat cemas, akhirnya Mami memutuskan untuk tinggal sementara di rumah Bianca dan Willy. Papi ternyata juga kehilangan kabar dari Willy. Papi tidak bisa mendapatkan informasi apa-apa tentang Willy di Bali. Klien yang bertemu Willy di Bali mengatakan mereka terakhir kali bertemu malam saat pesta perpisahan setelah itu tidak bertemu lagi karena tahu Willy akan kembali ke Jakarta. Akhirnya Papi sengaja tidak memberi tahu Bianca kalau Papi juga tidak mendapatkan informasi keberadaan Willy. Willy seperti hilang di telan Bumi. Tetapi Papi yakin pasti terjadi sesuatu pada Willy. Papi pun sengaja mengirim anak buahnya ke Bali untuk mencari keberadaan Willy. Bianca pun akhirnya tumbang dan sakit karena terus memikirkan Willy. Tubuh Bianca panas karena Bianca tidak makan dengan benar. Dan sekarang Bianca pun terbaring di ranjangnya dengan wajah yang pucat. “Bii, makan ya” ucap Mami yang sedang duduk di ranjang samping Bianca. “Bianca tidak lapar Mi” ucap Bianca dengan nada lemah. “Tapi kamu belum makan-makan. Ayo donk Bii dimakan buburnya. Kasihan bayi kamu di dalam perut” ucap Mami. “Bianca cemas dengan keaadaan Willy Mi. Bianca takut terjadi apa-apa kepada Willy” ucap Bianca sedih. “Iya, kita berdoa ya semoga Willy baik-baik saja. Papi juga sudah mengirim anak buahnya mencari Willy. Kamu tenang ya sayang” ucap Mami. Bianca pun meneteskan air matanya. Karena pengaruh kehamilannya juga Bianca menjadi sensitive. Bianca sangat cemas dengan suaminya yang tidak ada kabar sampai tiga hari ini. Bianca takut terjadi sesuatu kepada Willy. Seharusnya Bianca melarang Willy pergi kalau jadinya seperti ini. “Sudah donk sayang jangan nangis. Mami jadi ikutan sedih” ucap Mami menghapus air mati di pipi Bianca. Tok Tok “Masuk” ucap Mami mendengar ada yang mengetuk pintu kamar Bianca. Ceklek Bi Inah membuka pintu dan masuk ke dalam kamar Bianca. Bi Inah melangkah menghampiri Mami. “Maaf Ibu Mami, ada Bapak Papi datang” ucap Bi Inah memberi tahu jika Papi datang pagi ini ke rumah Bianca. “Kalau begitu Papi suruh masuk saja ke sini Bi” ucap Mami. “Baik Bu” ucap Bi Inah. Bi Inah pun melangkah keluar lalu menutup pintu kamar Bianca lagi. Tak lama Papi masuk ke dalam kamar Bianca. Papi pun melangkah menghampiri Mami dan Bianca. “Papi, duduk Pi” ucap Bianca mencoba bangun dari tidurnya. “Kamu istirahat saja. Papi hanya sebentar karena harus berangkat ke kantor” ucap Papi. “Pi, apa sudah ada kabar dari Willy?” Tanya Bianca. “Sabar ya sayang. Papi yakin Willy akan mengabari kita secepatnya. Mungkin saat ini ponselnya rusak” ucap Papi. Bianca pun menganggukkan kepalanya. “Ayo sekarang kamu makan. Kasihan calon cucu Papi” ucap Papi. “Tapi aku belum lapar Pi” ucap Bianca. “Kamu belum makan-makan. Mami selalu melapor ke Papi kalau kamu tidak pernah memakan makananmu” ucap Papi. Bianca pun terdiam. “Mana Bianca yang pekerja keras dan Tangguh. Kamu harus yakin Bii, kalau Willy pasti baik-baik saja. Yang sekarang harus kamu lakukan adalah tetap tenang. Kalau kamu tidak makan seperti ini, nanti kalau Willy pulang, dia pasti akan sedih. Bisa-bisa Mami sama Papi yang jadi bahan amukannya karena membiarkanmu sakit” ucap Papi. Ya, benar juga yang Papi katakan, kalau Willy pulang dan melihat Bianca sakit pasti Willy sedih. Dan tidak mungkin Willy memarahi Bianca yang sedang sakit. Yang akan terkena amukan kemarahannya adalah Bi Inah, Mami dan Papi. Akhirnya Bianca pun mau memakan makanannya. Mami menyuapi bubur kepada Bianca. Setelah memastikan Bianca makan, Papi pun pamit untuk ke kantor. “Oh ya Bii, kemarin Mamamu telepon Mami, katanya Mama dan Papamu mau datang ke Jakarta. Mereka mencemaskanmu” ucap Mami. “Mami cerita kalau Bianca sakit?” Tanya Bianca. “Maaf Bii. Mami tidak bisa berbohong kepada orang tuamu. Mereka mencemaskanmu. Jadi mereka akan datang besok” ucap Mami. Bianca hanya menganggukkan kepalanya. Bali Gunardi kembali mendatangi Willy dia meminta keputusan Willy. Willy pun tetap pada pendiriannya dia tidak bersalah dan dia tidak akan menikahi siapapun karena dia mempunya istri yang sangat dia cintai di Jakarta. “Bagaimana keputusanmu Willy?” Tanya Gunardi. “Aku tidak bersalah. Kecelakaan itu bukanlah salahku” ucap Willy yang tidak terima. “Aku tidak membutuhkan alasanmu” ucap Gunardi. “Kenapa anda keras kepala sekali. Aku mengemudi dengan benar. Aku yakin aku tidak menabrak mobil cucu anda” ucap Willy. “Tetapi kenyataannya kamu sudah membuat calon suami cucuku tewas” ucap Gunardi. “Tetap saja itu bukan kesalahanku” ucap Willy. “Ya atau tidak” ucap Gunardi. “TIDAK” ucap Willy dingin. “Kamu akan menanggung semua akibatnya” ucap Gunardi. “Aku mempunyai seorang istri. Dia sekarang sedang hamil, mana mungkin aku mengkhianatinya. Aku juga sangat mencintai istriku” ucap Willy. “Itu bukan urusanku. Urusanku saat ini adalah membuatmu menikahi cucuku Luna” ucap Gunardi. “Cucumu juga pasti tidak akan mau kalau tahu aku sudah menikah. Dan ini tidaklah mungkin terjadi. Anda seharusnya bisa mencari pria single yang lebih baik dari saya” ucap Willy. “Cucuku tidak akan mengetahui tentang kamu dan istrimu. Itu bisa diatur” ucap Gunardi. “Pak, tolonglah lepaskan saya. Istri saya sedang hamil besar” ucap Willy memohon. “Hati cucu say ajika dia tahu calon suaminya tewas itu lebih penting untuk saya dibandingkan istrimu” ucap Gunardi. Braaak Willy pun menghantam dinding dengan pukulannya. Pria tua di depannya ini benar-benar membuatnya emosi. Dia dengan seenaknya meminta Willy menikahi cucunya. Jelas-jelas Willy mempunyai istri dan Willy tidak akan pernah mengkhianati Bianca apalagi meninggalkan Bianca. “SAYA TIDAK AKAN PERNAH MAU MENIKAHI CUCU ANDA” ucap Willy dengan dingin. Drrrt Drrt Ponsel Gunardi bergetar. Gunardi pun melihat ponselnya ternyata itu dari dokter yang merawat Luna. Dengan cepat Gunardi mengangkat telepon itu. “Halo” ucap Gunardi. “Pak, Luna sudah ada perkembangan. Tangannya mulai bergerak” ucap Dokter itu. “Bagus. Saya akan kesana sekarang” ucap Gunardi. Gunardi pun menutup teleponnya. Dia kembali menatap Willy. “Luna sebentar lagi akan sadar. Dan persiapkanlah keputusanmu. Karena semua dari putusanmu nanti kamulah yang akan menanggung akibatnya” ucap Gunardi. “Cih” Willy berdecih. Gunardi pun melangkah keluar meninggalkan Willy. Willy yang kesal hanya bisa memukul bantal yang ada di ranjangnya. Apa-apaan semua ini. Dia dipaksa untuk menikah dengan wanita yang tidak dia kenal. Jelas-jelas Willy hanya mencintai Bianca. “Bii, maafkan aku. Aku belum bisa mengabarimu” ucap Willy sedih. “Ya Tuhan, bagaimana caranya aku keluar dari sini. Aku harus kembali kepada Bianca” ucap Willy lagi. Willy yakin Bianca pasti sangat mencemaskannya. Kini pun Willy ikut mencemaskan Bianca apalagi Bianca sedang hamil besar dan sebentar lagi akan melahirkan. Dan seharusnya tiga hari lalu Willy ikut mengantar Bianca untuk ke rumah sakit mengontrol kandungannya. “Aku mencintaimu Bii. Aku tidak akan bersedia menikahi wanita lain. Hanya kamulah istriku” ucap Willy lagi. Willy pun terus berpikir bagaimana caranya dia keluar dari sini. Semuanya di jaga ketat oleh anak buah Gunardi sialan itu. Di tepat lain. Luna kini sudah di pindahkan ke ruang perawatan. Luna juga kini sudah sadar. Gunardi pun terus berada di samping Luna. “Kakek” ucap Luna dengan nada yang lemah. “Sayang” ucap Gunardi. “Apa yang terjadi kepadaku?” Tanya Luna. “Kamu terjatuh” jawab Gunardi. “Kenapa aku bisa di rumah sakit kalau cuma terjatuh?” Tanya Luna lagi yang menyadari dirinya berada di rumah sakit. “Kamu istirahat saja. Dokter bilang sama Kakek kamu tidak boleh terlalu banyak berpikir” ucap Gunardi. “Kepala aku sakit sekali Kek” ucap Luna memegang kepalanya. “Sebentar sayang, Kakek akan penggilkan dokter” ucap Gunardi. Gunardi pun menekan bell yang ada di dekat ranjang Luna. Tak lama Dokter dan suster pun datang ke kamar Luna. “Dokter toleng periksa, Luna bilang kepalanya sakit” ucap Gunardi. “Baik Pak” ucap dokter itu menganggukkan kepalanya. Dokter memeriksa keadaan Luna. Setelah itu memberikan suntikan ke selang infusan Luna. Dalam sekejap Luna pun terlelap. “Apa yang terjadi kepada Luna?” Tanya Gunardi. “Luka benturan di kepalanya sepertinya yang menyebabkan dia merasa kesakitan. Untuk saat ini lebih baik jangan membuat Luna berpikir yang terlalu berat” ucap Dokter. “Baiklah” ucap Gunardi. Dokter pun pamit keluar setelah selelsai memeriksa Luna. Gunardi duduk di sofa yang ada di kamar rawat Luna. Gunardi memiji kepalanya. Dia harus membuat Willy menyetujui menikahi Luna. Karena hanya itu jalan satu-satunya Luna bisa melupakan calon suaminya yang tewas. Gunardi pun merencanakan sesuatu agar Willy bisa segera menyetujui permintaannya itu. Apapun akan Gunardi lakukan untuk kebahagiaan Luna. “Apapun akan aku lakukan untuk kebahagianmu Luna. Walau aku harus memisahkan Willy dari istrinya” ucap Gunardi lalu memejamkan matanya. Di sisi lain Willy sedang menunggu seorang suster. Karena Willy tahu biasanya seorang suster akan datang untuk mengantarkan makanan untuknya. Willy pun sengaja berpura-pura tidur di ranjangnya. Ceklek Mendengar suara pintu terbuka Willy tahu suster itu sudah masuk. Willy pun terus mendengarkan langkah kaki suster itu sampai dia mendengar suster itu meletakkan makanan di atas meja. Willy pun bangun dan segera menghampiri suster itu. “Keluarkan saya dari sini” ucap Willy. “Aaaa. Ma maaf saya tidak bisa Pak” ucap suster itu dengan terkejut. “Keluarkan saya dari sini, saya akan membayar berapapun yang kamu minta” ucap Willy lagi. “Ma maaf saya tidak berani Pak” ucap suster itu dengan ketekutan. “Kenapa?” Tanya Willy. “Karena Pak Gunardi adalah pemilih saham terbesar dirumah sakit ini, saya tidak mau pekerjaan saya hilang” ucap suster itu. “Permisi Pak, saya Cuma menjalankan tugas” ucap suster itu yang langsung pergi. Braak Willy pun menggebrak meja. Apa salahnya sampai harus dia berurusan dengan Gunardi itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN