34. Belanja Oleh-Oleh

1513 Kata
Bali Willy lega kali ini Luna dapat mengerti dirinya. Luna tidak mempermasalahkan jika mereka tidak saling berhubungan saat Willy ke Jakarta. Ya, walaupun Willy tahu Luna sangat berat ketika tahu Willy ma uke Jakarta dan merak tidak boleh berhubungan. Untungnya Willy bisa meyakinkan Luna dan Luna juga sudah mulai mengerti dengan sikap Willy. Kini Willy mengecek barang-barang pentingnya. Willy tidak ingin ada yang tertinggal. Willy teringat, Willy lupa kalau Doni tidak mengetahui masalahnya dengan Gunardi dan Luna. Kalau Doni datang dan bertemu dengan Luna. Lalu Luna bertanya kepada Doni. Bisa ketahuan kalau Willy sudah menikah. Ya, memang seharusnya Luna tahu. Tapi tidak untuk saat ini dan bukan seperti ini yang Willy rencanakan. Willy pun kembali menghubungi Doni. “Halo Pak” ucap Doni mengangkat panggilan suara dari Willy. “Don, ada yang harus kamu ketahui. Dan aku mohon hanya kamu yang tahu dan jaga rahasia ini” ucap Willy. “Baik Pak” ucap Doni. “Begini Don, sebenarnya saya masih di Bali karena ada masalah” ucap Willy. “Masalaha apa Pak?” Tanya Doni terkejut. “Waktu malam sebelum saya pulang. Saya mengalami kecelakaan” ucap Willy. Ya, Doni tahu ketika sudah ada kabar dari Willy. Waktu itu Pak Pratama yang memberitahunya. “Kecelakaan itu menewaskan seorang pria. Pria itu akan menikah tiga bulan lagi. Kekasihnya koma. Dan kakek dari kekasihnya tidak terima dengan kecelakaan itu. Dia pun menyalahkanku” ucap Willy menjeda ceritanya. “Singkat cerita dia memintaku menggantikan posisi calon suami dari cucunya. Kalau aku menolak dia akan membuat Bianca dan bayiku dalam masalah. Tentu saja aku terpaksa menerimanya” ucap Willy. “Apa Ibu sudah tahu Pak” Tanya Doni. “Tentu saja belum Don. Aku mana mungin cerita ini kepada istriku dia akan sangat sedih” ucap Willy. “Rencanaku adalah akan memberi tahu yang sebenarnya kepada wanita bernama Luna itu. Tetapi aku mencari waktu yang tepat. Karena dia mempunya depresi apalagi ditambah kecelakaan itu. Karena aku yakin kecelakaan itu murni bukanlah kesalahanku. Mobil Luna dan calon suaminya yang menabrak mobilku” ucap Willy. “Iya Pak saya percaya kepada Bapak” ucap Doni. “Jadi jika nanti kamu bertemu dengan Luna dan dia bertanya kepadamu tentangku, jangan ceritakan tentang Bianca ataupun keluargaku. Ceritakan saja tentang diriku selama ini dikantor” ucap Willy. “Baik Pak” ucap Doni. “Satu lagi. Hati-hatilah dengan kakek tua bernama Gunardi” ucap Willy mengingatkan. “Baik Pak” ucap Doni lagi. “Okey itu saja yang ingin aku sampaikan” ucap Willy. Setelah menutup teleponnya Willy tenang. Doni sudah tahu apa yang terjadi. Kini Willy mengecek lemarinya lagi. Tiba-tiba ponselnya kembali bergetar. Willy melihatnya dan itu adalah nomor Bianca. Dengan cepat Willy mengangkat telepon itu. “Halo, Will” ucap Bianca yang terdengar lemas. “Bii, kamu sudah sadar. Kamu kenapa bisa sampai pingsan?” Terdengar suara Willy yang sangat panik. “Will aku sudah baik-baik saja” ucap Bianca. “Baik-baik saja bagaimana? Aku melihatmu pingsan dengan tangan berdarah terkena pecaham gelas. Aku sangat panik Bii. Aku saat ini sedang siap-siap pulang. Aku juga sudah meminta Doni untuk memesankan tiket penerbangan tercepat” ucap Willy. “Will, tapi bagaimana pekerjaanmu?” Tanya Bianca. “Kesehatanmu lebih penting. Aku pun meminta Doni dan tim segera terbang ke Bali. Jadi Doni tidak akan ke rumah untuk mengambil makanan untukku” ucap Willy. “Will, aku sudah baik-baik saja” ucap Bianca. “Stop mengatakan kamu baik-baik saja. Aku tahu kamu tidak baik-baik saja. Aku akan berangkat ke bandara sekarang. Tunggu aku ya sayang” ucap Willy. “Iya, kamu hati-hati ya. Aku akan masak makanan kesukaanmu ya” ucap Bianca. “Tidak. Kamu istirahat saja. Kalau aku tahu kamu masak aku marah” ucap Willy. “Iya baiklah. Kamu hati-hati ya” ucap Bianca. “Iya, kamu juga istirahat ya” ucap Willy. Willy tidak menyangka dalam keadaan sakit saja Bianca masih memikirkan pekerjaan Willy di Bali. Willy merasa bersalah sekali kepada Bianca karena merahasiakan kebohongan ini. “Bii, aku janji akan menceritakannya disaat yang tepat. Tetapi tidak untuk saat ini. Nyawamu dan Aditya itu segala-galanya untukku” lirih Willy. Willy mengecek semua barang-barang pentingnya sudah masuk ke dalam koper. Willy menarik kopernya keluar dari penthouse. Ya, masih ada waktu satu setengah jam sebelum penerbangan ke Jakarta. Willy berpikir dia harus membawakan hadiah apa untuk Bianca. Sudah hampir empat bulan Willy pergi dan tidak membawakan apa-apa. Setidaknya Willy bisa menghibur istrinya yang sedang sakit itu. Satu setengah jam sepertinya cukup untuk Willy memberikan hadiah. Willy pun mencari toko perhiasan yang jaraknya searah dari bandara. Willy berniat memberikan Bianca gelang. Karena Willy bingung harus memberikan apa lagi. Di toko perhiasan Willy melihat-lihat model gelang disana. Bianca tidak suka yang terlalu berlebihan. Bianca itu wanita yang simple dan sederhana. Willy pun melihat gelang dari mas putih yang indah. Willy memilih itu. “Tolong bungkus gelang yang ini” ucap Willy kepada pelayannya. “Baik Pak” ucap Pelayan itu mengambilkan gelang untuk Willy. “Oh iya, apa bisa saya menuliskan pesan?” Tanya Willy. “Tentu saja bisa Pak” ucap pelayan itu. Pelayan itu pun memberikan kartu ucapan kepada Willy. Willy menulis pesan di kartu ucapan itu untuk istrinya tercinta. Willy berharap Bianca akan suka dengan hadia kecilnya ini. “Pak, kami sedang ada diskon jika Bapak membeli dua perhiasan disini. Apa Bapak ingin membeli satu lagi. Diskon yang kami berikan adalah dua puluh lima persen” ucap pelayan itu. Diskon kalau wanita sudah pasti sangat tergiur. Sebenarnya Willy tidak tergiur, tetapi melihat keuangannya saat ini sepertinya itu lumayan juga. Dan bukannya Willy mau memberikan barang diskonan untuk istrinya. Willy pun memilih satu gelang lagi untuk Mami. Willy berniat berterma kasih kepada Mami karena selama Willy tidak ada mami selalu menamani Bianca. Willy memilihkan gelang emas yang elegan. “Baiklah, saya pesan satu lagi yang inu ya. Dan saya minta tempatnya dipisah” ucap Willy. “Baik Pak” ucap pelayan itu. Setelah dari toko perhiasan. Willy pun kembali ke mobilnya. Sebelum Willy menjalankan mobilnya Willy teringat disana ada Naena dan Icha. Willy juga tidak enak kepada mereka berdua yang sudah membantunya dan Bianca. Willy kembali turun, untung saja di dekat sini ada toko yang menjual oleh-oleh khas Bali. Sebenarnya ini bukanlah Wily yang harus berbelanja oleh-oleh. Apalagi saat ini toko sedang ramai dengan Ibu-Ibu. Tetapi demi membuat Bianca dan dua sahabatnya senang Willy rela harus berdesak-desakan dengan Ibu-Ibu. Willy sampai pusing sekali mendengar Ibu-Ibu yang menawar barang-barang. Belum lagi yang meminta barang yang baru bukan yang didisplay. Dan ada juga yang meminta untuk membayar terlebih dahulu. Willy pun tidak ingin berlama-lama disini. Willy menyerahkan keranjangnya berisi banyak makanan kepada pelayan. Saat Willy ingin membayar dan pelayan itu sudah memegang keranjangnya, tiba-tiba ada seorang Ibu-Ibu yang menyelaknya. “Pak, Pak saya duluan ya” ucap Ibu itu dengan mengambil keranjang di tangan pelayan itu dan mengembalikannya kepada Willy. Willy rasanya ingin marah sekali. “Bu, tapi Bapak ini duluan yang akan membayar” ucap Pelayan itu. “Barang saya cuma tiga, Bapak ini banyak. Anak saya sudah menunggu” ucap Ibu itu. Pelayan itu pun menatap Willy dan meminta persetujuannya. Untung saja mood Willy saat ini sedang baik karena dia akan kembali ke Jakarta. Willy menganggukkan kepalanya yang menyatakan dia tidak keberatan Ibu itu duluan yang membayar. Willy menunggu di belakang Ibu itu. Willy pikir Ibu itu hanya tiga barang. Ternyata saat barang ketiga Ibu itu berbalik ke belakang. “Sebentar-bentar. Saya ada yang lupa anak saya titip kacang sama kue” ucap Ibu Itu. Ibu itu pun berlari kebelakang untuk mengambil kacang dan kue. Memang tidak lama, karena ternyata Ibu itu sudah menyiapkan barang-barang lainnya di dua keranjang. Willy sampai terkejut bagaimana bisa baru saja dia berlari ke belakang untuk mengambil makanan kini sudah kembali membawa dua keranjang berisi penuh makanan. Pelayan itu pun sampai memasang wajah sinisnya melihat Ibu itu. Willy juga sudah terlihat kesal karena menunggu Ibu itu selesai melakukan p********n. “Bu lain kali Ibu mengantri ya” sindir pelayan itu sambil memberikan kembaliannya. “Saya tadi sudah minta izin” ucap Ibu Itu. “Iya tapi Ibu bilangnya cuma tiga barang, kenyataannya Ibu bawa tiga keranjang” ucap pelayan itu dengan ketus. “Orang Bapak ini saja tidak complain. Kmu kalau komplai saya bilangin atasan kamu” ucap Ibu itu mengancam. “Bilang saja Bu, saya tidak takut. Di toko kami itu menjunjung tinggi untuk mengantri” ucap pelayan itu. “Dasar sombong. Besok-besok saya tidak mau belanja disini lagi” ucap Ibu itu kesal. “Silahkan saja Bu. Ibu ke toko lain kalau cara Ibu seperti ini juga orang-orang tidak akan suka” ucap pelayan itu. “Loh kamu nyolot ya” ucap Ibu itu tidak terima. Willy menghela nafasnya panjang. Kalau terus dibiarkan Ibu dan pelayan laki-laki ini bisa panjang urusannya. Dan Willy akan telat ke bandara hanya karena melihat tontonan Ibu dan pelayan ini bertengkar. “Ibu sudah selesai, silahkan pergi saya ingin membayar” ucap Willy menatap Ibu Itu dengan tajam. “Iya-iya Pak silahkan. Besok-besok jangan belanja disini. Pelayannya judes” ucap Ibu Itu sambil melangkah pergi. Pelayan itu hanya mencibir.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN