8. Cobaan

1151 Kata
Jakarta Berbagai karanga bunga kini memenuhi halaman rumah Bianca. Tamu-tamu yang datang untuk melayat pun juga terlihat memenuhi rumah Bianca. Pagi ini kedua jenazah orang tua Bianca akan di makamkan. Bianca yang mendapatpak kabar duka ini merasa terkejut dan dua kali pingsan karena tidak percaya. Apalagi cobaan yang harus dia terima. Kenapa cobaan terus menerus menimpanya. Willy belum ada kabar, kini dia harus menerima kenyataan kedua orang tuanya telah tiada. Bianca pun sedang menangis di temani oleh Icha dan Naena. Sejak mendapat kabar orang tua Bianca meninggal Icha dan Naena pun langsung datang ke rumah Bianca. Mereka berdua menemani Bianca, mereka berdua tahu Bianca pasti sangat sedih. “Bii, yang sabar ya” ucap Naena yang mengusap punggung Bianca. “Apa salah aku sih, kenapa mereka ninggalin aku secepat ini” ucap Bianca sedih. “Kamu tidak salah apa-apa Bii. Ini sudah jalan dari yang Maha Kuasa. Kamu harus kuat” ucap Icha. “Iya Bii. Tante dan Om pasti sedih melihat kamu sedih seperti ini” tambah Naena. Bianca tidak tahu apa dia bisa kuat menjalani semua cobaan ini. Seharusnya Willy yang ada disampingnya saat ini untuk menemaninya. Tetapi Willy pun tidak ada kabarnya sama sekali. Tok Tok “Bii, Mami boleh masuk” terdengar suara Mami yang mengetuk pintu. “Boleh Mi. Masuk saja” ucap Bianca. Ceklek Mami membuka pintu kamar Bianca lalu melangkah masuk. Mami pun merasa tidak tega melihat menantu kesayangannya ini sedih seperti ini. Tetapi Mami tidak bisa berbuat apa-apa. Semua ini sudah kehendak Yang Maha Kuasa. “Bii, kami mau memakamkan kedua orang tuamu. Kamu mau ikut atau disini saja” ucap Mami dengan hati-hati. Air mata di pipi Bianca pun menetes deras. Rasanya dunianya hancur saat ini. Walaupun Bianca terbiasa ditinggal oleh kedua orang tuanya tetapi dia tidak ingin ditinggal selama-lamanya seperti ini. Mereka juga belum melihat Bianca melahirkan, padahal mereka ingin sekali menggendong cucu dari Bianca. “Bii, kalau kamu tidak kuat kamu disini saja. Aku sama Icha akan temani kamuy a” ucap Naena memeluk Bianca. “Iya sayang, lebih baik kamu disini saja ya. Biar Mami dan Papi yang mengurus semuanya” ucap Mami. “Tidak apa-apa Mi. Bianca kuat ko” ucap Bianca. Bianca pun di bantu oleh Icha dan Naena untuk bangun dari ranjangnya. Mereka menggandeng Bianca melangkah keluar dari kamar. Di pemakaman Naena dan Icha terus memeluk Bianca agar Bianca tegar melihat kedua orang tuanya di makamkan. Air mata deras itu pun sudah tidak terbendung ketika peti mati dari kedua orang tuanya kini sudah tertutupi tanah. “Bii, kamu kuat sayang” ucap Naena. “Iya Bii. Ada kita disini yang selalu menjaga kamu” ucap Icha. Entah harus bagaimana lagi, untung saja Bianca masih mempunyai dua sahabat setia seperti Icha dan Naena yang selalu ada di sampingnya. Bianca tidak tahu kalau tidak ada mereka berdua bagaimana lagi Bianca bisa menahan semua duka di hatinya saat ini. Hujan pun turun, para pelayat pun satu persatu pamit pergi. Hingga Bianca pun juga mau tidak mau harus kembali pulang di temani Icha dan Naena. Sepanjang perjalanan Bianca hanya bisa diam. Bianca tidak bisa berkata-kata. Malam hari setelah Bianca tidur karena kelelahan. Icha dan Naena pun pamit pulang kepada Mami dan Papi. Besok pagi mereka akan datang lagi untuk menemani Bianca, setidaknya sampai Bianca benar-benar tenang dan menerima semua ini. Mereka juga cemas dengan Bianca apalagi Bianca sedang hamil. Bali Gunardi masih tidak bosan mendatangi kamar Willy. Kali ini dia membawa foto-foto pemakaman kedua orang tua Bianca. Gunardi pun melemparkan amplop coklat berisi foto-foto it uke hadapan Willy. “Ini untuk penghibur dirimu” ucap Gunardi. Willy mengambil amplop itu dan membukanya. Willy pun mengeluarkan semua foto-foto yang ada di dalam sana. Hati Willy merasa sakit sekali melihat kedua mertuanya kini sudah tiada dan dia tidak bisa melihat mereka untuk yang terakhir kali. Lalu saat foto dimana seorang wanita dengan muka yang sangat pucat dan sedih di damping kedua sahabatnya, Willy pun meneteskan air matanya. Itu adalah foto istrinya. Willy memegang wajah Bianca. Willy pun bisa merasakan bagaimana sedihnya Bianca saat ini . “Kalau kamu masih saja menolak, aku bisa membuat yang lebih buruk dari ini” ucap Gunardi. “Tidakkah anda mempunyai perasaan. Bagaimana kalau semua ini terjadi kepada cucu anda?” Tanya Willy dingin. “Cucuku kedua orang tuanya sudah meninggal, jadi dia tidak akan merasakan kesedihan seperti itu. Oleh sebab itu aku menyuruhmu untuk membahagiankannya” ucap Gunardi dengan sombong. “Ini istriku, dia sedang hamil. Tidakkah anda kasihan kepadanya. Ini anak pertama kami. Tolong mengertilah” ucap Willy yang tidak terima sambil menunjuk wajah Bianca. “Itu bukan urusanku. Urusanku adalah kamu setuju menikahi Luna atau tidak” ucap Gunardi lagi. Willy membuang pandangannya. Percuma berbicara dengan pria tua yang keras kepala seperti Gunardi ini. Kalau saja membunuh itu tidak akan masuk penjara, saat ini Willy ingin sekali menusuk pria tua di hadapannya ini. DIa tidak mempunyai hati sama sekali. “Aku akan terus datang sampai kamu mengatakan setuju” ucap Gunardi sebelum pergi. Willy pun hanya diam dan tidak menanggapi. Willy menjatuhkan dirinya di sofa. Willy tahu saat ini Bianca hatinya sedang hancur dan Willy tidak bisa menemani istrinya disaat seperti ini. Willy merasa sebagai suami yang tidak bertanggung jawab. Willy pun terlintas apa seperti ini waktu dulu dia memaksa Bianca untuk menikahinya. Willy melakakuan segala cara untuk membuat Bianca setuju. Willy pun merasa sangat bersalah atas kelakuannya dulu bersama Bianca. Willy tidak seharusnya dulu seperti itu. Tetapi Willy tidak tahu bagaimana caranya membuat Bianca setuju. Dan jelas berbeda dengan situasinya yang sekarang. Gunardi tidak boleh seperti ini, Willy sudah menikah dan Gunardi tidak seharusnya memaksakan kehendaknya kepada Willy. Willy juga tidak mengenal cucu dari kakek tua itu. Willy mencoba ke kamar mandi, dia mencari jendela di kamar mandi. Sayangnya di kamar mandi hanya memiliki ventilasi udara yang sangat kecil dan tidak mungkin Willy melarikan diri dari sini. Sepertinya Gunardi sudah memperhitungkan betul ruangan ini untuk Willy agar Willy tidak bisa keluar.  Tap Tap Willy mendengar suara langkah kaki. Willy yakin itu pasti suster. Willy pun segera keluar dari kamar mandi. Benar suster itu sedang membawakan obat untuk Willy. “Suster” panggil Willy. “Iya Pak, ada yang bisa saya bantu?” Tanya suster itu. “Boleh tolong bawa saya untuk melihat Luna” pinta Willy. “Maaf Pak, saya tidak bisa membawa Bapak keluar tanpa persetujuan Pak gunardi” jawab suster itu. “Baiklah, kamu boleh keluar” ucap Willy. “Baik Pak” ucap suster itu. Alasan apalagi yang harus Willy buat agar dirinya bisa keluar dari sini. Dan sepertinya dia akan sangat kesulitan keluar dari sini. “Semoga sajaancaman Gunardi itu tidak benar-benar terjadi” ucap Willy pelan mengingat bahwa Gunardi akan mengancam membuat yang lebih buruk ini kepada Bianca dan calon bayinya. Willy tidak akan sanggup melihat terjadi sesuatu kepada mereka berdua. “Bii, aku mohon bertahanlah” ucap Willy pelan walau dia tahu Bianca tidak akan bisa mendengarnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN