Five

1581 Kata
"Kau mau kemana?" Tanya Austin saat melihat Andrea hendak turun dari ranjang. Ia baru saja bangun tidur saat menemukan Andrea yang hendak turun dari ranjang. Mengetahui bahwa matahari sudah bersinar terang, Austin pun menatap jam tangamnya yang sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Bagus! Dia terlambat datang ke kantor. Hah! Mungkin nanti ia akan memberitahu Dimitri jika ia tidak bisa datang hari ini. "Kamar mandi!" Austin kembali menoleh pada Andrea saat mendengar balasan dari wanita itu. Ia melihat Andrea yang saat ini tengah kesulitan turun dari ranjang. Karena tak tega, Austin memilih untuk mendekat dan langsung mengangkat tubuh Andrea. "Apa yang kau lakukan?! Turunkan aku!" Andrea memberontak minta di turunkan. "Diam Andrea atau kau akan terjatuh," Tanpa persetujuan Andrea, Austin membawa Andrea ke kamar mandi. Kali ini Andrea tidak menolak, ia membiarkan Austin menggendongnya ke kamar mandi. Ia sedang malas berdebat dengan pria itu. Dan entah kenapa, dengan jarak yang sedekat ini, Andrea merasa nyaman. Sampai di kamar mandi, Austin menurunkan Andrea dengan sangat hati-hati. "Panggil aku jika sudah selesai. Aku ada di luar," setelah mengusap lembut rambut Andrea, Austin langsung berbalik pergi. Menunggu Andrea di depan pintu kamar mandi. Sekitar lima menit setelahnya, Austin mendengar Andrea memanggilnya. Austin pun kembali masuk ke kamar mandi. Sampai di depan Andrea, Austin membungkukkan tubuhnya, menyelusupkan tangannya dilipatan paha dan leher Andrea.  Ia menggendong Andrea keluar dari kamar mandi, membaringkan Andrea di ranjang dengan hati-hati, takut jika gerakan berlebihan akan melukai anaknya. "Apa kau ingin sarapan? Aku akan meminta perawat mengantar makanan untukmu," "Aku belum lapar," Tak ingin memaksa Andrea, Austin memilih untuk duduk di sofa. Pria itu mengirimkan pesan pada Dimitri, memberitahu jika ia tidak bisa datang ke kantor hari ini. Untung saja Dimitri mengerti dan tidak bertanya banyak hal padanya.  Setelah itu Austin meletakkan ponselnya di meja. Ia kemudian berdiri, masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri dan berganti pakaian. Keluar dari kamar mandi, Austin menemukan Andrea tengah berbaring dengan pandangan mengarah ke luar jendela. "Kenapa melamun?" Tanya Austin. Andrea tersadar dan mendelik pada Austin. "Tidak apa-apa!" Jawabnya ketus. "Berapa lama aku akan berada disini?" "Dokter bilang kau harus berada disini sampai kondisimu benar-benar stabil." "Lalu bagaimana dengan pekerjaanku?!" Sentak Andrea.  "Pekerjaan masih bisa di tunda. Setidaknya sampai kondisimu benar-benar pulih." "Terserah kau!"Andrea kembali mengalihkan pandangan ke luar jendela.  Tak lama setelah itu, seorang perawat masuk membawa sarapan untuk Andrea. Perawat itu meletakan sarapan untuk Andrea dan beberapa buah-buahan di atas meja. Kemudian perawat itu langsung keluar ruangan. Andrea menatap sarapan di atas meja tanpa minat. Ya Tuhan! Kenapa harus makanan itu lagi? Kemarin malam ia sudah menahan mual saat memakan makanan rumah sakit itu, karena ia terlalu gengsi untuk meminta menu lain pada Austin. Tapi untuk kali ini, Andrea tidak yakin bisa atau tidak memakannya. "Ada apa?" Tanya Austin ketika melihat raut jijik di wajah Andrea. Andrea menggeleng. "Nothing." "Kalau begitu makanlah. Setelah itu kau harus minum obat dan vitamin." Austin menarik meja portable dan meletakkannya di depan Andrea, tak lupa pula ia meletakkan sarapan di sana. Perlahan, Andrea mulai menyendok bubur dan memasukannya ke mulutnya, ia menelan bubur itu dengan susah payah. Meski rasa mual tak tertahankan melandanya, Andrea tetap memakan bubur itu.  Tapi sayangnya, disuapan kelima, Andrea tak mampu lagi menahan rasa mualnya. Wanita itu memuntahkan semua sarapannya begitu saja, bahkan muntahnya sedikit mengenai baju yang dipakai Austin. Ugh! Ini benar-benar menjijikkan.  Tapi lain halnya dengan Austin, pria itu tanpa rasa jijik malah mengelap bekas muntahan di bibir Andrea dengan tangannya. Ia bahkan tak peduli jika baju yang dipakainya sudah kotor terkena muntahan Andrea. Tanpa sadar Andrea meneteskan air matanya melihat apa yang dilakukan Austin. Ya Tuhan! Apa yang sedang dilakukan Austin?! Tidakkah pria itu merasa jijik? Bahkan Andrea sendiri merasa jijik dengan keadaannya sekarang. "Tidak usah menangis." Austin mengusap air mata Andrea dengan tisu. "Apa masih mual?" Tanya Austin lembut. Pria itu kemudian menekan tombol darurat di samping ranjang. Andrea menggeleng. "Aku sudah tidak mual," Ia kemudian menatap baju Austin. "Tapi bajumu..." "Tidak apa-apa. Aku bisa menggantinya. Sekarang kita bersihkan dirimu ya?"  Austin kemudian langsung menggendong Andrea ke kamar mandi. Pria itu mendudukkan Andrea di atas kloset, lalu lanjut membersihkan sisa muntahan di sekitar bibir Andrea.  Tanpa rasa canggung, Austin kemudian melepas baju rumah sakit yang dipakai Andrea dan menggantinya dengan baju biasa yang semalam sempat ia beli untuk Andrea. Setelah membersihkan tubuh dan wajah Andrea, Austin mengganti bajunya sendiri, kemudian mengangkat Andrea kembali ke ruang inap dan mendudukkan wanita itu di sofa. Tak berselang dari sana, seorang perawat masuk ke dalam ruang inap. Austin mengatakan pada perawat itu apa yang terjadi, dan perawat itu langsung mengganti seprei dan selimut Andrea dengan yang baru. Begitu semuanya bersih, Austin kembali menggendong Andrea dan membaringkan wanita itu di brankar. "Kau ingin makan lagi?" Andrea mengangguk. "Iya. Tapi aku tidak mau makan makanan rumah sakit. Rasanya tidak enak," "Kenapa tidak bilang dari tadi jika kau tidak mau makan bubur itu?" Andrea mencebik. "Aku baru saja mengatakannya," Austin tersenyum geli. "Jadi sekarang kau mau makan apa? Biar aku yang membelikan makanan untukmu," Austin menyelipkan helai rambut Andrea ke belakang telinga.  Andrea nampak berpikir. "Aku sangat ingin makan sup. Tapi..." "Tapi apa?" Andrea menggigit bibirnya,  tampak ragu untuk mengatakannya. "Tapi aku ingin kau yang memasak supnya." "Me-memasak sup?" Austin mengedipkan matanya. "Um...tapi aku tidak yakin bisa memasaknya, Andrea." Mendengar penolakan Austin, mata Andrea langsung berkaca-kaca. Ia memalingkan wajahnya, kemudian berbaring membelakangi Austin. Melihat Andrea sedih, Austin pun merasa bersalah.  "Andrea..." Panggil Austin, tapi Andrea hanya diam. "Oke, aku akan memasak sup untukmu," Andrea tersenyum, berbalik dengan mata berbinar senang. "Benarkah?" Austin mengangguk. Tangannya terulur mengusap bekas airmata Andrea. "Iya, aku akan memasaknya. Tapi jangan menangis lagi ya?" Dan untuk pertama kalinya setelah kejadian malam itu, Andrea tersenyum tulus pada Austin. "Ya sudah! Tunggu apa lagi?" "Iya-iya, aku akan membuatnya." Austin mengusap perut Andrea lalu menciumnya. "Tunggu aku, kau jangan kemana-mana." Austin lalu mencium kening Andrea dan berlalu pergi. Setelah kepergian Austin, Andrea masih terdiam karena perlakuan Austin. Ia kemudian menelan ludahnya susah payah saat merasakan ada perasaan yang mengganggu di hatinya.  Ia menggelengkan kepalanya, mengambil remot dan menonton tv sembari menunggu Austin. Tidak! Tidak mungkin secepat itu. *** Austin tersenyum puas melihat hasil masakannya, ia meletakan sup buatannya ke dalam wadah sup dan membawanya ke rumah sakit. Ternyata usahanya selama satu jam memasak sup, tidak berakhir sia-sia saat merasakan hasilnya. Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Austin tidak berhenti tersenyum, ia bahkan mengabaikan rasa panas di lengannya akibat terkena panci. Pikirannya hanya memikirkan bagaimana lahapnya Andrea saat memakan sup buatannya.  Sampai di rumah sakit, Austin berjalan menyusuri koridor rumah sakit, hingga sampailah dia di depan ruangan Andrea. Ia masuk ke dalam ruang rawat Andrea, dan mengernyit bingung saat tak menemukan Andrea disana. "Andrea..." Panggilnya pelan.  Namun tak ada jawaban sama sekali. Austin pun meletakkan sup buatannya di atas meja dan beralih memeriksa kamar mandi.  "Andrea..." Ia membuka pintu kamar mandi. Tapi Andrea tetap tak ia temukan. Rasa khawatir langsung menghampiri Austin. Pria itu dengan cepat langsung keluar dari ruangan Andrea, mencari wanita itu di luar rumah sakit.  Tapi setelah lelah mencari Andrea di sekitar rumah sakit, ia tetap belum menemukan Andrea juga. Akhirnya Austin memilih untuk bertanya pada salah satu perawat yang lewat. "Permisi, Sus. Apa kau melihat pasien yang berada di ruang nomor 270?" Suster itu menggeleng. "Maaf, Sir. Tapi saya tidak melihatnya." Austin menghela nafas panjang. Ia kemudian lanjut berjalan ke taman bagian belakang rumah sakit. Dengan langkah cepat, Austin akhirnya sampai di taman belakang rumah sakit.  Matanya mulai mencari-cari apakah Andrea ada disana atau tidak. Dan akhirnya ia menemukan wanita itu tengah duduk di kursi taman rumah sakit, menghadap ke arah air mancur. Austin pun berjalan mendekati Andrea, ia bahkan tak peduli pada nafasnya yang terengah karena lelah berlari. "Andrea..." Ucap Austin sambil berjongkok di depan Andrea. Andrea awalnya terkejut, tapi ketika tahu jika itu Austin, ia langsung mengganti raut wajahnya jadi datar. "Apa yang kau lakukan di sini? Aku mencarimu kemana-mana tadi," Tanya Austin. "Memangnya kau peduli? Aku mau kemana pun itu bukan urusanmu!" Ucap Andrea tajam. "Tentu saja aku peduli. Mulai sekarang, kau adalah tanggung jawabku." Andrea hanya mendengus. "Ayo kita kembali ke ruanganmu," Ajak Austin. "Aku sudah membuatkan sup untukmu." "Tidak mau! Selera makanku sudah hilang!"  Menunggu Austin selama satu jam, tentu saja membuat selera makan Andrea hilang. Untuk itulah, ia memilih untuk duduk di taman karena bosan. "Tapi aku sudah memasakkan sup itu untukmu, Andrea." "Aku bilang tidak mau!! Kenapa kau memaksa?!" Sentak Andrea marah. "LALU KAU MAU BAGAIMANA?!!" Bentak Austin keras. Ia berdiri sambil menatap Andrea dengan nafas memburu. Rasa khawatir yang baru saja melandanya benar-benar membuatnya tak bisa menahan emosi lagi. Mendengar bentakan Austin, Andrea terkejut bukan main. Wanita itu memandang Austin dengan tajam. "Kau?! KAU MEMBENTAKKU?!" Andrea langsung berdiri dari duduknya, tapi sepertinya itu adalah sebuah kesalahan, karena sekarang perutnya kembali terasa keram. Andrea berpegangan pada lengan Austin, mencengkram erat lengan itu guna menahan rasa sakitnya. "Andrea...ada apa?" "Perutku...sakit!" Andrea menyandarkan kepalanya pada d**a Austin. Dan Austin langsung sigap mengusap punggung Andrea lembut. "Kita kembali ke ruang rawat ya?" Bisik Austin di samping telinga Andrea. Andrea mengangguk. "Iya," Perlahan Austin mulai menggendong Andrea menuju ruang rawat wanita itu. Ia kemudian membaringkan wanita itu di atas ranjang. "Apa masih sakit?" Tanya Austin sambil mengusap lembut perut Austin. "Sedikit," Andrea berbaring lemah sambil menutup matanya. Austin menghela nafas. Ini salahnya, coba saja dia bisa lebih mengontrol emosinya, Andrea tidak akan kesakitan seperti ini. "Maaf karena sudah membentakmu. Sekarang makan ya?" Andrea mengangguk lemah. Ia mulai memakan sup buatan Austin. Dan untung saja rasanya tak terlalu buruk.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN