Adelia tertunduk, air mukanya berubah. Matanya yang telihat sembab kembali meneteskan air matanya. Dia nampak sedang mencoba untuk tidak memperlihatkan kegusarannya dihadapanku meskipun itu adalah hal yang sia-sia. Aku yang berada dihadapannya saat ini terus terang saja tidak bisa berbuat banyak selain menggenggam sebelah tangannya. Aku selalu bingung menghadapi sesuatu yang berbau empathy. Tidak berarti bahwa aku tidak memilikinya sama sekali. Hanya saja rasanya itu jadi serba salah. Aku memang tidak pandai mengekspresikan sesuatu karena itu pada akhirnya emosiku yang mengambil alih. Aku yang tidak tahan akan situasi pada akhirnya merebut ponsel yang ada ditangan Adelia. Membuat sahabatku itu berpaling padaku dengan kaget. “Bella… hei, dengarkan aku! aku akan mengambil motor si Farell