Pura-pura Gay

1094 Kata
Dyler Zion Hazard (27) duduk di kursi kebesarannya dengan senyuman lebar di wajah, ia beberapa kali membolak-balikkan berkas di atas meja yang berisi tentang hasil kerja kerasnya selama ini. Beberapa proyek raksasa berhasil ia jalankan dengan baik hingga membawa kesuksesan pada bisnis keluarganya yang hampir bangkrut sejak sepuluh tahun yang lalu. Pria itu kini hanya hidup sebatang kara setelah ia ditinggalkan oleh kedua orang tuanya yang tewas karena keracunan makanan saat menikmati makan malam di salah satu Restoran mewah di Jakarta. Semenjak saat itu, Dyler selalu membawa beberapa Pengawal untuk menjaga dirinya dari para musuh yang ingin membunuh atau menjatuhkannya. Di antara semua Pengawal yang ia miliki, Dyler mempercayakan Lexon sebagai Pengawal sekaligus Asisten pribadinya, Lexon bukan hanya cerdas namun pria itu sangat ahli dalam bela diri dan penggunaan senjata api. "Bagaimana penyelidikanmu mengenai rubah tua itu?" tanya Dyler dengan nada suara khasnya. "Maksud Anda Tuan Richard?"jawab Lexon menelisik. Dylan mendesah menatap tajam ke arah Lexon. "Siapa lagi kalau bukan pria tua biadab itu," pekiknya. Lexon mendekati meja Dyler lalu menyerahkan map berwarna merah. "Apa ini?" "Baca saja Tuan," Dyler membuka map berwarna merah itu lalu membaca perlahan isi dari berkas yang ada di dalam map merah. Dyler menyeringai, terlihat jelas pria itu sangat bahagia. "Akhirnya pria itu hampir mendapatkan balasan atas perbuatannya di masa lalu," "Iya Tuan, Saya mendapat informasi dari seorang Informan terpercaya kalau Putri satu-satunya Richard Essel hampir mengalami pelecehan oleh Asistennya sendiri," "Lalu?" "Saat ini, Richard sedang mencari seorang Pengawal sekaligus Asisten untuk Putrinya, namun kini beliau mencari seorang Pria yang memiliki ketertarikan seksual yang menyimpang, beliau ingin Putri kesayangannya itu di jaga oleh seorang Gay," Dyler kembali tertawa, kini suara tawanya bahkan memenuhi ruangan yang dingin dan mencekam itu. "Aku tidak percaya, pria kejam sepertinya bahkan melakukan hal seperti itu, semakin tua dia pasti semakin bodoh!" ujar Dyler. Pria bertubuh tinggi dan tegap itu berjalan menuju ke arah jendela dan menatap keluar. "Saya akan kesana dan menyamar Tuan," ucap Lexon. "Tidak!" potong Dyler. "Apa maksud Tuan? bukankah Tuan Dyler berkata kalau kita akan mulai masuk ke keluarga Essel setelah proyek Hotel di Bali telah selesai, bukankah ini waktu yang tepat untuk mencari bukti dan pembalasan dendam Tuan Dyler atas kematian kedua orang tua Tuan," ujar Lexon. "Kau memang benar, ini adalah waktu yang tepat untuk masuk ke kediaman Essel, tapi bukan kau yang akan menyamar tapi aku," tegas Dyler dengan suara seraknya, ia bahkan mengepalkan kedua tangannya hingga menunjukkan urat-urat di tangan. "A-apa maksud Tuan, Tuan ingin menyamar menjadi Asisten Putri Essel," "Benar!" jawab Dyler singkat. "Ta-pi Tuan, bukankah Tuan tadi sudah dengar sendiri kalau mereka mencari pria Gay," cecar Lexon. "Lalu apa masalahnya? kau tau sendiri kan bagaimana selama ini aku menjalankan bisnis keluarga yang sudah di ujung tanduk ini, berbagai hal sudah aku lakukan, bukan masalah kalau hanya berpura-pura menjadi Gay," kekeh Dyler. Lexon mengangguk, ia masih belum percaya kalau Dyler akan turun tangan langsung menangani masalah balas dendam yang sudah ia idam-idamkan sejak 10 tahun yang lalu, selama ini Dyler menunggu saat yang tepat untuk masuk ke kediaman Essel dan membalas dendam pada Richard Essel yang ia anggap menjadi dalang hancurnya bisnis keluarga mereka sekaligus kematian kedua orang tuanya. Lexon menyerahkan sebuah berkas atas nama Jeff Andrew, seorang pria yang yang dulunya adalah seorang Petarung jalanan yang merupakan seorang Gay yang hilang tanpa jejak, tentu saja hal ini di manfaatkan oleh Lexon untuk menjadi identitas baru saat menyamar ke kediaman Richard Essel. "Jeff Andrew?" tanya Dyler dengan ujung alis yang menungkik. "Iya Tuan, identitas ini sangat tepat untuk Tuan," "Baiklah Lexon, kerja bagus Temanku," ujar Dyler menepuk bahu kiri Lexon. Kediaman Richard Essel. "Papa! kenapa Armand di pecat?" rengek Furi. Furina Izla Essel (23) merengek terus menerus di hadapan sang Papa, gadis cantik dan manja yang seumur hidupnya harus hidup dalam sangkar mewah itu terus menangis saat sang Papa memecat Asisten kesayangannya. "Sudahlah Furi, dia yang tidak ingin bekerja lagi, lagipula Papa rasa 3 tahun waktu yang tepat untuk seseorang berhenti bekerja, dengan Asisten baru kau bisa mendapat teman baru," tegas Richard sebelum keluar dari kamar Putrinya itu. Setelah keluar dari kamar Putrinya itu, Richard yang sejak tadi menahan kesal mengingat nama Armand mengepalkan kedua tangannya. "Tuan Richard, apa anda baik saja?" tanya Vicky, Asisten Richard. "Armand si b******n itu sudah kau bereskan?" umpat Richard. "Sudah Tuan," jawab Vicky. Richard tidak berani mengatakan pada putri kesayangannya tentang kejadian sebenarnya mengenai Asisten Furina yang di pecat karena takut Furina shock dan trauma, Armand tertangkap basah mencoba ingin mengintip Furina saat mandi, syukurnya seorang Asisten rumah tangga yang sedang ingin beberes kamar menangkap basah Armand dan langsung melapor pada Richard. Richard menghela nafas mencoba mengatur emosinya, ia harus kembali ke ruang kerja untuk menandatangani beberapa berkas sekaligus mengecek beberapa pekerjaan yang sempat ia tunda karena sempat setres memikirkan Furina yang hampir di lecehkan. "Kalau begitu segera cari pria yang bisa bela diri dan memiliki kemampuan untuk mengatur jadwal kegiatan Furina, seperti yang aku katakan, carilah Gay!" "Siap Tuan!" ujar Vicky. Kini pria paruh baya yang menggunakan kacamata itu masih terlihat tampan meskipun usianya sudah menginjak 50 tahun, dengan tenang Richard masuk ke ruang kerjanya di ikuti oleh Vicky yang usianya tak berbeda jauh dari Richard, itu karena Vicky adalah teman kecil Richard yang sudah bertahun-tahun mengabdi padanya. Sedangkan Furina masih begitu sedih karena kini ia tak punya teman bicara lagi, biasanya saat seperti ini ada Armand yang selalu mendengarkan celotehannya. Furina gadis cantik yang memiliki kulit seputih s**u, matanya bulat berwarna coklat dengan hidung kecil dan bibir sedikit mungil, wajahnya itu selalu terlihat seperti gadis SMA, namun tubuhnya cukup tinggi dengan bentuk tubuh yang cukup proporsional karena beberapa bagian seperti p******a dan bokongnya terlihat cukup berisi karena Furina memang sangat suka berolahraga. Hal itu terjadi karena Furina lebih sering melakukan aktivitas di rumah, ia tidak boleh pergi ke sembarang tempat tanpa pengawasan ataupun izin dari sang Papa. Karena itu, Furina tidak memiliki teman kecuali Stevia, sayangnya sekarang Stevia sedang berada di luar negeri karena sedang mengikuti study tour dari Kampus. "Aku sangat bosan! aku benci hidupku yang monoton ini, kenapa Papa memperlakukan ku seperti tawanan, aku bahkan tidak bisa menempuh pendidikan seperti anak lainnya, aku sangat iri pada Stevia," lirih Furina. Furina sejak kecil memang mendapatkan pendidikan dengan home schooling, Richard tidak pernah mengijinkan Furina untuk sekolah seperti anak-anak pada umumnya. Namun Furina tak lagi mengeluhkan hal itu, ia sudah pasrah dengan banyaknya peraturan sang Papa, ia yakin itu semua terjadi karena kasih sayang Papanya yang begitu besar. Tetapi semenjak kepergian Armand, entah kenapa Furina memiliki keberanian untuk memberontak pada sang Papa meskipun itu hanya di dalam hati.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN