Setelah mengetahui tentang Alara, Angkasa menjadi semakin tertarik untuk mengorek informasi tentang Alba Pictures.
Ternyata Alba Pictures satu di bawah naungan Alba Grup yang merupakan milik Bagaskara. Dan itu adalah laki-laki yang Angkasa lihat semalam bersama Alara.
Angkasa terus mencari informasi tentang keluarga Bagaskara. Selain mendengar berita tentang perseteruan dengan istri muda nya, Angkasa tidak mengetahui apa pun tentang keluarga Bagaskara.
Keluarga itu sangat menjaga privasi, bahkan tidak mempublikasikan siapa keluarga intinya.
Kini Angkasa bersama Gania bersama-sama pulang ke Surabaya, setelah mengurus beberapa pekerjaan. Mereka menumpangi pesawat kelas bisnis.
Di atas awan, Gani merasa kedinginan, merangkul satu lengan Angkasa sambil menyandarkan kepala ke bahu menempel erat.
Gania mengeluarkan handphone nya dari dalam tas, sedikit mengulurkan satu tangannya ke depan sambil mengambil pose mesra selayaknya pasangan suami istri romantis lalu mengunggahnya ke akun sosial media dengan caption “with my love”.
Baru saja lima menit Gania memposting fotonya dan Angkasa sudah dibanjiri like dan komentar dari teman-teman mereka.
Sebagian banyak dari mereka memberi selamat atas pernikahan mereka dan mengirim doa-doa yang baik.
Begitu juga dengan Alara yang sedang duduk bersandar di kursi tunggu sebuah klinik rumah sakit menunggu sang papa selesai diperiksa. Ia menyempatkan menekan love pada postingan Gania. Tangan Alara bergerak lincah scroll komentar-komentar, bibirnya menyeringai.
“Nikmatilah kebahagiaan kalian sekarang, selagi masih bahagia. Tapi … kita lihat saja nanti, apa kebahagiaan kalian akan bertahan? Hal yang didapatkan dengan cara tidak baik maka akan hilang dengan cara yang sama,” ucap Alara.
Alara beranjak akan membeli air mineral saat merasakan haus, tapi secara bersamaan seorang pria berjalan berlawanan arah dengannya hingga mereka bertabrakan.
Alara mengepalkan tangan saat melihat siapa yang ada di hadapannya. Nares, selain sebagai orang kepercayaan Angkasa, dia juga lumayan dekat dengan Alara selaku istri temannya.
Bahkan Alara selalu bertanya apa pun tentang Angkasa jika ada pekerjaan di luar kantor, begitu juga ketika Alara curiga saat Gania bersama mereka di Bandung beberapa bulan yang lalu.
Alara berpuluh-puluh kali menelepon Angkasa tapi tidak menjawab, begitu juga dengan Gania, selaku sekretarisnya, juga tidak aktif. Tujuan Alara selanjutnya tidak ada lagi selain Nares.
“Nares, apa kamu tahu Mas Angkasa sedang di mana? Aku sudah mencoba menelepon, tapi tidak diangkat.”
Meski pun tidak melihat wajahnya secara langsung, Alara tahu kalau Nares sedang panik, suaranya bergetar dan dia seperti terburu-buru berjalan.
“Al … lara. Aku dan Angkasa ….”
Bukan hanya itu saja, tapi dari suara di belakang Nares, Alara mendengar suara Gania yang tertawa terbahak bahak seperti sedang menahan kegelian, bahkan ada suara Angkasa.
“Ampun nggak, kamu nakal ya hem….”
“Iya ampun … ampun, aku tidak akan mengulangi lagi….” Jerit Gania sambil tertawa terbahak-bahak. “Lepaskan tanganmu dari sana, aku tidak tahan lagi, Ang—”
“Settt….”
Setelah Nares berdesis Alara tidak mendengar apa pun lagi dari dalam telepon. Hanya ada Nares yang sedikit tenang dari sebelumnya.
“Halo Alara? Kamu masih di sana?” tanyanya.
“Iya,” jawab Alara cekak bibirnya tercekat setelah mendengar suara Gania dan Angkasa. “Ka-mu sedang bersama Mas Angkasa dan mbak Gani?”
“Tidak, aku sekarang lagi di luar, maaf kalau sedikit berisik. Angkasa dan Gania sedang meeting bersama para investor.”
“Kamu yakin sedang tidak bersama mereka sekarang?” suara yang didengar Alara sama persis dengan Angkasa dan Gania.
“Kenapa kamu tidak percaya denganku? Alara, kamu cemburu? Kamu tenang saja, jangan berpikirankan yang macam tentang mereka berdua. Angkasa dan Gania mereka di sini hanya professional kerja. Dan, di sini juga ada aku, kan? Aku bisa kamu percaya, karena akan menyampaikan padamu jika mengetahui hal-hal yang tidak beres.”
Alara merasa tenang, sejak saat itu dia sedikit lega saat Angkasa dan Gania pergi keluar kota, sebab membawa Nares bersama mereka. Namun, siapa sangka kalau Nares pun ikut kerja sama membantu mereka untuk mengkhianati Alara yang sedang di rumah. di lihat dari foto-foto unggahan pernikahan mereka, Nares lah orang yang paling bahagia di antara teman-teman Angkasa yang lainnya.
Sekarang keduanya saling menatap penuh kebencian, Alara sangat muak dengan laki-laki munafik seperti ini. bahkan sekarang tanpa rasa bersalah mengambil obatnya yang jatuh kemudian menyeringai.
“Setelah Angkasa menikah dengan Gania, tenyata kamu di sini? Kupikir kamu lebih baik tinggal di sana bersama mereka, ya lumayan, hitung-hitung bisa numpang tinggal dan makan geratis. Dari pada kamu hidup lontang lantung tidak jelas,” ucap Nares dengan tatapan mengejek.
Alara mengepalkan kedua tangannya, menahan kesal. “Mendapatkan apa kamu, setelah membantu membuat mereka Bersatu?” tanya Alara berani.
“Kamu bertanya padaku, mendapat apa?” Nares menyeringai lagi, mencengkeram lengan Alara kemudian menarik untuk lebih mendekat padannya.
Kali ini topeng Nares terbuka, cowok berpakaian casual memakai anting di telinga kirinya itu menatap Alara benci. “Setidaknya sebagai seorang teman mereka berdua, aku mendapatkan kebahagiaan yang luar biasa, bahkan nggak bisa diukur dengan uang. Aku senang, setelah Angkasa menikahi Gani mereka hidup bahagia setelah kamu menghalangi bertahun-tahun, Gani lebih baik, dari pada menikah dengan Perempuan seperti kamu, Perempuan yang dipungut dari panti asuhan, manja, cemburuan tidak tahu diri.”
Alara menggerakkan gigi geram. “Aku beruntung bisa keluar dari lingkaran manusia seperti kalian. Dan secepatnya aku akan mengakhiri hubungan dengan Angkasa. Kamu, benar, aku tidak seharusnya menghalangi cinta mereka. Karena yang buruk akan lebih baik bersama yang buruk. Sedangkan aku terlalu berharga jika hidup dengan mereka,” balas Alara menohok.
“Perempuan seperti kamu Cuma modal cinta. Pasti hanya kata-kata manismu saja yang kamu jadikan senjata untuk merayu pria lain, untuk membantu biaya kehidupanmu sehari-hari, kan?”
“Apakah benar semua yang kamu ucapkan? Jangan sampai kamu membekap mulutmu sendiri saat aku mengatakan siapa aku.”
Nares menertawakan ucapan Alara. Mengguncang guncang tangannya kasar. “Kamu sedang berhalusinasi? Mau menunjukkan diri sebagai apa?” mendorong tubuh kasar, hingga membuat Alara hampir saja terjatuh ke lantai kalau tak berpegangan dengan dinding.
“Kenapa kamu berubah kasar begini sekarang?” tanya Alara.
“Karena aku sudah muak terus berpura pura di depanmu. Selama ini aku dan Gania adalah teman baik, aku baik padamu supaya membuatmu percaya, kalau Angkasa dan Gania tidak ada apa-apa, saat mereka sedang berduaan.”
“Berengksek kamu Nares! Sifatmu tidak jauh beda dengan Gania, pantas kalau kalian disebut circle penghianat!”
Nares tidak peduli dengan ucapan Alara, dia melenggang pergi sambil tersenyum sinis.
“Anak dari pasien bernama Pak Ares Bagaskara....” teriak suster dari depan ruangan dokter Jantung yang tak jauh dari sana.
Nares menahan kakinya saat mendengar nama Ares Bagaskara disebut, dia penasaran siapa anak yang dimaksud perawat itu. Nares menoleh ke belakang tanpa berbalik, ia tercengang saat melihat ternyata Alara mendekat ke ruangan Dokter.
Nares menaikkan satu alisnya saat Alara benar-benar masuk ke dalam ruangan itu. Selama ini yang Nares tahu, Alara adalah Perempuan yang berasal dari panti asuhan. “Ah, mungkin saja yamg disebut perawat tadi adalah nama dari orang lain, tidak mungkin itu Pak Ares Bagaskara pengusaha terkenal itu mempunyai hubungan dengan Alara, walau hanya sebatas mengenal.”