Memang Sekaya itu?

1119 Kata
"Kita harus berhasil mengalahkan Alba Pictures, jangan sampai film kita kalah di pasaran. Dan kali sebelum dia mengajukan proposal kerja sama dengan Tuan Bima." Angkasa sangat membenci Alara, dengan cara yang digunakan selama ini. "Kamu tenang saja, Angkasa, aku sudah menyuruh orang. percayakan saja sama dia, urusan kita akan beres," ucap Nares sambil tersenyum miring. Angkasa ditemani Nares sedang ada pertemuan dengan memilik dealer mobil, untuk menjalankan kerja sama. Perusahaan tersebut sepakat untuk mensponsori film terbaru Cahaya Pictures untuk kebutuhan properti syuting. “Terima kasih atas kerja samanya, Tuan, baiklah, sampai jumpa di lain kesempatan,” ucap Angkasa pada laki-laki mudah yang sepantaran dengannya. “Ya, sama-sama. Sampai jumpa di gala premiere film Anda.” Angkasa tersenyum, satu tangannya berada di dalam saku celana, sedangkan satu lagi menjabat orang-orang yang lain berdiri di sana. “Alangkah baiknya, kalau menyantap dulu hidangan yang sudah disajikan, sayang sekali kalau hidangan ini tidak dimakan,” ucap Bima—pemilik dealer mobil yang cukup terkenal karena masuk jajaran salah satu orang terkaya di negeri ini. Karena tidak enak, Angkasa menerima tawarannya, dia duduk di samping Nares menyantap hidangan yang sudah disediakan oleh pihak restoran Jepang tersebut. Saat sedang menikmati hidangan, tiba-tiba seorang laki-laki paruh baya, menghampiri mereka, menyapa Bima cukup akrab. “Pak Aldrick, apa kabar?” tanya Angkasa langsung berdiri menyapa. “Ah, Angkasa? Ahirnya setelah satu tahun kita ketemu juga, kabar saya baik, kamu sendiri bagaimana sekarang? Sepertinya sukses ini?” “Iya, saya seperti ini tak luput dari bantuan bapak.” Angkasa berbincang akrab dengan Aldrick, yang merupakan mantan komisaris direktur Cahaya Pictures, saat Angkasa masih menjabat sebagai manager. Akibat salah satu anaknya tersandung kasus obat-obatan terlarang, Aldrick mengalami kebangkrutan telah menjual seluruh sahamnya pada Nyonya Farsya Wilson yang menjabat sebagai komisaris Direktur Cahaya Pictures saat ini, atau pemilik saham terbesar di perusahaan rumah produksi tersebut yang dijalankan bersama Angkasa yang saat ini menjadi produser sekaligus direktur yang memiliki saham 15%. Sekarang Angkasa dan Tuan Aldrick hanya berdua saja, berjalan keluar restoran sambil berbincang hangat. “Bagaimana perkembangan Cahaya sekarang? Saya dengar semakin maju?” “Iya, Pak, syukurnya saya bisa memegang posisi ini dengan benar, hingga membuat Farsya mempercayakan pada saya sepenuhnya tentang perkembangan Cahaya.” Aldrick manggut-manggut paham berjalan santai sambil melipat kedua tangan ke belakang pinggang. “Lalu, bagaimana kabar istri kamu? Saya juga sudah lama sekali tidak bertemu dengannya.” Angkasa menaikkan satu alisnya. “Istri?” “Ya istri kamu. Alara Fallis.” Angkasa bingung sendiri dengan ucapan Tuan Aldrick. Pasalnya dia menanyakan Alara, yang jelas-jelas selama ini mereka tidak pernah bertemu. “Bagaimana pak Aldrick bisa tahu, kalau istri saya bernama Alara Fallis? Bahkan saya belum pernah memperkenalkan dia dengan Anda?” Jujur, saat ini Angkasa sangat tidak suka nama Alara disebut, karena dia sangat membencinya. Aldrick tersenyum sambil terkekeh. “Jadi tentang kerja sama kami dulu, Alara tidak pernah memberitahu kamu sampai saat ini?” Membuat Angkasa semakin bingung dengan apa yang terjadi. Selama ini yang dia tahu, Alara adalah perempuan rumahan, waktunya dihabiskan bersih-bersih, masak dan menjaga Yara setiap hari. “Bisakah ceritakan apa yang terjadi sebenarnya, Pak Aldric? Jujur, Alara selama ini tidak terbuka pada saya, jadi saya tidak tahu apa yang dia sembunyikan.” *** Tuan Aldrick pun mulai bercerita, Satu setengah tahun yang lalu, di saat hujan turun begitu lebat membasahi kota Surabaya, Alara datang menemui Tuan Aldrick membawa payung ke salah satu restoran ternama. Alara memperkenalkan diri sebagai istri Angkasa, seorang manager di perusahaan tersebut pada saat itu. “Saya mendengar kalau Tuan Aldrick ingin menjual saham di perusahaan Cahaya Pictures, kan?” tanya Alara. “Iya benar.” “Saya akan membeli saham sebanyak lima belas persen di perusahaan itu, tapi saya ingin menjalin kesepakatan dengan Tuan Aldrick.” “Boleh silahlan, kesepakatan apa yang kamu inginkan?” “Saya ingin Tuan naikkan jabatan suami saya, Angkasa menjadi direktur, tanpa dia tahu kalau dia memiliki saham di sana karena saya telah membantunya. Tuan naikkan saja jabatannya dengan alasan karena kerja kerasnya dia berhak mendapat itu.” Antara Alara dan Aldrick pun menyepakati seluruh perjanjian yang mereka buat, Alara mengatas namakan nama saham tersebut dengan nama Angkasa tanpa sepengetahuannya. Hingga Aldrick yang dirasa kini tidak ada keterikatan lagi dengan Cahaya Pictures, bisa bebas menceritakan tentang kejadian 1,5 tahun lalu. “Jadi saham lima belas persen yang saya miliki di Cahaya Pictures karena bantuan dari Alara, Pak?” Aldrick mengangguk membenarkan, ternyata pria paruh baya itu berkerja sama dengan Alara tanpa sepengetahuan Angkasa. “Beruntung sekali kamu memiliki istri seperti dia, selain sederhana dia juga mempunyai pemikiran yang matang untuk kamu.” Angkasa yang baru mengetahui hal itu sangat syok, bahkan dia tidak bisa berkata-kata lagi. Ternyata istri yang selama ini dia anggap sebagai beban sering sakit-sakitan ikut andil besar atas naiknya jabatannya? “Mana mungkin? Saya tidak yakin dia bisa melakukan itu, Alara tidak memiliki apa pun, Tuan.” Rasanya sangat sulit dipercaya. “Tidak Angkasa, dia sangat mampu, dia waktu membeli makanan juga langsung total keseluruhan tanpa menunggu,” jelas Aldrick. Angkasa membatim dalam hati menertawakan perkataan Tuan Aldrick. pria tua ini pasti hanya mengada-ada, dan Angkasa memaklumi, mungkin karena banyak tekanan dalam hidup membuat tuan Akdrick hilang ingatan. Alara membeli saham lima belas persen? Angkasa menyeringai. Mana mungkin, seorang perempuan seperti Alara bisa mengumpulkan uang milyaran? bahkan uang sehari hari untuk belanja saja selalu menengadahkan tangan pada Angkasa. Tapi mungkin saja, Alara mendapatkan uang diam- Angkasa menyeret kakinya pulang ke rumah, dengan perasaan hampa, duduk di sofa di ruang tengah sambil merenung meraup wajahnya. Melihat Yara sedang bermain dengan baby sitternya. Rambut kriting anaknya itu tampak lusuh seperti tak terawat, sangat berbeda dengan pada saat dulu dengan Alara, putrinya kecilnya selalu terlihat rapi dan wajahnya segar. Semenjak kepergiaan Alara, hari-hari Yara sering murung tidak seceria dulu, Angkasa tahu penyebabnya dan dia pikir seiring berjalannya waktu Yara akan terbiasa tanpa Alara di sampingnya. Tapi ternyata Yara tidak bisa menyesuaikan diri dalam lingkungan yang baru. Saat Angkasa melamun, Nares berbadan tinggi hampir sama dengan Angkasa itu menghampiri tepat di sampingnya duduk. “Angkasa, saya mau menyampaikan informasi, kalau dua hari adalah persidangan putusan perceraian mu dan Alara. Dan besok kamu harus datang ke Surabaya untuk mediasi.” “Jadi Alara sungguh-sungguh mengajukan perceraian ke pengadilan?” Angkasa tersenyum getir. Setelah apa yang terjadi belakangan ini, Angkasa berubah pikiran, tidak ingin menceraikan Alara. bahkan melihat Yara di depannya senyumnya semakin lebar. “Surat sudah di pengadilan, itu berarti tinggal menunggu keputusan hakim hingga kemungkinan kalian resmi bercerai.” Angkasa mengepal. Alara benar-benar keras kepala. “Alara adalah perempuan tidak beres. Bahkan kemarin aku melihat dia sedang berada di rumah sakit bersama Bagaskara. Aku yakin, Alara memanipulasi, dia merayu laki-laki tidak perduli tua, yang penting buat dompetnya bahagia," ucap Nares.

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN