Ceraikan Aku, Mas!

1317 Kata
Sampai jam 08:30 bahkan Angkasa belum pulang. Bukannya menuntaskan masalah yang ada, laki-laki itu justru menghindari masalah. Merasa perih di bagian perut, Alara meminum obat dari klinik sesuai anjuran Dokter. Supaya mengurangi rasa nyeri yang naik ke dadanya. Napas Alara juga semakin sesak. Rasa sakitnya tak kunjung hilang, Alara menambah jumlah tablet obat lagi meminum sembarangan, hingga melebihi dosis. Angkasa baru saja sampai ke rumah langsung menghampirinya mencekal kedua tangan. “Jangan gila, Alara! Kamu sudah berlebihan minum obat!” cegahnya. “Kalau ini bisa menghilangkan rasa sakitku, kenapa tidak?! Lepaskan aku!” Alara memaksa memasukkan obat ke dalam mulutnya. “Jangan begini, Alara, kalau terjadi apa-apa bagaimana?” “Terjadi apa yang ditakutkan, Mas? Semua sudah terjadi, semua sudah hancur! Kamu mengkhawatirkan sakit tubuhku, itu mungkin bisa hilang dengan banyak obat yang aku minum, tapi gimana dengan rasa sakit di perasaanku, Mas?” Ia menarik tangannya kasar, mencengkram ukiran atas sandaran kursi makan menatap tajam Angkasa. “Alara.” Angkasa mendekati lagi. “Terbuat dari apa perasaan kamu, Mas? Kenapa sampai begini, hem? Untuk membangun rumah impianmu bersama Gani, kenapa kamu harus menjadikan aku rumah persinggahanmu?” Alara duduk di kursi, menelungkupkan kepala, dalam rumah yang biasanya dipenuhi keceriaan itu sekarang menjadi sunyi. Dengan penampilan kacau, memakai kemeja hitam yang digulung sampai siku Angkasa duduk bersebrangan meja makan melihat Alara. Makanan yang dimasak tadi sore untuk merayakan annyversery mereka masih berjejer sempurna. Semua sia-sia. “Aku minta maaf, Alara.” “Sayangnya, memberi maaf tidak semudah kamu mengucap maaf, Mas.” Alara mengangkat kepalannya saat mendengar suara langkah kaki Gania, dia tidak mengira kalau perempuan itu datang ke mari, mencampuri urusan keluargannya. Rupanya semalam Angkasa tidak pulang ternyata besama Gani. “Alara, aku tahu kamu benci denganku, tapi aku sekarang tidak mau menutupi lagi, tentang perasaan kami berdua. Kami sama-sama saling mencintai sejak empat tahun yang lalu, dan aku cukup sabar melihat kamu berperan jadi istrinya, sekarang saatnya kami menikah, tolong jangan halangi lagi, aku tidak keberatan kalau kamu masih menjadi istri Angkasa. Aku tahu, kamu adalah perempuan yang berasal dari panti asuhan, yang tidak jelas asal-asulnya dan kamu juga tidak memiliki siapa-siapa kecuali Angkasa. Oleh karena itu, sebagai balas budi, kami tetap membiarkan kamu tinggal di sini masih berstatus sebagai istri Angkasa, iya, kan, Sayang?” tanya Gani. Angkasa langsung mengangguk. Sebegitu lemahnya Alara di mata mereka, bahkan mereka menganggap kalau Alara tidak memiliki siapa-siapa, Angkasa tidak tahu kalau selama ini kesuksesannya adalah tidak luput dari campur tangan Alara. Alara menarik napas panjang berdiri di antara mereka berdua. Kemudian masuk ke kamar membawa surat memberikan pada Angkasa. “Aku mau cerai, Mas. Silahkan tanda tangan.” Gurat terkejut terlihat jelas di wajah Angkasa, tetapi lelaki itu menutupi dengan seringai tipis dari sudut bibir. Dia seolah ingin menertawakan ucapan Alara yang sudah tidak tahan lagi dengannya. “Cerai?” tanyanya sambil menyeringai, bahkan Gania ikut meremehkan Alara. “Cerai kamu bilang? Kamu pikir kamu bisa apa, kalau aku mewujudkan kemauanmu itu? Jangan menggertakku seperti itu, Alara. Karena aku nggak akan meninggalkan Gania walau kamu mengancamku.” Terang-terangan Angkasa memeluk Gania dari samping, saling menatap dari keduanya saling memancarkan rasa cinta yang begitu besar, tanpa memikirkan perasaan Alara. Alara mengepalkan kedua tangan di samping tubuhnya. “Kalian mau menikah, kan? Maka ceraikan aku, Mas. Beres, kan? Cinta kalian nggak akan ada lagi yang menghalangi, kalian bisa hidup bahagia tanpa ada aku. Ucapanku sangat serius.” Angkasa terkekeh. “Alara, Alara... apa kamu amnesia, kamu itu berasal dari mana? Kamu dari panti asuhan, wanita yang tak perpendidikan, selalu mengandalkan suami, kamu dalam hal apa pun, sangat berbanding balik dengan Gani, perempuan pintar, mandiri dan dia juga punya karier yang cemerlang, dia berasal dari keluarga terhormat. Sombong banget kamu, mau minta cerai, Alara? Kalau tidak menikah denganku kamu itu Cuma anak haram penunggu panti asuhan! Makanya aku berbaik hati membiarkan kamu tinggal di sini tetap menjaga Yara.” Alara menggebrak meja seiring dengan lembaran kertas di tangannya, tidak terima direndahkan. “Lebih baik aku tinggal dengan gelandangan, dari pada harus tinggal bersama orang-orang racun seperti kalian yang semakin lama akan membunuhku! Aku akan membawa Yara ke mana pun, aku tidak akan membiarkan dia tinggal dengan orang-orang tidak punya otak seperti kalian!” “Yara itu anak kami, jelas kami yang berhak mengasuhnya!” celetuk Gani membuat Alara menoleh tercengang bahkan tidak berkedip. “Kebohongan apa lagi ini? Apa benar Yara anak kalian berdua, Mas?” tanya Alara. Hatinya seperti dihujam paku bertubi-tubi, menimbulkan rasa perih yang cukup hebat. “JAWAB, MAS!” teriaknya. Angkasa mengangguk. “Yara adalah alasan utama aku menikahi kamu, Gani hamil dan orang tuannya tidak ingin menikahkan kami sebelum dia lulus kuliah. Untuk menjaga nama baik Gani dan keluargannya maka aku menikahimu untuk jadi ibu pengasuh Yara bersama kita, biar tidak ada pandangan buruk dari masyarakat karena keluarga Gani adalah keluarga terpandang.” “Kalian berdua hebat banget... sangat hebat, kalau ada pemilihan sutradara terbaik kalian pasti akan menang. Tapi sayangnya, hanya menjadikan aku sebagai pemeran figuran!” “Tidak perlu berteriak Alara, kamu bisa membuat Yara mendengar dan takut!” bentak balik Angkasa. “Aku memberikan tawaran yang bagus banget buat kamu, jika kamu membatalkan gugatan itu, tidak akan kekurangan harta, dan kamu juga bisa terus bersama Yara selama-lamanya. Ini penawaran yang terakhir kali, Alara.” Alasan Angkasa mempertahankan Alara adalah untuk menjaga citra biaknya di depan para investornya. Jika dia dan Alara bercerai lalu dia menikah dengan Gani, maka pandangan dan pikiran negatif akan tertuju pada mereka, dan akan berdampak ke pembatalan investasi ke perusahaannya. “Kalau kamu masih bertahan jadi istriku aku akan memberikan apa pun yang kamu inginkan, Alara.” “Aku nggak butuh apa pun! Kebohongan kalian saja sudah menjadi bukti, bagaimana jahatnya kalian, lalu kenapa aku harus tetap bertahan di sini bersama kalian? Aku, tetap ingin bercerai. Sendiri lebih baik dari pada harus bersama pembohong selamanya!” Alara kekeh menyodorkan surat perceraian berharap Angkasa segera menandatangani. Namun hal itu justru menyulut emosi Angkasa, dia merobek kertas itu lalu . secara kasar telapak tangannya menggapai pergelangan tangan Alara. Tatapannya berapi-api, tidak suka jika membahas perceraian, sebab nama perusahaan dipertaruhkan. "Apa kamu pikir aku tidak tahu sikap kamu di belakang? Masalah ini pasti kamu jadikan kesempatan untuk berpisah denganku, karena aku tahu selama ini diam-diam kamu menemui seorang laki-laki tanpa seizinku. Kamu punya selingkuhan di luar sana, ada banyak bukti foto kamu tidak bisa mengelak." "Iya aku juga sering mendapatkan informasi, kalau kamu diam-diam menemui laki-laki. dan sekarang, sikap kamu seolah paling tersakiti?" sambung Gani ikut mengompori. Padahal mereka hanya salah paham, orang yang Alara temui diam-diam adalah kakak kandungnya sendiri, yang dia mintai tolong supaya membantu Angkasa. Tapi, tak ada gunanya menjelaskan pada mereka, sebab Alara menutupi identitas aslinya selama ini. “Lepasin aku, Mas!” Namun Angakasa tidak mengindahkan. Dia menarik tangan Alara menuju kamar. “Jangan terlalu sombong, Alara. Karena Aku tak akan menceraikanmu. Kamu akan tetap jadi istriku. Tidak akan bisa bersama pria selingkuhan kamu itu!" “Biarkan aku pergi, Mas! Aku tidak mau tinggal di sini, aku tidak mau serumah dengan laki-laki jahat seperti kamu! Lepaskan aku!” Alara memberontak dengan seluruh tenaganya, tapi dia tetap kalah dengan Angkasa yang terus. menarik Alara hingga di depan kamar. “Ceraikan aku saja, Mas. Aku tak kau jadi istrimu!” “Diam!” bentak Angkasa, Setelah tiga tahun menikah bahkan teriakan itu adalah paling kencang. “Masuk ke dalam!” Lelaki itu menarik kasar, memasukkan Alara ke dalam kamar lalu menguncinya rapat. “Aku tak akan membiarkan kamu keluar, sebelum acara pernikahanku dengan Gani selesai!” “Buka... pintunya! Aku mau keluar, biarkan aku pergi, aku mau pisah sama kamu!” Alara memukul-mukul pintu dari dalam. Tapi hasilnya nihil. Bahkan asisten rumah tangga yang baru datang tampak kebingungan. Dia telah diancam oleh Angkasa untuk tidak membukakan pintu selain perintah darinya. Angkasa pergi tidak peduli dengan gedoran pintu kamarnya, bahkan dia justru pergi bersama Gania untuk mempersiapkan pernikahan mereka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN