6. Timbal Balik

1226 Kata
Sinar mentari pagi menyilaukan mata kecil Kayna yang masih terpejam rapat. Deringan alarm yang bergema di telinganya pun seakan menjadi sebuah lagu penghantar tidur. Sama sekali tidak terusik akan merusak dari suaranya. Sayup-sayup suara lalu-lalang di lorong kamar bergemeletuk pelan, benturan antara sepatu dan lantai marmer yang begitu nyaring. Namun, Kayna seakan tidak menyadarinya bahwa ia akan bangun terlambat pagi ini. Melupakan kelas pagi yang akan menjalankan beberapa jam lagi. Padahal ia sudah masuk pada Velly untuk menunggu dirinya di halte kampus agar bisa masuk bersama. Akan tetapi, karena ulah Kayna sendiri akhirnya perempuan itu tidak sadar. Bahkan teman sekamar yang semalam ia bawa pun sudah tidak ada lagi di tempat, menyisakan selimut rapi dan bantal empuk yang tersandar. Bau kopi menyeruak di seisi kamar, membuat Kayna mengerutkan dahinya bingung. Bau gosong sekaligus wangi kopi muncul bersamaan di indera penciumannya. Bahkan ia sempat mengendus-ngendus mencium bau yang semakin pekat. Akhirnya, Kayna pun menyerah. Dengan mata setengah terpejam Kayna bangkit dari tempat tidurnya sambil mencepol asal surai kecokelatan sepinggul itu. Suara gesekan sandal itu terdengar keras, menandakan pemilik belum benar-benar terbangung. Mulutnya yang menguap lebar pun tidak dirinya pedulikan sambil sesekali menggosok matanya yang terasa sangat berat. Namun, saat Kayna mau membuka mata tiba-tiba membuka lebar nan terbuka menyambut penglihatannya, membuat wanita mungil berpiyama biru terkejut dan spontan memundurkan langkahnya. “Siapa lo !!!” seru Kayna kuat sambil menahan kuda-kudanya. Mendengar seruan itu pemilik langsung membalikkan tubuhnya. Melihat perempuan mungil yang baru saja meneriaki dirinya. “Nih, minum dulu biar cepat sadar,” titah Faray menyerahkan segelas air mineral kepada Kayna. Sedangkan Kayna yang baru saja tersadar kalau itu Faray pun tersenyum kikuk sambil menerima segelas air mineral itu dan membawanya ke arah meja makan kecil yang ada di sudut ruangan. “Ngomong-ngomong makasih ya. Lo udah repot repot-repot repot-repot gue nginep di sini, ”ucap Faray tulus. Akira menandaskan segelas airnya dan mengangguk singkat. “Semalam gue ketemu lo di bar , Kak. Baru mau gue tanyain lo malah udah pingsan duluan. ” Faray menggaruk tekuknya yang tidak gatal. “Gue emang suka pingsan mabuk. Tapi, gue enggak ngapa-ngapain lo kan semalam? ” “Enggak kok, sampai di sini lo langsung tidur. Tadinya, mau gue buatin makan, tetapi lo Muntah, jadinya gue kasih air madu hangat. "Kayna meraih selembar roti yang ada di atas mejanya. Selalu tersedia saat Kayna malas memasak. “Gue semalam muntah?” tanya Faray terkejut. Wajah kesal Kayna mulai terlihat. “Iya, Kak. Muntah semalam sampai-sampai gue enggak bisa tidur. ” Rasa layanan mulai menyusup dalam rongga d**a Faray. Baru kali ini ia muntah ketika mabuk, terlebih dahulu pada seorang maba yang pernah lupa dirinya, tolong. Untung saja bukan wanita-wanita yang dikenalinya, bisa membuntut panjang kalau mengarang cerita dirinya menghamili wanita itu. “Oh ya, lo ada kelas kan pagi ini?” tanya Faray memecahkan keheningan. Seketika Kayna baru teringat kalau sekarang dirinya berjanjian dengan Velly. “Mampus! Udah jam 7 dan gue sama sekali belum mandi. ” “Mandi aja, gue udah tadi. Tadinya gue mau bangunin lo, tetapi ngelihat lo lelah banget dan gue juga enggak tega. Masih sempat untuk lo sarapan, baru berangkatnya bareng gue aja biar lo enggak terlambat banget, ”ujar Faray sambil melenggang pergi ke arah dapur kecil. Ia akan membuatkan sarapan untuk Kayna. Meskipun sederhana, cukuplah untuk mengganjal perut hingga siang hari. Kayna mengangguk pelan, lalu melenggang pergi meninggalkan Faray yang sibuk dengan kompor gas. Walaupun sedikit canggung, Kayna berusaha agar dirinya tidak terlalu kikuk, mengingat bahwa Faray adalah katingnya. Seorang lelaki yang sering satu atap dengan perempuan, sedangkan dirinya saja belum pernah. Bahkan untuk membawa lelaki pun harus mengumpat kali. Sebab, ibunya sangat tidak memperhatikan Kayna terlebih dahulu. Suara gemericik air membuat Faray sedikit terusik, apalagi kini dirinya tengah berada di kamar seorang perempuan polos. Tahu bahwa Kayna bukan seperti wanita lainnya, karena sikap kikuk perempuan itu tampak jelas di penglihatannya. Namun, Faray buru-buru mengudir pikiran jahat yang menghantuinya. Sepiring nasi goreng telah siap di meja makan, membuat Faray tersenyum geli. Baru kali ini dia memasak sarapan untuk seorang perempuan. Apalagi ini adalah Kayna, perempuan yang sama sekali bukan pacarnya. “Kak, udah matang?” tanya Kayna sambil sibuk mengikat rambutnya. Faray mengangguk. “Sarapan dulu, biar gue yang beresin buku lo.” Kayna menatap Faray terkejut. “Jangan, Kak! Enggak apa-apa udah gue beresin tadi. ” “Tetapi, lo ninggalin buku itu,” ujar Faray sambil menunjuk bukul tebal yang ada di meja milik Kayna. “Itu ... itu enggak gue bawa.” Kayna langsung menyuapkan sesendok nasi goreng yang baru dibuatkan oleh Faray. Faray tersenyum melihat kekikukan Kayna. Entah mengapa sikapnya itu malah membuat dirinya merasa sangat terhibur, apalagi wajah perempuan menggemaskan itu nampak sangat enak dipandang. “Ya udah, gue mau keluar dulu. Nanti kalau udah selesai ke bawah aja, ”ucap Faray melenggang pergi sambil membawa jaket hitamnya yang semalam. *EL* “Semalam Faray pergi ke mana? Kok pas sampai di bar dia enggak ada? Gue kira dia sama lo, Tha. " Kalandra yang mendengar penuturan Athan yang mengatakan bahwa lelaki itu sama sekali tidak melihat Faray semalam. Namun mereka bertiga sampai bersama, tetapi setelah memasuki bar Faray memang memutuskan untuk mengunjungi Michael dengan menu. “Gue juga semalam nelepon dia sama sekali enggak diangkat, malah mikirnya kalau itu anak ketemu cewek. Bisa mampus kita anjir! ” ujar Atha frustasi. Tentu mereka berdua takut akan menghilangnya Faray dalam semalam. Sementara kalau dipikir-pikir lelaki itu sangat tidak mungkin dengan mudah ajakan wanita, karena lelaki itu selalu berjalan jika ingin melakukan hal yang mantap-mantap. “Tega ya lo semua!” Kata Faray kesal saat tidak sengaja mendengar informasi yang canggih. Kalandra tersenyum miring. “Ke mana lo semalam?” Faray melepaskan tas ranselnya, lalu mendudukkan diri atas meja yang kedua pihak yang saling bertatapan bingung. “Gue nginep di apart maba. Lo parah sih bukannya jagain gue semalam, ”ucap Faray bersungut kesal. Atha tersenyum jenaka. Ia tahu kalau Faray tidak akan mendatangi wanita, karena kabar wanita itu sama sekali tidak akan berhenti kalau wanita itu yang tidak mendekat duluan. "Gue kira lo nginep di rumah cewek." Kalandra menatap Faray yang terlihat sibuk membina rambutnya. “Iya, Ray. Gue panik kalau lo ke cewek, bisa mampus, ”sahut Atha lebay. Mendengar penuturan kedua, Faray tersenyum sinis. “Gue emang ke rumah cewek. Bodoh banget sih kalian! ” “Apa ?!” tanya Atha dan Kalandra serempak. “Iya, gue nginap di indekos Kayna. Salah satu mahasiswi FILKOM. ” Perkataan Faray yang begitu ringan seakan tidak terjadi apa-apa semalam. Namun, tetap saja yang kedua itu tidak percaya akan perkataan Faray yang menginap, sudah gilakah lelaki itu? Atha mengerutkan dahinya bingung. Ia seperti pernah mendengar nama itu. “Kayna Fayeza maksud lo?” Kali ini Faray yang mengkonfirmasikan wajah bingung. "Kok lo tahu?" “Waktu itu dia sempat bermasalah sama gue, Ray.” Atha and than the local of the local of the working to that to the pocket as well as one to the close door class, karena kedua sahabatnya itu tengah melayani diri dari rapat himpunan yang dipimpin rektor, ayah dari Kalandra. “Kayaknya mereka masih enggak terima sama memilih lo, Tha. Soalnya tadi mereka masih ngomongin lo, ”sahut Faray tertawa geli. “Maksudnya si Kayna itu?” tanya Kalandra penasaran. Faray mengangguk. “Bukan Kayna yang ngomongin si Atha, melainkan yang namanya Velly.” “Anjir yang ceweknya kecil itu, bukan?” sahut Atha cepat. “Yoi, yang suka megangin cermin di balik ponsel,” balas Faray sekenanya. Ia memang sempat melihat sebuah benda persegi mirip dengan yang Mbak Ani punya, walaupun bentuknya tidak sama. “a***y! Jadi ayam kampus juga enggak tuh? ” celetuk Atha tertawa lepas. Faray memegang dagunya berpikir. “Kayaknya enggak. Si Kayna biar begitu galak juga. ” Atha mengangguk cepat. “Setuju. Mereka enggak akan mungkin ngebiarin Velly rusak sama kita-kita. Ya enggak, Lan? ” Kalandra mengangguk yang singkatnya perkataan Atha yang ada benarnya. Walaupun ia sendiri masih tidak tahu siapa itu Velly. Akan tetapi, dari namanya dia mirip dengan seseorang. Namun, ia masih tidak ingin menebak-nebak.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN