Handphone Farah kembali berdering berulang kali, dan ia menatap takut pada handphonenya itu. Farah juga takut untuk datang ke kafe dan Kampus. Karena debt collector pinjaman onlin tempat Farah meminjam uang, ia mencantumkan alamat kafe dan kampusnya. Sehingga beberapa orang datang kedua tempat itu menarik perhatian dari orang-orang.
“Kenapa tidak diangkat?”
“Hha-ah?” Tubuh Farah tersentak, lalu ia menatap pada lelaki yang masih sangat muda dan tampan memakai jas dan juga menenteng tas kerja.
“Kenapa tidak diangkat? Itu handpone kamu berbunyi terus loh. Kenapa kamu tidak kamu angkat?” Tanya Maven menaikan sebelah alisnya menatap Farah yang tampak tidak mendengarkan apa yang dikatakan oleh Maven.
Maven duduk di depan Farah. “Kamu ada masalah? Kamu masih belum mau bercerita sama Om?” tanya Maven.
Farah menelan saliva. Farah gugup melihat Maven menatapnya ingin tahu sekarang, apa yang harus Farah katakan pada lelaki itu, kalau Farah mau pinjam uang karena terlilit hutang pinjaman online. Tanpa sadar air mata Farah menetes.
Maven terkejut melihat Farah menangis, ia dengan cepat berdiri dan duduk di samping Farah. “Farah! Are you alright?” Maven bertanya memegang pundak Farah dan khawatir dengan keponakan istrinya ini semakin menjadi menangis.
Farah menggeleng, ia tidak baik-baik saja. Farah tidak tahu harus memulai darimana tentang masalahnya ini. Dan Farah merasa malu menatap pada lelaki itu yang terus menatapnya meminta penjelasan. Farah menoleh ke samping, dan menelan salivanya kasar.
“Om… Farah boleh minjam uang?”
Jantung Farah berdetak sangat kencang. Matany menatap khawatir pada Om Maven yang hanya diam saja, ketika mendengar pertanyaan dari Farah. Farah sangat takut sekali. Kalau lelaki itu tidak mau meminjamkan uang padanya.
“Hem! Ehem!” Maven berdeham beberapa kali, menatap penuh selidik pada Farah.
“Untuk apa? Dan berapa?”
Lidah Farah terasa kelu menjawab pertanyaan dari Om Maven, ia ragu untuk menjawabnya. Tapi— suara dering handphone Farah kembali terdengar. Farah menatap pada benda pipih itu, nomor yang masuk ke dalam handphone nya adalah nomor dari pihak pinjaman online.
“Farah terlilit hutang Om.” Jawab Farah menunduk.
Alis Maven naik. “Terlilit hutang? Kamu pinjam sama teman-teman kamu? Memangnya berapa juta?” tanya Maven, menduga Farah meminjam uang pada teman-temannya.
Farah menggeleng. “Bukan… pinjaman online. Tiga ratus lima puluh juta.” Farah menutup wajahnya, ketika dia kembali menangis dan merasa sangat frustasi sekali sekarang dengan masalah yang dihadapi olehnya. Ya Tuhan! Farah berharap kalau Maven mau membantunya.
Mulut Maven terbuka dan matanya melebar mendengar ucapan Farah barusan. Yang benar saja, kalau Farah terlilit hutang sebanyak itu.
“Berapa?” Maven kembali bertanya, mungkin dia salah mendengar. Dan mana mungkin hutang Farah sebanyak itu.
Farah menunduk memainkan jemarinya. Lalu dia menatap pada Maven dengan pandangan penuh harapnya.
“Tiga ratus lima puluh juta Om. Farah mau minjam sama Om, dan bukan tanpa alasan Farah punya hutang sebanyak itu. Farah! Harus kirim uang ke kampung dan biasa kuliah Farah di sini juga. Farah cuman kerja di kafe Tante Rami dan—”
“Gajinya tidak cukup?” tanya Maven.
Farah mengangguk lirih.
Maven mengangguk, ia mengerti sekarang dengan masalahnya Farah. Maven memegang paha Farah dan meremasnya pelan.
“Kamu mau pinjam uang sebanyak itu sama Om?” tanya Maven.
Farah mengangguk semangat dan merasa ada harapan sekarang dari Maven yang mau meminjamkan uang padanya. Ia berharap Maven memang mau meminjamkan uang padanya agar Farah bisa melunasi semua hutang-hutangnya dan dia tidak terjerat lagi dengan pinjaman online yang terus menerornya.
“Kita bicara di ruangan kerja saya saja Farah. Tidak baik bicara di sini,” ucap Maven, melirik pekerja di rumahnya.
Farah mengangguk dan segera berdiri mengikuti langkah Maven dari belakang. Farah masuk ke dalam ruang kerja Maven, dan Maven langsung mengunci pintu ruang kerjanya. Maven duduk di kursi kebesarannya. Lalu menyuruh Farah untuk duduk di depannya.
“Duduk Farah.”
Farah mengangguk pelan.
“Saya mau meminjamkan kamu uang sebanyak itu. Tapi di dunia ini tidak ada yang namanya gratis Farah. Kamu tahu itu ‘kan?” tanya Maven pada gadis belia di depannya, yang usianya sangat jauh di bawah Maven.
Farah mengangguk kembali. “Farah tahu Om. Farah bakalan kerja lebih keras lagi, dan kalau perlu Farah menjadi pelayan di rumah ini. Asalkan Om mau meminjamkan uang pada Farah.” Ucap Farah yang begitu berharap bisa mendapatkan pinjaman dari Maven.
“Saya tidak meminta itu Farah. Saya hanya ingin kamu melayani saya.”
“Maksud Om?” Farah bertanya bingung. Melayani? Melayani seperti apa?
Maven menjilat bibirnya sebelum menjawab pertanyaan dari Farah. “Kamu menjadi pemuas hasrat saya dengan kata lainnya, kamu menjadi simpanan saya Farah.”
Tubuh Farah berjengit kaget. Farah langsung berdiri dari tempatnya. Dan menatap Om Maven dengan pandangan tidak percaya. Lelaki itu pasti sedang bercanda sekarang bukan? Mana mungkin Om Maven mau Farah menjadi pemuas hasratnya.
“Om! Om pasti bercanda dan tidak serius dengan apa yang Om katakan ‘kan?” tanya Farah tertawa kecil dan menggeleng pelan.
“Saya tidak bercanda Farah. Saya serius dengan apa yang saya katakan. Itu terserah kamu Farah, saya juga menawarkan memberikan kamu uang bulanan sebanyak seratus juta perbulan. Hutang kamu lunas dan uang bulanan kamu dapat. Bagaimana? Kembali pada kamu Farah. Seperti apa yang saya katakan tadi. Tidak ada yang gratis di dunia ini. Kamu cukup melebarkan pahamu di depan saya dan mendesahkan nama saya, maka kamu sudah mendapatkan uang banyak.” Seringai Maven, melihat mata Farah sudah mulai tampak ragu dan bimbang sekarang.
“Kamu bisa berpikir dulu Farah. Silakan keluar dari ruang kerja saya, dan pikirkan tawaran saya.” Ucap Maven menyuruh Farah keluar dan memikirkan tawarannya.
Farah memegang kepalanya, dengan tubuh linglungnya Farah keluar dari dalam ruangan Maven. Ia bingung sekarang, apakah dia harus menerima itu?
Farah berbalik dan menatap Maven dengan pandangan sendunya. “Bagaimana dengan Tante?” tanya Farah.
Tante Rami sangat baik sekali pada Farah. Membiarkan Farah menumpang di sini dan memberikan pekerjaan pada Farah. Farah tidak mungkin melakukan sesuatu yang buruk di belakang wanita itu. Apalagi menjadi selingkuhan suami Tante Rami.
“Selama kau bisa menjaga mulut dan bermain cantik di belakang Rami. Semuanya akan aman, apalagi Rami sering tidak di rumah.” Ucap Maven menyeringai.
Farah menghela nafas, dan kembali berjalan masih dengan memegang kepalanya yang berdenyut sakit. Ya Tuhan… apa yang harus dilakukan olehnya? Apakah dia harus menerima tawaran Om Maven agar Farah mendapatkan uang untuk melunasi semua hutang-hutangnya dan merendahkan harga dirinya menjadi wanita pemuas hasrat suami tantenya sendiri.