4. Tes°

1448 Kata
“HAH?” Sisilia mengeluarkan tawa ketusnya. Penipu besar? Yang benar saja! “Apa aku salah dengar, kakak ipar?” ujarnya dengan nada menyindir. “Sepertinya ada yang merasa jadi korban di sini, dan itu adalah kamu. Benar, ‘kan, Ambrosio?” Ambrosio menghela napas, memasukkan tangan ke kantong celananya dan menghadapkan tubuhnya ke arah jendela besar, seolah-olah ia bisa melihat pemandangan di situ. “Aku heran kenapa kau merasa tertipu oleh keluargaku, Kakak ipar. Kau seorang pebisnis, tentu kau mengetahui seluk beluk perusahaan ayahku, dan kau melihat sendiri kelakuan kakak dan orang tuaku. Mereka −aku malu mengakui sebenarnya− materialistis. Jika kau keberatan mengongkosi mereka, hentikan. Biar mereka hidup melarat, aku tidak keberatan.” “Penipu besarnya bukan mereka ...,” sanggah Ambrosio seraya berbalik lalu tiba-tiba menuding Sisilia, “... tetapi kau!” “Huh?” Alis Sisilia terangkat, dia heran mendengar perkataan Ambrosio. Laki-laki menatapnya tajam dan penuh amarah. “Nona Sisilia Arista!” seru laki-laki itu, membuat bulu kuduk Sisilia berdiri. “Kau adalah seorang penipu yang menyebabkanku mengalami kerugian yang sangat besar!” Sisilia terperangah. Dia menunjuk wajahnya sendiri. “Aku? Sejak kapan? Aku tidak pernah menipumu. Bahkan aku saja tidak kenal denganmu, sebelum kau menikahi kakakku.” Mendadak Ambrosio mendekat dan mencengkeram pergelangan tangan Sisilia. Wajahnya sangat dekat dan tatapan matanya menusuk ke dalam jiwa Sisilia. “Apa kau sudah lupa?” tanya Ambrosio dengan gigi terkatup rapat, nyaris menggeram. “Ap-apa? Apa ... yang ... kulupakan?” Sisilia terbata-bata. Dia menelan ludah dengan susah payah karena saking gugupnya. “Enam bulan yang lalu, saat malam tahun baru di Hotel Golden Star Indonesia ....” Oh, tidak! Sisilia langsung terbelalak dan wajahnya pucat pasi. Ingatan Sisilia terbawa pada kejadian enam bulan yang lalu, saat pesta malam tahun baru di Hotel Golden Star Indonesia. *** Kota J, 31 Desember 2014 *** “Jengjeng!” Sisilia mengeluarkan sebuah passcard berwarna hitam platinum. Sebuah kartu VVIP. “Hoo!” seru ketiga teman wanitanya dengan napas tertahan dan tangan mereka menutupi mulut karena hampir tidak percaya akan apa yang mereka lihat. “Anastasia ada acara tahun baru di New York. Jadi dia meminjamkan kartu anggotanya padaku,” ujar Sisilia girang, diikuti pekikkan ketiga temannya. Mereka melompat-lompat gembira. Mereka berempat adalah sahabat karib; Sisilia, Merlinda, Pevita dan Estrella. Mereka sering berpesta bersama. Namun tidak pernah yang sekelas hotel mewah seperti Hotel Golden Star. Jadi, pesta tahun baru malam nanti akan jadi spesial buat mereka. Mereka mengenakan gaun terbaik dan berdandan secantik mungkin. Karena pesta tersebut adalah pesta topeng, mereka dan memasang topeng yang menutupi separuh wajah mereka. Sisilia mengenakan gaun selutut warna merah marun dan topeng renda warna hitam. Rambutnya digelung tinggi dan diberi jepit berhiaskan permata berbentuk bunga. Para pengunjung Hotel Golden Star bahkan krunya semua mengenakan topeng. Suatu keuntungan karena begitu tidak akan ada yang mengenalinya saat dia menggunakan passcard kakaknya untuk masuk ke dalam kelab hotel dan menggunakan fasilitas di sana. Setelah melewati penjaga pintu masuk, Sisilia dan teman-temannya segera membaur dalam suasana pesta. Cahaya redup, musik keras mengentak dan suara riuh rendah obrolan orang-orang di pesta itu bercampur jadi satu. Tidak lama mereka berempat terpisah dalam kerumunan. Masing-masing menemukan kenalan baru dan saling mengakrabkan diri. Sejenak Sisilia menikmati pesta tersebut. Namun setelah menyadari tidak ada seorang pun yang dikenalnya mampu membuatnya tertarik, dia menjadi tersesat di tengah banyaknya orang dalam ruangan. Karena berusaha menikmati pesta, dia akhirnya menuju meja bar dan memesan minuman. Lagi-lagi dia menggunakan kartu Anastasia. Dia menyesap minumannya. Seorang pria menghampirinya. Pria itu tampaknya masih muda, mengenakan topeng putih ber-gliter dan setelan warna biru elektrik. “Tampaknya kau sendirian saja di pesta ini, Nona?” sapa laki-laki itu. “Tidak lagi,” sahut Sisilia dengan mata melirik genit. “Karena kau sudah di sini dan bicara denganku,” sambungnya. Pria itu terkekeh. Wanita ini berpengalaman, pikirnya. Ia lalu berbisik di telinga Sisilia. “Nona, aku bersama temanku dan kami penasaran apakah ia seorang gay ataukah impoten karena ia tidak pernah bersama wanita. Kami mencari seseorang yang mau mengetesnya ....” Ah, tes dan percobaan selalu menarik perhatian Sisilia. “Benarkah?” Sisilia menyahut bersemangat. Jika teman-temannya menduga laki-laki itu seorang gay atau impoten, berarti ia bukan laki-laki yang berbahaya bagi wanita, ‘kan? Hehehe ..., pikiran jahil mulai menguasai Sisilia. Si biru elektrik mengajaknya ke bilik VVIP dan dalam ruangan tersebut terdapat 3 pria, 2 di antaranya berdempetan dengan wanita masing-masing sedangkan seorang yang duduk di tengah, kaki bersilang dan tangan terlipat di da.da, mengenakan setelan hitam, wajahnya ditutupi topeng perak, rambut hitamnya tersisir rapi dan licin, sendirian saja. Pasti ini orang yang dimaksud biru elektrik itu. Tersangka gay atau impoten. Gadis bertopeng hitam, berambut hitam digelung tinggi dengan mini dress merah marun itu dipersilahkan duduk di samping si Topeng Perak. Si Biru Elektrik lalu duduk di sofa sebelah kirinya dan wanita pendampingnya merangkul pria itu. Sisilia memandangi kawan-kawan topeng perak itu yang masing-masing merangkul seorang wanita, sedangkan si topeng perak duduk di sampingnya, bergeming. “Bro, aku sudah menemukan teman untukmu. Jadi, nikmati saja pesta malam ini, oke?” kata si biru elektrik. “Jangan bekerja terus, kau bisa mati muda dan menyia-nyiakan masa mudamu jika tidak tahu caranya bersenang-senang. Buat apa semua uangmu itu jika kau tak pernah bersenang-senang,” Sisilia terkekeh mendengarnya. Dengan mengenakan topeng, ditambah efek alkohol yang diminumnya, dia menjadi semakin berani dan percaya diri. “Aku rasa tiap orang punya prioritas masing-masing, Mr. Electric ...,” ujarnya. Si Biru elektrik tertawa mendengar nama panggilannya. Sisilia mengalihkan pandangannya pada Si Topeng Perak. “Uhm, Mr. Silver, aku juga datang ke sini untuk bersenang-senang setelah setahun penuh bekerja dan aku juga tidak akrab dengan orang-orang di sini, tetapi pesta tidak lengkap ‘kan tanpa ada yang menemani. Bagaimana kalau kita santai saja dan nikmati suasana ini, tanpa perlu mengkhawatirkan siapa kau dan siapa aku.” Sisilia memiringkan kepalanya, menatap sejenak, menunggu respons dari Si Topeng Perak. “Kau bisa menyebutku Si Merah,” tambahnya karena dalam ruangan itu dia saja yang berbaju merah. Mr. Silver tampak berpikir sesaat. Wanita ini benar, pikirnya. Ia lalu melemaskan bahunya dan membuka lengannya yang sedari tadi terlipat di da.da. “Baiklah!” sahutnya dengan suara dalam. Selanjutnya suasana menjadi lebih akrab dan santai. Si Topeng perak itu memang tidak banyak bicara, ia senang mendengarkan dan sesekali merespons. Mereka minum-minum dan bersulang atas berbagai hal yang mereka bicarakan, kebanyakan omong kosong dan sekadar saling menyombong antar sesama anak orang kaya. Si Topeng Perak sesekali mencuri pandang pada Si Merah di sampingnya. Wanita itu memperhatikan dengan baik jika ada yang berbicara dan akan menunjukkan dukungannya pada apa pun yang dibicarakan orang, sesekali tertawa karena lelucon teman-temannya dan bercanda dengan mereka. Seorang pendengar yang baik. Karena keasyikan bercanda, tanpa disadarinya, tubuh Si Merah makin dempet dengan Si Topeng Perak. Tangannya tanpa sengaja membelai paha padat pria itu. “Oops, sorry!” desah Si Merah sambil terkekeh karena agak mabuk. Dia lalu balas mendorong pria bersetelan putih yang menyebabkannya terdorong. “Hei, jauh-jauh sana! Kursi sebelah sana masih luas, kau sengaja ya, mau dempet-dempet denganku!” makinya dengan nada bercanda. Beberapa orang pria dan wanita masuk ke bilik VVIP mereka, sekitar 7 orang, membuat ruangan itu jadi makin ramai dan sesak. “Duh, bisa-bisa aku bisa hipoksia!” desah Sisilia sambil terbatuk-batuk dan mengibaskan tangannya, karena udara sekarang bercampur bau minuman dan parfum orang-orang dalam bilik itu. Dia berdiri hendak ke luar ruangan. Tidak disangkanya, Si Topeng Perak membantunya berdiri dan menuntunnya melewati teman-temannya yang keasyikan berpesta. Pria itu menarik tangannya, menuntunnya keluar ruangan VVIP, terus melewati ruang dansa dan terus menuju keluar dari kelab, dan terus menyusuri koridor hotel. Pria itu berjalan cepat hampir membuat Sisilia berlari kecil mengiringinya. Tubuh pria itu cukup tinggi, sekitar 185 cm, langkahnya lebar karena kakinya panjang. Pria bertopeng perak itu membawanya sampai ke sebuah balkon besar dan udara segar malam itu langsung memenuhi paru-paru mereka. Sisilia menarik napas dalam. “Huaahh, leganya!!” serunya sambil merentangkan tangannya. Malam yang cerah. Bintang bertaburan, bulan bersinar terang, membuat awan sedikit terlihat malam itu. Angin bertiup sepoi-sepoi. Sisilia melepaskan topengnya, melepaskan gelungan rambutnya sehingga rambut hitam kemilaunya tergerai di pundaknya dan diacak-acak oleh angin. Sisilia menyisir rambutnya dengan jari. Si Topeng perak itu diam saja meskipun menatapnya lekat. Sisilia membalas tatapannya dengan sorot mata sayu karena agak mabuk. Jika pria itu memang tertarik dengannya, maka tes yang dilakukannya akan segera membuahkan hasil. Sisilia mendekatkan tubuhnya pada pria itu. “Aku memulai suatu hubungan karena kepercayaan,” katanya. “Bagi beberapa orang hal itu memang sulit, tapi denganmu ...,” dia menyusuri kerah setelan pria itu dengan jarinya, “aku ingin kau mempercayaiku, karena ada sesuatu yang ingin kutunjukkan padamu!” *** Bersambung .... (♡ω♡ ) ~♪
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN