Bab 7. RDK

1174 Kata
Adelio kembali menatap Grizhelle dengan lekat. Dia berbunga-bunga kala mendengar ucapannya. "Kenapa? Kok bengong." Grizhelle menepuk bahu Adelio. "Kamu suka aku?" tanya Adelio. Grizhelle memalingkan wajahnya. "Senang menemanimu, kok. Maksudnya nggak keberatan." Sesampainya di rumah Grizhelle, ibunya terlihat ibunya menyiapkan makanan di atas meja ruang tamu. Tak ada ruang makan di rumah itu. "Den, silakan," ujar ibunya Grizhelle saat menyambut anak pemimpin di kota ini. Adelio menganggukkan kepalanya, lalu berangsur duduk. "Makasih ya, Bu. Jadi merepotkan," ujar Adelio. "Nggak, Aden. Mari dimakan, maaf jika seadanya," ujar ibunya Grizhelle. "Terima kasih, Bu. Oh iya, kenapa tadi nggak jualan, Bu?" tanya Adelio. "Lagi nggak enak badan, Den. Mungkin faktor umur, capek jadinya," jawab ibunya Grizhelle. Mereka pun melanjutkan percakapan sebelum melahap habis makanan yang ada di depannya. Adelio merasa iba jika kehidupan mereka tetap berjualan dengam berjalan kaki. Ibunya Grizhelle yang terlihat tua dari Nyonya Lynn, menambah Adelio tak tega. Setelah itu, Adelio berpikiran untuk pulang sebab Ayah dan Ibundanya sudah menunggunya. "Bu, saya pamit terlebih dahulu, ya. Makasih atas suguhannya dan untuk Izhelle, makasih atas waktunya. "Iya, sama-sama," jawab mereka berdua hampir bersamaan. Kemudian Adelio beranjak dan berjalan menuju mobilnya. Dia melambaikan tangannya sebelum masuk ke dalam mobil. "Mari, saya pulang dulu," ujar Adelio. Adelio melajukan mobilnya secara perlahan meninggalkan rumah Grizhelle, namun baru beberapa meter tiba-tiba sosok hitam besar menghadangnya. Menghentikan mobil yang saat ini ia kendarai. 'Makhluk apa itu?' Adelio memilih untuk turun dan menatap makhluk itu. Sedangkan dua prajurit yang ia bawa, terlihat panik meski mencoba melindungi Adelio. "Kalian minggir, sepertinya dia menginginkan aku," perintah Adelio. Makhluk itu tangannya mencengkeram tubuh Adelio, lalu membawanya pergi entah ke mana. Prajurit mencoba mengejar, namun makhluk itu melesat dengan cepat. "Hei, lepaskan! Kau ingin apa dariku?" tanya Adelio dengan santai. Makhluk itu tak menjawab, tetapi dia membawa tubuh Adelio semakin jauh dari tempat dia berada tadi. Hingga akhirnya, makhluk itu turun di depan rumah yang terpencil di suatu desa di dekat hutan. Makhluk itu melepaskan Adelio, lalu berangsur pergi. Dia tak tahu apa maksud dari makhluk ini membawanya hingga sampai di rumah ini. "Rumah siapa ini?" Adelio bertanya-tanya. Rumah besar dan cat bernuansa putih saat ini tepat di hadapannya. Hening seakan tak ada siapapun yang menghuninya. "Maksud makhluk itu apa, sih?" gumam Adelio lagi. Setelah itu, perlahan pintu utama pun terbuka. Gelap, pandangan Adelio tak dapat menjangkau isi di rumah itu. Dia menunggu beberapa menit, tetapi tak ada manusia yang kunjung keluar dari sana. 'Apa aku harus masuk?' Rasa penasaran yang tinggi, membuat Adelio memutuskan untuk melangkah mendekat ke rumah itu. Bagi dia, nggak mungkin pintu itu terbuka jika tak ada seorang pun yang membukanya. Tetapi, anehnya tak ada seorang pun yang tampak saat Adelio mencoba menunggunya. "Halo, apa orang di dalam?" tanya Adelio saat satu langkah masuk ke dalam rumah ini. Brak!! Tiba-tiba pintu itu tertutup dengan sempurna. "Hei, keluarlah! Ada apa makhluk itu membawaku?" Adelio tahu, jika ada orang yang bermaksud mempermainkannya. Lagi-lagi hening, hanya suara gemerusuk kakinya yang mengenai beberapa daun yang tersapu angin masuk ke dalam rumah ini. 'Ada yang tidak beres ini.' Adelio mengurungkan niatnya untuk melangkah semakin jauh di rumah ini. Dia membalikkan badan, lalu mencoba membuka pintu ini. Namun, apa yang ia dapat? Pintu itu terkunci rapat, hingga Adelio mencoba menariknya pun pintu itu saka sekali tak bergerak. "Hei, maumu apa? Keluarlah," pinta Adelio. Tak ada sahutan sama sekali. Hanya suara Adelio yang terdengar menggema kala berteriak di dalam rumah ini. "Hei, siapa kamu?" teriak Adelio lagi. Dia kembali berjalan menyusuri rumah ini. Dia ingin tahu, siapa dalang di balik ini semua. Rumah yang begitu luas, membuat Adelio kualahan harus mencari seseorang yang ada di sini. Di tambah lagi penerangan sama sekali tak ada, hingga semakin mempersulit ia melangkah. Dia sebenarnya masa bodo, tetapi berhubung tak menemukan jalan untuk keluar, membuatnya mengelilingi rumah ini semakin jauh. Dia membuka satu persatu kamar, berharap ada jendela yang bisa di buka untuk jalan ia keluar. Berjam-jam di sana, seakan-akan dia tak menemukan ujung rumah ini, bahkan dia tak mampu kembali ke pintu utama. Dia bak di dalam labirin yang susah mencari jalan keluar. "Oke, maumu apa? Tunjukan wujudmu!" teriak Adelio. "Hahahahaa." Suara gelak tawa menggelegar. Tawa itu tak asing di telinga Adelio, tetapi dia lupa siapa yang memilikinya. "Tawa ini?" Adelio bertanya-tanya. Dia mencoba mencari jawaban, namun tak kunjung mendapatkannya. "Kamu siapa?" teriak Adelio lagi. "Hahahahaha." Lagi-lagi hanya tawa yang terdengar. Adelio tak tahu maksud orang atau pun makhluk ini. "Keluarlah! Mau kamu apa, hah? Jika kamu penyihir hitam, keluarlah. Mari kita bertarung," tantang Adelio. Adelio terduduk di lantai, mencoba memfokuskan pikirannya untuk mencari siapa pemilik suara itu. "Ostende mihi (Tunjukan)." Hanya gelap dan hening, dia tak mendapatkan bayangan siapapun di benaknya. Dia berkali-kali mencoba tetapi tetap sama. "Apa kekuatanku tak berlaku di rumah ini?" gumamnya Lirih. "Adelio!" Suara menggema itu memanggilnya. Adelio yang mendengarnya pun menatap ke arah langit-langit rumah ini. "Apa? Mau kamu apa sebenarnya?" tanya Adelio lagi. "Kamu! Aku hanya menginginkan kamu!" suara itu mempertegas lagi jawabannya. "Oke, jika kamu menginginkan aku. Coba, kamu tunjukan wujud kamu." Adelio mencoba lebih tenang. "Hahaha, kau tak akan bisa menerimaku lagi. Aku adalah sesal dalam hidupmu. Aku jugalah yang mencoba kau lupakan dalam hidup kamu. Aku tak mempercayai mulutmu, jika kamu rela dengan suka cita menyambutku. Aku adalah rasa sakitmu," ujar suara itu lagi Adelio berpikir tentang ucapan yang di lontarkan suara itu. Dia menganggaop semua itu teka-teki untuk menjawab semua pertanyaan yang ada dalam benaknya saat ini. "Kamu sesalku? Kamu adalah rasa sakitku? Sumpah aku nggak paham. Kenapa aku harus melupakan kamu, jika saat ini aku tak tahu wujudmu?" tanya Adelio sedikit mrmancing, agar suara itu menampakan wujudnya. Bukannya menjawab pertanyaan Adelio, tetapi isak tangis yang saat ini ia tunjukan. Suara tangisan yang amat sangat menyesakan di dadda yang mengalaminya. "Hei, apa maksud semua ini? Aku tahu, kamu hanya ilusi. Keluarkan aku dari sini," pinta Adelio lagi. "Ya, aku saat ini hanya ilusi bagi kamu. Aku tak nyata, sehingga aku susah untuk menggapaimu. Aku sebuah kesalahan yang akan terus mencoba kamu lupakan." Suara itu sedikit bergetar kala mengatakan itu. Namun, entah kenapa dalam pikiran Adelio terbesit seseorang yang pernah mengatakan hal yang sama kepadanya. "Apa kamu itu, dia?" tanya Adelio. "Hahaha, dia siapa? Dia yang mencoba menggeserku dari dalam hati kamu? Dia yang mencoba mencairkan hati kamu yang sudah membatu? Hahaha, tentu tidak," jawabnya. "Oke, aku tahu siapa kamu. Cepat keluar dan duduklah bersamaku saat ini," pinta Adelio. Sura itu malah terdengar tertawa di tengah tangisnya. ☆☆☆ Hai... Ini karya orisinal aku yang hanya exclusive ada di Innovel/Dreame/aplikasi sejenis di bawah naungan STARY PTE. Kalau kalian membaca dalam bentuk PDF/foto atau di platform lain, maka bisa dipastikan cerita ini sudah DISEBARLUASKAN secara TIDAK BERTANGGUNGJAWAB. Dengan kata lain, kalian membaca cerita hasil curian. Perlu kalian ketahui, cara tersebut tidak PERNAH SAYA IKHLASKAN baik di dunia atau akhirat. Karena dari cerita ini, ada penghasilan saya yang kalian curi. Kalau kalian membaca cerita dari hasil curian, bukan kah sama saja mencuri penghasilan saya? Dan bagi yang menyebarluaskan cerita ini, uang yang kalian peroleh TIDAK AKAN BERKAH. Tidak akan pernah aku ikhlaskan. Lina Agustin
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN