Chapter 14 : Bos yang Pemaksa

1987 Kata
"Kamu suka salad?" tanya Raka pada Luisa yang sedang menikmati salad di hadapannya. Luisa mengangguk pelan. Dia tidak seberapa suka salad sebenarnya. Tapi saat ini dia sedang tidak bernafsu makan. Entah kenapa rasa lapar yang tadi dia rasakan seakan menghilang saat Raka mengajaknya makan siang. "Pantesan kamu kurus," ujar Raka dengan senyuman. Luisa tersenyum tipis membalas senyum Raka. Gadis itu menunduk saat memakan saladnya. Berpura-pura makan dengan serius agar tidak lagi diajak bicara oleh Raka. Raka menghabiskan makanannya. Lalu meminum orange juicenya dengan cepat. Pria itu memundurkan badannya di sandaran kursi restoran. Memandang Luisa yang sedang makan dengan kepala tertunduk. Pria itu tersenyum kecil saat mengingat awal pertemuannya dengan Luisa. Dari saat pertama bertemu, Raka sudah menyimpan rasa tertarik pada sosok Luisa. Dan pria itu senang bisa bertemu dengan Luisa lagi. Luisa mengunyah salad terakhirnya. Lalu menyingkirkan piringnya yang sudah kosong. Kemudian meminum es kopi yang dia pesan hingga tersisa setengah. Gadis itu tertegun saat menangkap mata Raka yang intens memperhatikannya. Merasa tak suka ditatap seperti itu oleh Raka, Luisa pun berdehem. Dan untungnya Raka langsung tersadar. Pria itu memasang senyum manisnya pada Luisa. "Udah selesai?" tanyanya. Luisa mengangguk. "Udah Pak," jawabnya. Gadis itu mengambil tas dan ponselnya yang dia letakkan di meja. Raka memasang wajah bingung saat tiba-tiba Luisa berdiri dari kursinya. Pria itu pun ikut berdiri. "Mau kemana, Sa?" ujarnya. "Mau balik ke kantor, Pak. Kerjaan saya tadi belum selesai," jawab Luisa. Raka menahan tangan Luisa yang akan beranjak dari sana. "Kamu nggak usah buru-buru. Nanti biar saya yang urus masalah itu. Kamu sekarang ikut saya aja!" Pria itu menarik tangan Luisa setelah meninggalkan beberapa lembar uang seratus ribuan di atas meja. Luisa yang terkejut pun tidak bisa menolak saat Raka membawanya keluar dari restoran. Berjalan menyusuri mall siang itu. *** Luisa merasa risih dengan perlakuan Raka padanya. Pria itu terus menggenggam erat tangannya. Tidak mau melepaskannya sedikitpun. Padahal Luisa berulang kali mencoba melepaskannya. Tapi genggaman Raka semakin erat. Jadi gadis itu hanya bisa pasrah saat tangannya ditarik kesana kemari oleh Raka. Saat ini mereka sedang masuk ke sebuah butik yang ada di dalam mall tersebut. Beberapa karyawan butik yang berada di sana langsung menyapa Raka. Sepertinya mereka sudah mengenal Raka. "Siang Pak Raka," sapa mereka. Raka mengangguk pelan. "Tolong layani Nona ini. Carikan baju-baju yang cocok sama dia ya!" ujarnya. Luisa mendelik pada Raka. Dia bingung saat lengannya ditarik oleh seorang karwayan butik. Gadis itu menatap Raka. Namun Raka malah tersenyum tipis dan mengangguk pada Luisa. Apa artinya anggukan pria itu, batinnya. Setelah satu jam Luisa bolak-balik mencoba berbagai pakaian. Akhirnya Raka memberi isyarat pada si mbak-mbak yang tadi membantu Luisa berganti pakaian. "Udah yuk!" ajak Raka. Tak lupa pria itu menggenggam tangan Luisa. Luisa menghela nafas panjang. Entah apa yang harus dia lakukan selain pasrah. Ternyata Raka ini pemaksa juga ya. Dia pikir Raka pria yang lembut. Melihat dari wajahnya yang kalem dan tampan. Terlebih pria itu bosnya. Jadi mana berani Luisa menolak perintahnya apalagi memarahinya. Jadi gadis itu hanya bisa menggerutu dalam hati. "Raka!" saat Raka dan Luisa akan keluar dari butik, seorang gadis memanggil Raka. Gadis itu tersenyum menghampiri Raka dan Luisa. Dia terlihat cantik dan anggun. Apalagi dengan jilbab panjang yang menutupi kepala hingga perutnya. "Aisyah..." ujar Raka. Pria itu melepaskan tangan Luisa. Kemudian menghampiri Aisyah dan tersenyum padanya. "Lo disini juga?" tanyanya lembut. Aisyah mengangguk. Matanya yang cantik menatap Luisa. "Pacar lo?" ucapnya pada Raka. Raka tersenyum penuh arti. Pria itu kembali pada Luisa merangkul pundaknya. Sementara Luisa diam saja meski dia tidak suka diperlakukan seperti itu. "Lo sendirian, Ai?" Gadis bernama Aisyah itu mengangguk pelan. "Iya nih, Ka. Sendiri aja. Tadinya sih mau ajak si Juliet. Tapi dia masih kerja. Ngga bisa ninggalin kerjaannya," jelasnya sambil terkikik. Seketika wajah Raka menjadi sendu saat Aisyah menyebut nama Juliet. Pria itu terdiam lama. Luisa berpikir Juliet itu gadis yang disukai Raka. Aisyah merasa terheran dengan ekspresi Raka. Gadis itu baru menyadari sesuatu. "Lo belum ketemu sama dia?" Raka menggeleng. Membuat Aisyah menghela nafas panjang. Gadis itu berdecak pelan. "Lo itu ya! Kenapa sih lo ikut-ikutan kayak bokap sama nyokap lo? Harusnya lo itu-" "Dia udah nyakitin lo, Ai!" sela Raka. "Ka..." "Udahlah Ai. Gue jalan dulu. Ntar malam gue ke rumah lo ya!" ujar Raka menepuk kepala Aisyah pelan. "Raka!" geram Aisyah. Sungguh pria itu tidak sopan. Beraniberaninya dia menepuk kepala orang yang lebih tua darinya. Aisyah menggeleng pelan saat melihat Raka berjalan menjauh sambil merangkul Luisa. Gadis itu mendesah kasar. Sejak dulu Raka memang pecicilan dan suka seenaknya sendiri. Mengingat si Juliet, Aisyah tersenyum kecil. Dia merindukan orang itu. Lalu tanpa ragu lagi, Aisyah mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya. Menghubungi orang yang sudah membuatnya patah hati. Namun masih sangat dia cintai hingga kini. "Siang Pak Dokter," sapanya riang. *** Luisa mendesah lega saat mobil yang dia tumpangi bersama Raka berhenti di depan pagar kontarakannya. Gadis itu sudah akan membuka pintu mobil dan turun. Namun Raka menahannya. "Biar aku aja. Kamu tunggu disini!" ujarnya lembut. Luisa termanggu di tempat duduknya. Gadis itu merasa tidak enak dengan sebutan 'aku-kamu' dengan Raka. Entah kenapa Luisa merasa tidak nyaman mendengarnya. Pintu mobil di sampingnya pun terbuka. Luisa langsung bergegas turun sambil membawa tasnya. Gadis itu berjalan masuk ke dalam rumah diikuti Raka di belakangnya. Pria itu mengekori Luisa sambil membawa beberapa paper bag berisi baju-baju yang tadi dicoba Luisa di butik. Luisa tidak habis pikir dengan pria itu. Raka memborong semua baju yang tadi dicoba oleh Luisa. Luisa tadi sempat kaget. Karena bosnya itu tiba-tiba saja membelikannya baju. Padahal dia tadi sudah menolak dengan tegas. Namun Raka tidak mau menerima penolakan Luisa. Gadis itu tidak tau harus bilang apalagi. Dia sekarang mulai curiga jika yang dibilang Riska benar adanya. Sepertinya Raka menyukainya. Meskipun Luisa agak ragu juga. Karena tidak mungkin pria seperti Raka menyukai karyawan biasa seperti dirinya. Suasana komplek yang ditinggali Luisa sudah sepi. Karena memang waktu sudah menunjukkan waktu pukul sembilan malam. Astaga! Berapa jam coba tadi dia jalan dengan Raka. Pantas saja kakinya sudah seperti mau copot. Luisa mengetuk pintu rumahnya beberapa kali sambil memanggilmanggil nama Della. Tadi dia lupa membawa kunci pintu. Jadi jika saja Della ketiduran, Luisa sudah pasti akan tidur di luar. Karena Della jika sudah tidur susah dibangunkan. Sama seperti dirinya. "Della... Dell... bukain pintunya! Kak Luisa pulang! Della!" Luisa mencoba memanggilnya berulang-ulang. Namun tidak ada jawaban. "Coba telfon Sa! Barangkali dia denger!" suruh Raka. Luisa menepuk dahinya pelan. "Bener juga! Kok gue nggak mikir dari tadi ya?" gerutunya. Raka tertawa kecil melihat tingkah Luisa. Dan benar saja. Beberapa saat kemudian pintu terbuka. Della muncul dengan penampilan acak-acakan khas bangun tidur. Sesekali gadis itu menguap. "Kak Luisa! Malem banget pulangnya! Aku nungguin dari tadi juga! Tadi Budhe nelfon tau!" omel Della pada Luisa. Luisa berdecak. Gadis itu menutup mulut Della yang seenaknya nyerocos tanpa sadar jika ada Raka disana. "Mulut kamu itu! Ada bos Kakak, tau!" bisik Luisa. Della berpaling pada sosok tampan di belakang Luisa. Gadis itu menutup mulutnya kaget. Buru-buru Della membenarkan penampilannya. Gadis itu meringis pada Raka. "Maaf..." ujarnya. Raka terkekeh. "Gapapa. Maaf ya. Bikin Kakak kamu pulangnya lama. Tadi aku ajak Kakak kamu jalan dulu," balasnya. Della tersenyum tipis padanya. Gadis itu mengangguk kaku. "Iya kok. Gapapa. Nggak dipulangin juga gapapa," cengirnya. Luisa mendelik pada Della. Gadis itu menoyor kepala adiknya dengan gemas. Enak saja nggak dipulangin juga gapapa. Ntar kalo Al nyariin gimana, batinnya. Raka tertawa kecil melihat interaksi adik kakak itu. Pria itu menurunkan barang bawaannya. Lalu mengulurkan tangan pada Della. "Raka," ujarnya memperkenalkan diri. Della menyambutnya dengan senang hati. "Della." "Adiknya Luisa?" "Adik sepupu. Kak Luisa anaknya Budhe aku." "Oh..." Raka tersenyum tipis. Della mengernyitkan dahinya. Gadis itu menatap Raka lekat. "Raka?" ujarnya. Raka mengangguk. "Iya. Aku Raka." Della tersenyum sumringah. "Oh... jadi huruf R itu artinya Raka ya, Kak?" Luisa terdiam karena bingung dengan ucapan Della. Sementara Raka pun begitu. Pria itu tak mengerti dengan apa yang Della bicarakan. "Maksudnya R itu Raka?" Della tertawa sambil manggut-manggut. "Jadi gini loh, Kak Luisa kan baru beli iket rambut. Ada inisial huruf R. Masa pas aku ambil dia ngamuk-ngamuk. Rambut aku aja ampe rontok. Katanya R itu berarti buat dia. Sekarang aku baru tau ternyata itu Raka," jelasnya dengan semangat. Mata Luisa melotot saat Della bercerita. Gadis itu kembali menoyor kepala Della. "Jangan sok tau!" serunya. Della mengerucutkan bibirnya. Sebentar saja sudah dua kali dia ditoyor oleh Luisa. "Apaan sih Kak Luisa. Aku bilangin Budhe loh!" gerutunya. Raka tertawa keras. Hingga Luisa menoleh padanya. Luisa tidak mau Raka berpikir macam-macam tentang dirinya. "Pak Raka... nggak gitu, Pak. Sumpah! Della itu bohong!" ujarnya. "Mana ada Della bohong! Yang ada Kak Luisa tuh yang bohong! Della kan anak solehah. Jadi nggak mungkin bohong! Jangan percaya Kak Raka! Emang gitu kok kemarin!" Della berucap menyela Luisa. Luisa pun jadi gemas. Gadis itu membekap mulut Della dengan tangannya. "Kamu diem aja deh!" bentaknya. "Nggak, Pak. Nggak gitu..." Raka tersenyum lembut. Pria itu melepaskan tangan Luisa yang membekap Della. "Udah. Bener juga gapapa, kok. Aku malah seneng," ujarnya. Luisa tertegun mendengarnya. Dan Della dengan kurang ajarnya malah menyoraki Luisa. "Ciye Kak Luisa... ciyee... akhirnya..." godanya. Raka tersenyum lembut pada Luisa. Pria itu mengacak rambutnya pelan. "Aku pulang ya. Sampai ketemu besok di kantor!" ucapnya. Luisa terdiam saat pria itu berjalan menjauh dari halaman rumahnya. Raka masih melempar senyum manisnya pada Luisa sesaat sebelum pria itu menjalankan mobilnya. Meninggalkan komplek tempat tinggal Luisa. "Ciyeee... Kak Luisa!" goda Della pada Luisa. Luisa mendelik seram. Dengan kesal, gadis itu mengacak-ngacak rambut dan wajah Della. Kemudian gadis itu berjalan masuk sambil menenteng barang belanjaannya. Meninggalkan Della yang merengut kesal. *** "Iya Ai?" Al yang siang itu baru selesai menangani pasien menjawab telepon dari Aisyah. "Sibuk ya, Al?" tanya Aisyah. "Nggak kok, Ai. Baru aja selesai nanganin pasien. Kenapa Ai?" "Ntar malem bisa ke rumah Nggak, Al? Gue lagi praktekin resep baru. Lo harus cobain ya!" Al terdiam. Ke rumah Aisyah? Dan bertemu orang tuanya? Al tidak siap. Terakhir kali Al bertemu dengan mereka saat hari dimana mereka sedang membicarakan perjodohan itu di rumahnya. Al mengenal orang tua Aisyah dengan baik. Mereka orang-orang yang sangat baik. Apalagi mama Aisyah. Beliau begitu baik dan penyabar. Mereka bahkan sudah menganggap Al seperti anaknya sendiri. Namun meskipun begitu, Al yakin mereka pasti sakit hati padanya. Karena Al sudah menolak dijodohkan dengan Aisyah. Dan nanti bagaimana jika Al bertemu mereka lagi? Bisa-bisa Al diusir oleh mereka. "Gue nggak bisa Ai," ujar Al lirih. "Ayolah, Al. Please... gue kan udah susah payah bikinnya. Masa lo nggak mau cobain sih?" bujuk Aisyah. "Nggak bisa, Ai. Gue belom siap." Aisyah mendesah pendek. "Belom siap ketemu orang tuaku? Mereka lagi nggak di rumah kok, Al. Papa lagi ada bisnis di Singapore. Dan Mama ikut," jawabnya membuat Al terdiam. "Al... ayo dong. Kesini ya? Pleasee.." pinta Aisyah memelas. Al menghela nafas panjang. "Oke deh. Ntar malem gue ke rumah lo!" ujarnya. Aisyah langsung memekik kegirangan. "Bener kan Al? Lo nggak bohong kan?" "Iya... gue kesana ntar malem," ujar Al terkikik. Mendengar nada suara senang Aisyah membuatnya ikut senang juga. "Yeaaayyy!!" Al tertawa renyah. "Norak lo Ai! Biasa aja nggak lebay gitu bisa kan?" ledeknya. Aisyah ikutan tertawa. "Kayak Lo nggak lebay aja!" cibirnya. Al mendelik tak terima. "Eh... mana pernah gue lebay? Asal banget lo!" gerutunya. "Iyalah! Kalo lo nggak lebay, lo nggak akan kabur cuma karena disuruh ngawinin gue!" Ucapan Aisyah tak pelak memukul hati Al dengan keras. Pria itu kembali mengingat kesalahannya. Yang sudah menyakiti banyak orang. "Maafin gue Ai," lirihnya. "Tuh kan... udah lebay. Sekarang malah nambah jadi baperan. Jijik ih!" ledek Aisyah. Al terkekeh. Pria itu menggeleng pelan. Aisyah selalu saja bisa membalikkan kata-katanya. Dia jadi merindukan Aisyah sahabatnya yang ceplas-ceplos, tapi asyik diajak ngobrol. Aisyah gadis yang ramah. Dia punya banyak teman karena sifatnya yang supel. Dia juga suka bercanda. Karena itu Al yang pendiam gampang akrab dengannya. Dia gadis baik. Tapi sayangnya Al tidak bisa membalas perasaannya. Dia tidak bisa membalas kebaikan Aisyah dengan cinta. Karena perasaannya pada Aisyah murni hanya sebagai sahabat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN