Bisnis Baru Jenny

968 Kata
Kesibukan terlihat jelas sekali. “Spanduk ini di letakkan di mana, Kak  Jen?” seorang gadis berambut keriting mengangkat sebuah spanduk di tangannya. Jenny mematut-matut itu sejenak, lalu menunjuk sebuah sudut di dalam butik itu. “Letakkan di situ aja, Yu,” jawabnya. “Oke, Kak.” Gadis bernama Ayu itu pun meletakkan spanduk itu sesuai arahan Jenny. Jenny melirik ke setiap sudut butiknya yang sudah tertata rapi. Bagian dalam butik itu di cat menggunakan campuran warna-warna pastel yang sedap di pandang mata. Pada bagian tengah langit-langitnya menggantung sebuah lampu yang berbentuk seperti untaian kristal. Tatapan Jenny beralih pada barisan manekin yang sudah dipasangkan berbagai model pakaian.  Deretan pakaian yang digantung pun terlihat rapi. Aneka barang-barang lainnya seperti tas dan aksesoris wanita sebagai produk tambahan juga sudah tertata rapi di tempatnya. Ayu yang baru saja menyapu lantai sebagai sentuhan terakhir melirik jam dinding yang hampir menunjukkan pukul 10.00 pagi. “Kak Jen, lihat waktunya.” Jenny melirik jam dinding, kemudian menghela napas. “Oke, lakukan sekarang!” perintah Jenny. Ayu mengangguk dan segera membalik papan tulisan CLOSE menjadi OPEN yang tergantung di depan pintu. Keduanya sama-sama terlihat antusias di hari pertama butik itu dibuka. Jenny segera mengunggah sebuah postingan di instagramnya untuk meng-update kondisi terkini di butiknya. Sebelumnya, perempuan cantik berambut sebahu itu memang sudah gencar mempromosikan cikal bisnis barunya itu. Jenny memang terkenal sebagai sosok yang fashionable dan selalu update tentang mode terkini. Hal itu bisa dilihat dari unggahan foto-foto yang terpampang di akun i********: perempuan berusia 25 tahun itu. Selain memiliki tubuh langsing dan berkaki jenjang, Jenny juga dianugerahi fitur wajah yang menarik. Jenny memiliki sepasang mata dengan pupil berwarna cokelat pirang yang dibingkai oleh bulu mata yang lentik. Alisnya tebal alami dan menukik tajam sehingga Jenny tidak perlu lagi terlalu banyak bermain dengan pensil alis. Hidung mancungnya merupakan warisan dari sang ayah yang memiliki darah Pakistan. Tanpa filler  atau bedah kosmetik lainnya, Jenny pun sudah memiliki bibir yang terlihat penuh. Semua fitur itu pun berpadu dengan kulit sawo matangnya yang terlihat eksotis. Selain berbagi foto, Jenny juga kerap membagikan berbagai tutorial seputar dunia kosmetik. Berkat kepiawaiannya, Jenny bahkan kerap mendapatkan endorse dari berbagai perusahaan produk kecantikan. Alhasil selain mendapatkan followers yang banyak, Jenny juga bisa meraup rupiah dari kegiatannya itu. “Kenapa mereka belum terlihat?” tanya Ayu sambil mengarahkan pandangannya keluar butik yang lengang. Jenny menelan ludah. “Katanya, sih ... mereka akan datang.” “Kakak yakin?” tanya Ayu. “Mereka itu adalah pengikut aku yang cukup loyal. Biasanya ketika aku iklan produk pun mereka akan langsung membelinya,” jawab Jenny. Dalam kegamangan itu, Ayu dan Jenny mulai mendengar suara derap langkah dan bisik-bisik yang terdengar samar. Lama-kelamaan suara-suara itu semakin terdengar jelas. Ayu segera melihat keluar butik, lalu tersenyum menatap Jenny. “Mereka datang, Kak!” pekik Ayu histeris. Jenny tersenyum, kemudian segera menuju pintu untuk menyambut para pengikut terdekatnya itu. Suasana pun langsung heboh ketika kumpulan perempuan berjumlah 15 orang itu memasuki butik. Ungkapan takjub dan pujian pun terdengar silih berganti. Mereka langsung menyebar ke segala sisi menghampiri setiap penampakan yang menarik di mata mereka. “Wah ... butiknya bagus sekali, Jen.” “Ini sih, kelas butiknya sudah beda. Semua yang ada di sini adalah produk Jenny choice ... jadi sudah terjamin kualitasnya.” “Lucu banget sih, dress-nya.” “Aku post di i********: aku, ya Jen.” Jenny hanya bisa tersenyum mendengar celotehan itu. Tak berselang lama kemudian Jenny pun mulai sibuk menjelaskan berbagai produk yang ada dibutiknya. Para kumpulan perempuan yang merupakan maniak fashion itu pun memborong banyak jenis barang dari butik Jenny. Ayu sang asisten pun sampai kewalahan melayani mereka semua. Hari pertama pembukaan butik itu terbilang sukses. Jenny begitu antusias dan sibuk hilir mudik melayani pelanggan. Tanpa dia sadari, handphone miliknya yang terletak di atas meja terus bergetar. Di layar handphone itu tertera keterangan: 17 panggilan tidak terjawab. **** Pria dengan tatapan mata sayu itu melemparkan handphone-nya ke atas meja dengan gusar. Dia melepas kacamatanya, lalu memijit batang hidungnya dengan helaan napas yang terdengar berat. Setelah itu pandangannya beralih pada tumpukan berkas di sisi kiri mejanya. Dia mendesah dan memutar kursi kerjanya untuk menatap langit di luar jendela. “Kamu ke mana sih, Jen?” bisiknya lirih. Pria berbadan tegap itu pun menjangkau handphone-nya kembali. Jemarinya mulai mengetik sebuah pesan yang ditujukan pada Jenny. Pesan itu terkirim, namun belum dibaca. Layar handphone pria itu pun beralih menampilkan akun i********:  Jenny. Sudut bibir pria itu terangkat saat melihat foto terbaru yang diunggah Jenny. Foto itu menampilkan suasana opening butik Jenny yang ramai dikunjungi para pengikut setianya. “Syukurlah ... dia sudah mendapatkan banyak pelanggan di hari pertamanya,” ucap pria itu. Pria itu kembali menggulir foto-foto yang ada di i********: Jenny. Sepertinya hanya itulah yang sekarang bisa dilakukannya untuk melepas rindu. Sorot mata pria itu benar-benar menunjukkan kerinduan yang teramat sangat. Dia pun tenggelam dalam setiap potret sang kekasih yang sudah mengisi hatinya selama dua tahun itu. “Permisi, Pak Novan ... ini berkas laporan dari tim marketing sudah selesai.” Novan tersentak dan segera memutar kursinya. “Oh ... sudah selesai, ya?” Karyawan pria itu mengangguk. “Sudah, Pak,” jawabnya. Pria dengan rahang tegas itu tersenyum seraya mengambil dokumen itu dan mulai menelitinya setelah memasang kacamatanya kembali. “Oke ... saya periksa dulu. Nanti saya kabari.” “Baik, Pak.” karyawan itu pun segera pergi dari ruangan itu. Begitu karyawan itu keluar, Novan langsung menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi yang empuk. Saat ini pikirannya terpusat pada Jenny yang sudah beberapa hari ini begitu sulit untuk dihubungi. Novan mencoba menghubungi kekasihnya itu sekali lagi. Panggilan itu tersambung, tapi Jenny masih tidak menjawabnya juga. Pria berkulit putih itu bernama lengkap Novan Dian Nugraha. Novan terkenal dengan kepribadiannya yang selalu serius di kalangan warga kantor. Dia tipikal orang yang suka menyendiri dan selalu menolak ajakan teman-teman kantornya untuk sekedar makan malam bersama. Novan itu tertutup, dingin, dan juga sulit dijangkau. Begitulah pendapat sebagian besar orang-orang yang mengenalnya. Tetapi, hal itu tidak serta merta mengurangi pesona Novan yang menjadi salah satu casanova di kantornya. Wajahnya yang rupawan dan pembawaannya yang selalu tenang menjadi daya tarik tersendiri. Banyak rekan kerja wanitanya yang secara terang-terangan menunjukkan rasa sukanya kepada Novan. Namun yang bertahta di hati Novan tentu saja Jenny, perempuan yang paling dicintainya. ****  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN