Bye Bye Mbok Min

1062 Kata
Mbok Min berlari kencang menuju arah sepeda Nayra. Untung saja sepeda Nayra belum jauh-jauh amat, sehingga Nayra masih mendengar teriakan Mbok Min. Dia memperlambat laju sepeda dan menghentikannya. Nayra bingung melihat Mbok Min yang berlari ke arahnya. "Ada apa, Mbok?" tanyanya khawatir. "Atau kamu aja yang gantiin aku? Kan sebentar," mohon Mbok Min sambil memegang gagang sepeda Nayra. "Trus daganganku? Ntar pelangganku kabur semua ... nggak ah," tolak Nayra. "Aku mohon, Nay ... tolonglah kali ini." Nayra memandang wajah melas Mbok Min. Iba sih. Tapi tiba-tiba wajah Pak Guntur yang jutek melintas di benaknya. "Hm ... aku nggak mau, Mbok. Majikan Mbok Min kan gitu orangnya." Nayra kekeh menolak. "Dia itu baik, Nay. Dia gitu karena sedang banyak yang dia pikirkan. Karena kan dia dosen." Nayra diam tidak bergeming. Dia bahkan hendak kembali mengayuh sepedanya. "Nay ... tolonglah." Mbok Min menahan gerak Nayra. "Gajinya untuk kamu tiga perempat, aku kamu kasih seperempat saja. Buat kebutuhan hari-hariku di kampung sana. Tolong aku, Nay. Kalo nanti pelanggan kamu nggak ada lagi, aku yang carikan...." Wajah Mbok Min benar-benar melas. Keringat deras mengalir dari dahinya. "Mbok...." "Aku minta tolong. Emakku sakit keras." Duh. Nayra jadi tidak tega. Dipandangnya botol-botol kaca jamunya yang sudah kosong. Sekelebat dia berpikir akan kehilangan para pelanggannya. Mencari pelanggan baru? Dia harus kayuh sepeda lebih kencang lagi. Mbok Min akan membantu mencarikannya? Apa Mbok Min bisa dipercaya? Bekerja di rumah Pak Guntur? Duh, hari-hari aku bakal liat dia terus. Bisa-bisa sakit jiwa. Nayra memandang wajah Mbok Min. "Kalo pelangganku berkurang, Mbok janji carikan?" tanya Nayra memastikan. "I … iya, Nay. Aku janji." Nayra menghela napas pendek. "Ok. Aku bantu Mbok Min." *** Cukup lama Nayra tercenung melihat adiknya yang sedang belajar di kamarnya. "Kenapa, Kak?" tanya Farid yang setengah kaget melihat kakaknya tengah berdiri di sisi pintu kamarnya. Nayra tersenyum. "Nih ... buat beli hape kamu," Farid ternganga ketika Nayra menyerahkan sebuah amplop. "Kak? Dapat uang dari mana?" tanya Farid. Wajahnya sangat cerah. "Pinjam dari Mbok Min." Wajah Farid agak berubah. Penuh tanya. "Aku akan gantiin kerjaannya dia. Satu bulan. Dia mau pulang kampung karena emaknya sakit parah." "Lho. Kok kakak malah minjam duit? Dianya kan lagi kesusahan." "Potong gaji, Farid." "Oh...." ____ Sebelumnya di sore hari, Setelah bercerita panjang lebar tentang keadaan Mbok Min ke ibunya, Nayra akhirnya diizinkan ibunya untuk bekerja sementara di rumah Pak Guntur. Awalnya, Bu Ola merasa khawatir, karena sebelumnya Nayra pernah bercerita sikap arogan Pak Guntur terhadap dirinya. Tapi sepertinya Nayra sudah mengikhlaskan peristiwa itu dan tidak menaruh dendam. Yang dipikirkan Nayra sekarang adalah keadaan Mbok Min. "Kamu ada perlu sesuatu, Nay? Aku bisa bantu kamu sekarang sebelum lusa aku berangkat pulang ke Cilacap," tawar Mbok Min saat Nayra mengunjungi kamarnya di rumah Pak Guntur. "Aku perlu uang buat beli hape Farid, Mbok. Dia kesusahan belajar sekarang. Itu aja." Mbok Min berpikir sejenak. "Berapa?" "Udah, Mbok. Mbok pikirkan Emak Mbok. Masalah Farid masih bisa aku tangani." "Nggak, Nay. Berapa ... sebut aja. Biar aku lega juga bantu kamu. Kita saling bantu." "Hm ... kurang satu juta setengah sih, Mbok." Tanpa pikir panjang, Mbok Min langsung membuka laci lemarinya. Diambilnya sejumlah uang yang disebut Nayra barusan. "Nih....” Nayra terperangah. "Mbok?" Nayra masih tidak yakin dengan apa yang dipegangnya. "Ambil...." Nayra berpikir sejenak. "Aku pinjam dulu ya, Mbok. Potong gajiku saja." "Udah ... yang penting adikmu bisa belajar dengan tenang." Akhirnya Nayra meraih uang itu karena wajah Farid terbayang di benaknya. "Aku yang makasih banget, Nay. Aku pegang janjiku kali ini. Aku akan carikan pelanggan kamu kalo kamu kehilangan." ____ "Emangnya nggak papa gitu, Kak? Kasihan Mbok Min," "Ya ... dianya juga ketolong. Malah dia yang nanya aku butuh apa saking senengnya. Tenang aja, Farid. Gaji dia gede tuh. Duit segini masih dia anggap kecil ... keliatannya aja dia susah di sini. Di kampungnya mah dia udah punya rumah ama sawah. Nggak usah khawatir." Farid tertawa. "Kenapa?" "Nggak. Bukannya Kakak tempo hari ngeluh ke Ibu kalo Mbok Min susah ditagih? Kan dia berlebih." Nayra mendengus. "Manusia itu terkadang aneh, Farid. Nggak semua orang yang punya itu merasa puas dengan segala apa yang dia punya. Ada yang kaya, tapi pelit. Ada juga yang baik. Yang nggak punya juga gitu, ada yang suka berbagi dan ada yang tidak." Farid tersenyum sekarang. "Makasih, Kak," ucapnya. "Yang penting kamu belajar sebaik-baiknya. Biar nanti dapat nilai terbaik dan kamu bisa langsung daftar beasiswa untuk kuliah. Aku pasti akan bantu kamu." Farid menghela napas panjang saat Nayra beranjak dari pintu kamarnya. Dipandangnya punggung Nayra. Dalam hati dia berharap hidup Nayra berkecukupan dan bahagia suatu saat nanti. Tidak terasa air mata Farid tergenang di pelupuk matanya. Haru tidak dapat dia hindar. Didekapnya amplop putih dari Nayra. "Aku akan berikan yang terbaik buat keluargaku," batinnya sungguh-sungguh. *** Nayra memandang takut-takut Pak Guntur saat Mbok Min memperkenalkan dirinya di depan pekarangan rumah. Dan Pak Guntur memandangnya acuh tak acuh. "Okay. Kamu atur aja, Mina. Yang penting apa yang menjadi tugas kamu dikerjakan dengan baik sama dia," ujar Pak Guntur seraya melirik Nayra sekilas. Nayra sedikit tersentak mendengar ujaran dingin Pak Guntur. Bukannya ramah atau sapa, sekadar menanyakan kabar atau apalah, pria itu malah bersikap sangat dingin. Menanyakan nama dirinya pun tidak. Dan perkenalan itu berjalan sangat singkat, karena Pak Guntur sudah siap-siap pergi kerja. Nayra semakin jengkel melihat punggung Pak Guntur yang tengah berjalan menuju mobil besar mewahnya. Wajahnya berubah sinis. "Sebenarnya orangnya baik. Memang kalo belum kenal dekat ya begitu. Maklum, duda. Anaknya aja ikut mamanya." Gimana nggak ikut mamanya? Orangnya sengak gitu, batin Nayra. Selanjutnya, Mbok Min mengajak Nayra memasuki rumah mewah milik Pak Guntur. Mbok Min menunjukkan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabanya selama ini. Dan sepertinya Nayra menyanggupinya. Terlihat dari bahasa tubuhnya, seperti mengangguk-anggukkan kepala. "Satu hal yang penting, Nay. Kamu jangan sekali-kali memasuki kamar Pak Guntur." Nayra mendelik heran. "Emangnya ada apa?" tanya Nayra. "Nggak ngerti juga. Selama tiga tahun kerja di sini, kita para pembantu diingatkan untuk tidak memasuki kamarnya. Dulu pernah ada yang mau iseng coba karena penasaran, trus besoknya dia dipecat. Kita tanya-tanya isinya, kata pembantu itu nggak ada apa-apa sih, cuma buku-buku aja." "Kotor banget dong kalo nggak dibersiin kamarnya...." "Eh jangan salah. Justru katanya bersih banget di dalam. Nggak ada debu. Nggak ngerti kenapa...," Nayra menggeleng tertawa. "Hantu yang bersihin?" Nayra iseng bertanya. Mbok Min ikut tertawa. "Menurutku dia senang bersiin sendiri aja. Atau memang dia nggak ingin privasinya terganggu. Biasalah... orang-orang berduit kadang aneh-aneh..." ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN