Selang seminggu kemudian pergilah aku dan suami ke acara tersebut. Tetap tidak signifikan hasilnya. Yang ada malah kami ribut di mobil. Dia tidak mau lagi dibawa berobat. “Ayah ini tidak sakit Mah, ngapain dibawa ke tempat seperti ITU!” kata suamiku memarahiku. Ketika sedang asik berdebat, aku langsung mencium sesuatu yang busuk dalam mobil. Dan bulu badan merinding semua. Aku coba mengamati suamiku. Reaksi dia biasa saja, sepertinya dia tidak merasakan.
Aku yakin sepertinya ada sesuatu yang mengikuti kami. “Yah, cium bau aneh ga?” tanyaku. “Bau apa, mobil baru kemarin juga dicuci, tu perfume mobil saja masih baru.” kata suamiku. Hmmm…baunya semakin menyengat, dan cuma aku yang menciumnya. “AC Ayah ga rusakkah atau freon nya belum diisi, kok hawanya panas ya?” tanyaku lagi. “Ini sudah dingin lho Mah, baru level 1 lho, apalagi sampai level 4, beku Mah … Emang mama kenapa sih kok aneh sendiri, bau lah, panaslah …” tanya suamiku.
“Perasaan Mama aja kali Yah …” jawabku sambil tersenyum agar tidak terjadi perdebatan panjang. Penasaran ku belum hilang, sementara suami tetep fokus menyetir. Aku belum berani menoleh ke seat belakang ku. Aku merasa bau dan hawa panas tadi berasal dari belakang tempat duduk kami. Kucoba melihat melalui cermin mobil yang ada di depanku. Apa aku salah lihat ya, kucoba lihat lebih awas lagi … Astaghfirullah … Astaghfirullah … Astaghfirullah … Sambil ku pejamkan mataku, istighfar terus ku ucapkan.
Apalagi ini ya Gusti, ya Rabbi … Sosok apa itu? Seorang wanita yang … Astaghfirullah … Wajahnya hancur, salah satu biji matanya terkeluar, cairan kuning seperti nanah terus keluar dari matanya. Dan ia seperti ingin menyerang diriku. Astaghfirullah … kenapa dia malah tersenyum? Langsung ku tutup cermin itu didepanku. k****a terus Ayat 4 dalam hati. Lalu … “Mah, bangun Mah, sudah sampai rumah …” suara suami ku menyadarkanku. “Dimana kita Yah?” tanyaku dengan tidak semangat. “Mama tadi ketiduran, Ayah ga mau bangunkan, kasihan Mama sepertinya kelelahan” kata suamiku lagi. Aku baru ingat, langsung ku beranikan diri melihat ke belakang seat ku. Alhamdulillah sudah tiada, baunya pun kembali normal.
Malamnya ketika sedang asyik menonton tv bersama suami. Aku dapat kabar kalau Pakde ku (kakak dari ibuku) di kampung sedang sakit keras dan sepertinya hanya menunggu hari, begitu kata keluargaku di kampung. Dilemma kembali menghantui. Aku harus mengambil keputusan yang berat. Satu sisi jika aku memilih tidak pulang kampung, aku akan jadi bahan omongan dengan keluargaku, apalagi Pakde adalah satu-satunya keluarga dari ibu yang masih tersisa.
Namun jika aku pergi, suamiku tidak ada yang menjaga dan memperhatikannya. Apalagi dalam kondisi seperti sekarang. Huffff … serba sulit, sungguh pilihan yang tidak mudah. Ujian yang terus menerus datang silih berganti. Aku coba berbicara dari hati ke hati dengan sang suami. Setelah ku bicarakan dengannya, akhirnya dapatlah keputusan itu, aku di perbolehkan pulang kampung selama 2 hari saja karena mengingat tanggung jawabku sebagai seorang istri dan sebagai ibu buat kedua belah hatiku.
Jadi ku pilih jadwal penerbangan hari sabtu agar minggu aku sudah balik ke rumah. Sementara anak-anak ku titipkan dengan adikku yang lain yang kebetulan sudah punya anak juga. Aku pikir jika ada temannya mereka tidak akan cerewet. Sementara suamiku … Ini yang membuatku merasa berat sekali untuk meninggalkannya. Mungkin jika semua dalam keadaan normal saja, aku tak akan ambil pusing. Tapi sudahlah semua sudah ku putuskan bersamanya juga. Harapan ku semoga ia bisa baik-baik saja.
Tibalah aku di bandara. Setelah check in aku menelpon anak-anak, karena biar bagaimanapun sesaat berpisah dengan mereka rasanya hampa. Entahlah naluri sang ibu memang tetap tak bisa lepas dari kodratku sebagai wanita. Setelah itu kucoba hubungi suamiku. Telponku pertama tidak diterima. Kucoba lagi, terdengar nada dering sekali, lalu dua kali, dan ketiga kalinya terdengar suara lengkingan, ” … hihihihihihihi” Astaghfirullah, reflex langsung terlempar gawai ku dari genggaman. Orang yang berada di depanku pun terkejut, mungkin di kira aku sengaja melempar gawai itu. Langsung saja ku raih kembali Hp ku.
Dengan senyum-senyum guna menutupi rasa malu ku. Ku lihat di layar gawai masih aktif panggilannya. Ku coba matikan. Lalu kunyalakan kembali. Ku coba lagi hubungi suamiku. “Assalammualaikum Mah …” suara suamiku. “Alhamdulillah, waalaikumsalam Yah…” syukurlah dalam hatiku. Lumayan 5 menit aku ngobrol ngalor ngidul dengan suamiku. Paling tidak aku tahu keadaan dia baik-baik saja.
Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam. Kok petugas belum ada panggilan masuk pesawat ya, gumam ku. Sepertinya pesawat akan delay nih. Mana sudah malam, jam berapa lagi aku sampai di kampung. Batinku mulai sedikit resah karena berkejar kejaran dengan waktu.
Aku memang sengaja memilih penerbangan terakhir karena selain murah aku juga bisa lebih cepat jadwal pulangnya. Aku lihat di tempat menunggu pun penumpangnya tidak lagi banyak. Bisa dihitung dengan jari. Paling ga nyampe 15 orang. Sambil menanti panggilan boarding, aku ke toilet dulu.
Dalam toilet tak ada seorang pun yang ku temui. Hanya seorang petugas wanita yang lagi membersihkan lantai.Menggunakan seragam kerja lengkap dengan perlengkapannya, hanya sayang rambutnya dibiarkan terurai, kesannya jadi urakan, tidak rapi menurutku. Langsung ku cari toilet mana yang kosong. Dari ke 4 toilet hanya satu yang kosong yaitu yang paling ujung. Dengan santai aku masuk ke toilet itu, sambil masuk aku bilang permisi ke Mba petugas itu. “Permisi Mba, numpang ke toilet ya …” hening tak ada sedikit pun suara si Mba menjawab sapaanku. Ah ku pikir mungkin dia lagi sibuk dengan pekerjaannya, jadi tidak mendengar sapaanku.
Ketika mulai masuk, terciumlah aroma wangi yang khas. Hmmm wangi banget, seperti wangi bunga melati. Aku pikir paling petugas tadi habis menyemprot toilet nya dengan pengharum khas bebungaan. Selesai dari buang air kecil, seperti biasa aku ke tempat berkaca dulu, mencuci tanganku dan sedikit memperbaiki dandananku. Si petugas tadi sudah berpindah posisi ke cermin sebelahku.
Aku sedikit penasaran juga kenapa tadi dia tidak menjawab sapaanku. Wajahnya tertutup rambutnya yang panjang. Apalagi rambut itu terlihat agak basah dan terurai ke depan sehingga menutupi wajahnya. Wangi yang ku cium tadi, semakin menyengat aromanya. Aku mulai berpikir apa aroma itu berasal dari wanita ini ya.
Tanpa terasa semua bulu kudukku mulai merinding. Ah buru buru cuci tangan dan langsung keluar saja. Dan zonk … ketika melewati wanita petugas yang sedang berkaca juga, aku coba melirik ke kacanya, supaya terjawab rasa penasaranku. Astaghfirullah … ternyata di cermin itu tak ada siapapun. Ya Allah tanpa pikir panjang aku langsung percepat langkah keluar dari toilet itu. Wanita tadi lalu mengeluarkan suara tertawa yang melengking “hihihihi…”
Aku coba hiraukan, hingga akhirnya bisa keluar dari toilet itu, dan mencoba mengatur nafasku yang tersengal-sengal gara-gara setan tadi. Huffff … huffftt … Kurang ajar tu demit, kok bisa begitu ya, kenapa di WC ada juga. Sambil atur nafas, ku lihat di depanku sudah tidak ada orang-orang yang menunggu boarding pass. Kemana orang-orang yang ada tadi.
Pengumuman juga tidak ada kudengar. Belum terjawab kebingunganku, tiba-tiba … “Mba …” ada suara yang mengejutkanku. Ya Allah belum hilang ketakutanku tadi, sekarang bertambah lagi. Eh ternyata petugas bandara yang mencari penumpang bernama Meli. Karena hanya nama itu yang belum naik ke pesawat. “Ya Mas, itu nama saya, lewat gate 8 ya Mas?”
Dalam sekejap kemudian aku sudah duduk manis di seat no 4C. Seat-seat di sebelahku kebetulan kosong. Mungkin karena penerbangan malam jadi tidak banyak penumpang yang berangkat hari itu. Sepertinya tidurku bakal nyenyak nih karena bisa selonjoran. Lampu kabin dimatikan, hanya sedikit pencahayaan yang ada. Suasana yang mendukung untuk istirahat. Waktu perjalanan lumayan lama buat istirahat, karena nanti masih jauh lagi ke kampung Pakde ku. Jadi waktu 2 jam ku gunakan semaksimal mungkin untuk istirahat.
Baru saja mau terlelap, disisiku kok sudah ada yang mengisi, padahal tadi aku yakin betul kalau seat sebelahku benar-benar kosong. Ya Allah ujian apa lagi ini, jeritku dalam hati. Aku coba amati betul-betul, siapa sosok di sebelahku? Wanita itu hanya tertunduk. Tak lama dia terisak-isak. Aku sudah parno karena kejadian di toilet tadi. Apalagi kehadiran dia tidak aku tahu darimana. Tahu-tahu nongol tanpa permisi. Mau panggil pramugari, tapi takut mengganggu penumpang yang lain.
Ah sudahlah lebih baik aku pindah seat aja, sekalian aku mau ke toilet juga. Baru berdiri mau ke belakang, dari ujung kok terlihat samar-samar, mungkin pengaruh lampu yang tidak terlalu terang tadi, aku melihat sosok wanita lagi yang berdiri menatap aku terus. Lelahnya aku, sudah tadi di toilet, eh sekarang di pesawat pun mereka mengikuti ku. Apa salahku ya Rabb, tanyaku dalam hati. Akhirnya aku tidak jadi ke toilet dan aku hanya berpindah tempat. Lalu ku bacakan Ayat 4. Dan shalawat yang tiada putusnya hingga akhirnya aku terlelap dengan sendirinya.