Tawa Riang nan Gurih si Bibi

1080 Kata
Tiga hari telah berlalu setelah kejadian dari arena bermain tersebut. Seperti biasa suamiku harus menjalankan tugas kenegaraannya. Aku dan anak-anak kembali harus ditinggal untuk sementara waktu. Ia harus berangkat ke Surabaya bersama atasannya untuk menyelesaikan pekerjaan disana. Kurang lebih seminggu suamiku meninggalkanku. Kali ini ada sedikit kesedihan dalam batinku ketika harus berpisah dengan suamiku. Entah kenapa ada sesuatu yang kurasakan ganjil dari kejadian-kejadian sebelumnya. Sepertinya aku merasa ada hubungannya dengan Ridho. Mudahan semuanya baik-baik saja, dalam benakku berharap. Sejak kepergian suami, dirumah tidak terjadi sesuatu yang ganjil. Apalagi aku sekarang ada yang menemani di rumah, yaitu adikku Nita. Sebenarnya aku  memiliki seorang pembantu, hanya dia tidak mau stay di rumah. Meski kamar khususnya sudah ku persiapkan, tetap saja ia enggan menginap. Paling kamar itu hanya di gunakan saat istirahat siang. Jam kerjanya terbatas, mulai jam 7 sampai 12 siang dan kembali sore lagi. Walaupun ada yang menemani, adikku tetaplah adikku yang memiliki dunianya sendiri. Aku tidak bisa memaksanya untuk menemaniku selama 24 jam. Ia harus kuliah dan juga berteman dengan teman sebayanya. Hingga berlalu hari ke empat. Pembantu yang biasanya turun kerja, hari ini tidak masuk kerja karena kurang enak badan katanya. Adikku begitu juga, ada kegiatan yang harus dia kerjakan di kampusnya guna persiapan skripsinya yang sudah memasuki tahap akhir. Selain mereka, tak ada lagi yang menemaniku hari itu, kecuali dua malaikat kecilku. Hari itu seperti biasa, semua kerjaan pembantu terpaksa aku kerjakan sendiri walaupun sebenarnya tidaklah berat, hanya bersih-bersih rumah dan cucian, itupun cucian dibantu menggunakan mesin. Dalam sekejap semua kerjaan bisa diselesaikan. Kemudian lanjut dengan kedua buah hatiku. Bermain, mengajak mereka jalan-jalan dan terakhir memberi makan. Tepat pukul 12 siang, anakku keduanya sudah terlelap. Dan sekarang giliran emaknya yang juga perlu istirahat, saatnya me time. Sebelum mulai istirahat, terlebih melaksanakan kewajibanku sebagai muslimah. Tanpa terasa suasana begitu hening, karena biasanya kedua buah hatiku yang selalu buat ramai dirumah. Segera ku bersiap karena adzan sudah berlalu dan mengambil air wudlu. Baru hendak memulai, kembali ada perasaan yang tidak nyaman yang tiba-tiba menyergap. Merasa ada seseorang atau sesosok yang sedari tadi mengawasi. Ah mungkin hanya perasaanku saja, batinku. Melanjutkan kembali wudluku. Dalam sekejap semua sudah bersiap-siap menunaikan shalat dzuhur. Rakaat demi rakaat ku jalankan, hingga akhirnya mampu kuselesaikan. Namun saat mengucap salam terakhir yang di sisi kiriku, aku mendengar ada yang menjawab salam, “Waalaikumsalam …” Deg deg … Deg deg … berdebar lagi dadaku. Hah … siapa yang jawab salamku tadi. Sepertinya suara itu dari arah belakangku, batinku mulai bergejolak. Badanku terasa bergetar. Sedikitpun diri ini tak berani menoleh ke belakang. Aku sangat yakin kalau ada seseorang di belakang. Hati pun semakin berkecamuk. Langsung ku raih tasbih, dan kulanjutkan membaca istighfar, mengucapkan tasbih (سبحانالله), tahmid (الحمدلله), dan takbir (اللهأكبر). Pelan tapi pasti terdengar suara itu seperti mengikuti semua bacaanku. Semakin penasaran siapa sosok di belakangku ini, tapi rasa takut  juga turut menghantui. Hingga selesai membaca doa, suara yang lirih tadi tidak ada lagi terdengar. Dengan penuh keyakinan ku coba beranikan diri menoleh ke belakang. Jreng!! Alhamdulillah tidak ada siapapun di belakangku. Masih bisa sedikit bernafas lega. Selesai membereskan mukena dan sajadah, langsung ku duduk bersandar di atas ranjang. Sambil asyik-asyik menikmati tontonan india tiba-tiba terdengar suara air yang aneh, arahnya seperti dari dapur. Aku coba mengecilkan suara tv supaya fokus ke suara air tadi. Ya benar suara air itu kedengarannya dari dapur, tempat cucian piring. Perasaan tadi aku sudah mematikan air kran, apa aku lupa matikan ya. Ataukah si bibi ya lagi mencuci piring. Tapikan hari ini Bi Inah ijin cuti sakit. Ataukah adikku ya? Tapi dia kemarin sudah ngomong kalau pagi ini belum bisa temani aku. Lalu siapa yang didapur itu??? Ah semua berkecamuk dibatinku. Belum cukup tenaga ini untuk istirahat. Dengan sangat terpaksa dan kenekatan yang luar biasa ku coba menuju ke dapur, menghampiri sumber suara tersebut. Saat sudah berada diluar kamar, terlihatlah seseorang yang sedang melakukan aktivitas mencuci piring. Oh ternyata si bibi lagi cuci piring, karena terlihat dari belakang perawakannya sama dengan si Bi Inah pembantuku. Aku berbaik sangka, mungkin bibi sudah sembuh dan langsung ke rumah, karena dia ada bawa kunci duplikat dalam batinku. “Bi ... bibi … bibi, katanya sakit, kok sudah turun kerja …” aku coba menyapanya namun si bibi tidak menyahuti omonganku. Terus dia mencuci piring tanpa sedikitpun menyahut perkataanku. Aku tambah penasaran. Ini bibi kok tumben ga mau jawab suara ku. Sekali lagi ku panggil “Bi, bibi masih sakit kan, kenapa turun kerja?” agak ku keraskan suaraku, si Bibi tetap diam, menoleh ke aku pun juga tidak. Tiba-tiba aku teringat, bukannya tadi aku sudah mencuci semua piring setelah selesai makan dengan anak-anak. Iyaaaa … aku yakin, tak ada satupun yang tertinggal piring ataupun gelas kotor. Semua sudah ku bersihkan. Wah ada yang ga beres nih, dalam hatiku. “Hihihihi…” si Bibi tertawa sendiri. Semula yang mau mendekati sosok itu, malah ku urungkan niat tersebut. Tanpa menunggu lagi langsung aku kembali ke kamar. Balik arah dan segera mengunci pintu kamarku. Langsung ku peluk kedua anakku dan ku telpon adikku supaya segera ke rumah. Dengan nada kesal terpaksa adikku mengiyakan keinginan kakaknya. Kenapa aku bisa di uji dengan hal seperti ini, apa salahku ya, padahal setiap harinya jika sendiri selalu aman-aman saja, dalam hati mencoba berpikir keras. Selang beberapa menit kemudian adikku datang. Si Bibi tadi sudah menghilang entah kemana. Di bak cucian piring ku lihat tak ada satupun piring atau gelas kotor. Tempatnya pun tidak terlihat basah. Sungguh aneh, aku yakin yang kulihat tadi Bi Inah pikirku. Keesokan harinya, ketika si Bibi turun kerja, langsung ku tanya. “Bibi kemarin kok turun kerja, katanya sakit?” Si bibi kaget “lho kemarin kan saya sudah SMS ibu, kalau saya sakit kurang enak badan, tidak bisa turun kerja, saya seharian baring aja bu di kasur.” Kembali dalam hatiku tergetar dan merinding, lalu siapa sosok yang ku lihat kemarin? Jika memang hantu kenapa wujudnya ada? Berbagai macam pertanyaan terus menghantui pikiranku. Menginjak malam aku hubungi suami. Sudah berapa hari ia tidak mengabari keadaannya. Biasanya hampir tiap jam, HP selalu berdering nada khusus si Ayah. Setelah tersambung aku kira begitu dengar suaraku, suami akan antusias karena lama tidak menghubungi. Ternyata aku terlalu PD, nadanya hanya datar, tidak ada suara ketawa ataupun basa basi. Bicara dengan anak-anakpun dia tidak meminta sedikitpun. Malah seakan-akan buru-buru bicara dan mau menutup segera telponku. Akhirnya telponku benar-benar ditutup, padahal aku masih banyak yang ingin ku obrolkan dengannya. Kangen ku berubah menjadi kecewa. Apalagi ketika melihat kedua malaikatku. Apa yang harus ku jelaskan ke mereka. Ah mungkin dia lagi lelah dan banyak masalah pada pekerjaannya, aku coba berpikiran positif.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN