"Ya ampun bu saya beneran nggak bohong. Karna saya mau ngejar pelajaran untuk mendapatkan hati cewek imut yang lagi duduk itu, tuh." tunjuk Mahesa pada Maudy.
Seisi kelas menoleh ke arah Maudy. Maudy merasa risih dengan tatapan dari teman sekelasnya.
"k*****t si Mahesa mau ngembat Maudy dengan gercep." ujar Rey dengan berbisik pada Gilang dan Azka.
"Tau tuh. Awas aja kalau dia sampe nyakitin Maudy. Gue gibeng baru tau rasa dia," timpal Gilang.
"Mahesa, gue liat dia baik kok orangnya. Gue yakin Mahesa adalah orang yang tepat buat Maudy." Azka menoleh ke arah Gilang dan Rey bergantian.
Mereka saling mengangguk.
"Udah Mahesa kamu tuh ya bercanda terus. Cepet kamu kerjakan tugas kamu," perintah Bu Lina.
"Tapi bu! Kalau saya ninggalin dia sendiri, ntar ada yang ngambil." Mahesa terus saja memberikan senyuman pada Maudy. Sedangkan Maudy tak begitu perduli.
"Mahes!" tegas Bu Lina.
Mahesa pun menghela napa. Ia pun keluar dari kelas. Mau tak mau ia pun harus melaksanakan tugas hukuman dari bu Lina.
Ketika masih di depan kelas. Mahesa memperhatikan Maudy dari kejauhan. "Buat cowok di di kelas ini, jangan sekali kalian coba deketin Maudy yang udah gue iket. Ngerti nggak kalian semua?"
"NGGAK!" sahut para cowok yang ada di kelas itu.
Mahesa berdecak kesal.
"Mahesa!" tegas bu Lina.
Akhirnya Mahesa pergi menuju lapangan. Dengan rasa malas.
"Mahesa lucu banget ya," ucap Shasa pada Maudy.
Maudy tak menanggapi ucapan Shasa. Pasalnya itu tak terlalu penting untuk Maudy. Ia kembali melanjutkan soal pelajaran nya.
Sebenarnya niat Shasa hanya ingin merubah sikap Maudy yang sekarang terlalu banyak diam. Tak seperti dulu, Maudy yaang Shasa kenal yang cerewet. Namun setelah perginya Dylan, Maudy lebih banyak diam.
Shasa selalu berdoa agar Maudy kembali jadi Maudy yang Shasa kenal yang cerewet.
Kemudian Shasa menyontek isi jawaban dari Maudy.
Maudy hendak kelaur dari kelas, karena ini sudah waktunya istirahat. Shasa pergi dulu keluar dari kelas, kerena wali kelas memanggil nya.
Beberapa hari yang lalu Maudy memang sudah bisa berjalan. Dan itu karena Shasa yang membantunya belajar berjalan.
Maudy mencoba berdiri dari tempat duduk kursi roda nya.
Dua langkah Maudy dapat berjalan meski secara pelan. Tetapi langkah ketiga.
"Aww."
"Lo nggak pa-pa?" tanya Mahesa. Yang tiba-tiba saja ada di dalam kelas.
Maudy mendongkak menatap pada Mahesa tanpa ingin mengeluarkan suara.
"Udah tau belom lancar jalan nya, malah maksain." omel Mahesa, masih dengan memegang kedua pundak Maudy.
Maudy menjauhkan tangan Mahesa dari pundaknya. Kemudian Mahesa membatu mendudukan Maudy di atas kursi roda.
"Temen lo ke mana. Kenapa dia ngebiarin lo sendiri," ucap Mahesa.
"Gue nggak pa-pa."
Mahesa berjongkok di depan kursi Maudy.
"Kalau lo butuh orang buat belajar jalan. Lo panggil gue aja," ucap Mahesa.
Maudy memandang Mahesa tanpa ekspresi.
Tiba-tiba siswi yang bernama Nazla masuk ke dalam kelas Mahesa.
"Mahesa! Gue tunguin lo di kantin, dan lo malah di sini sama Maudy." ujar Nazla.
"Emang kenapa?" tanya Mahesa sembari berdiri dan menoleh pada Nazla.
"Lo masih tanya kenapa? Mahesa, gue nggak suka ya, lo deket sama Maudy," ujarnya.
"Nazla denger ya, lo buat jadiin pacar gue. Tanpa ada rasa suka atau cinta, ngerti lo."
Nazla terkejut dengan apa yang di lontarkan dari mulut Mahesa.
Istirahat tadi, Mahesa memang menjadikan Nazla sebagai kekasih nya. Tapi bagi Mahesa ia tak benar-benar mencintainya.
"Maksud lo apa Mahesa?"
"Udah deh, lo nggak usah pura-pura nggak tau. Lo tau sendiri 'kan kalau gue nggak pernah cinta sama yang udah gue jadiin pacar."
Maudy yang tak tau apa-apa, ia hanya diam. Ia melihat ke arah luar jendela. Karena ia tak ingin tahu urusan mereka.
Nazla menatap Maudy tajam. "Pasti gara-gara cewek cacat ini 'kan." sembari menunjuk Maudy.
Maudy tak menjawab, ia hanya bisa diam dengan ucapan Nazla padanya.
Mahesa hanya menunjukan ekspresi datarnya. Lalu ia menarik lengan Nazla untuk pergi keluar dari kelas.
Setelah menjauh dari kelasnya. Mahesa melepaskan cekalan di tangan Nazla dengan kasar. "Jangan hina dia" bentaknya.
"Gue nggak menghina. Tapi emang kenyataan nya 'kan." sahut Nazla seperti tak perduli.
"Kita putus," ucap Mahesa dengan tegas.
Mulut Nazla terbuka membulat, dengan mata melebar sempurna. "Apa putus?! Kita baru jadian
5 menit yang lalu. Dan sekarang lo putusin gue."
"Karna gue nggak cinta lo neng."
"Gue nggak mau putus dari lo." tegas Nazla.
Mahesa pergi melangkah meninggalkan Nazla. "Bodo amat." sahut Mahesa.
"Mahesa." teriak Nazla, dengan wajah kesal. Mahesa terus melangkah menuju kantin.
Sampai di kantin. Mahesa menggebrak meja yang di duduki Gilang dan kawan-kawan. Mereka terlonjak kaget, mereka memperhentikan aktivitas makan nya.
"Aya naon?" tanya Rey. Sembari menatap Mahesa dengan kesal.
"Pengen ngadu Cupang sama ayam." timpal Gilang dengan ngasal.
Posisi Mahesa masih berdiri, sebelah kaki di naikan ke atas kursi.
"Cariin gue cewek," ucap Mahesa menatap mereka satu persatu.
"Si k*****t, bukan nya lo tadi udah jadian sama Nazla." ucap Lano.
"Sok kegantengan banget lo." kata Azka.
"Gue emang ganteng, dari gue belom ada sampe akhirnya gue brojol. Jadi bayi imut, sampe gede nya gue ganteng," ucap Mahesa.
Sampai mereka menghela napas dengan tingkah pedenya yang di miliki Mahesa.
"Lo mau cewek?" tanya Gilang.
"Gue kan udah bilang, cariin gue cewek."
"Nah tuh cewek." tunjuk Rey pada salah satu siswi yang memakai kaca mata bulat besar, dengan ikatan rambut dua.
Mahesa menoleh beberapa detik, lalu dia menatap ke arah Rey dengan tajam.
"Gue serius curutboy." desis Mahesa.
"Napain lo minta cariin cewek. Kalau emang lo punya muka genteng yang menurut lo. Terus kenapa nggak nyari sendiri?" tanya Gilang.
"Kadar ganteng nya udah pindah ke gue." kqtq Lano.
"Kagak ada yang bener lo semua." Mahesa langsung pergi setelah mengucapkan kata itu.
"Gue ikut papih." tariak Rey. Ia mengikuti langkah Mahesa, di ikuti Gilang, Lano dan Azka.
"Gue bukan papih lo, curutboy." Mahesa menoyor kening Rey dengan kuat.
"b**o, hapir aja gue jatoh." ucap Rey galak.
"Kalau kita curutboy, berarti lo raja curutnya ya," kata Azka dengan tertawa.
Mahesa tak memperdulikan nya. Ia kembali masuk ke dalam kelas. Dan ia meraih tas nya.
"Asyik, kita cabut!" seru Lano. Gilang, Azka dan Rey pun mengikuti Mahesa yang akan pulang sebelum waktunya jam sekolah habis.
Mahesa menghampiri Maudy. "Jangan bilang ya, nanti gue beliin permen karet 2 bungkus. Di tambah coklat gimana, mau 'kan."
Maudy melirik ke arah Gilang, Azka, Rey da Lano saling bergantian.
"Kita mah cuman ngikutin dia aja. Lagian di kelas nggak ada guru," ucap Rey seperti mengehatahui dengan tatapan Maudy.
"Emangnya kalau nggak ada guru, kalian boleh pulang sebelum waktunya gitu." ujar Shasa pada mereka.
"Iya dong. Lagian di kelas cuman bengong," timpal Lano.
"Mendingan nongkrng gitu, sambil minum kopi di warungnya ceu Imas." kata Rey.
Ketika mengucapkan kata warung ceu Imas. Gilang, Lano dan Azka menoleh pada Rey.
Tempat itu adalah salah satu favorite sahabatnya dulu. Tempat itu juga yang selalu Dylan tujui. Meski tempat warung itu sederhana. Akan tetapi tempat itu sudah membuat mereka nyaman.
"Ya udah sana pergi kalian," usir Shasa. Shasa tahu apa yang di rasakan oleh mereka. Ia mencoba mengalihkan topic yang lain.
"Tadi nggak boleh, sekarang ngusir." ucap Lano jengkel pada Shasa.
Shasa menggeleng. Tak mengerti dengan jalan pikiran mereka. Yang berbeda dengan jalan pikiran cewek.
Mahesa menepuk pucuk kepala Maudy. "Jangan kangen ya. Ntar lo galau gara-gara nggak bisa ketemu sama gue. Gue juga yang ribet nantinya."
Maudy menjauhkan tangan Mahesa. "Aneh," ucap Maudy ketus.
"Kalau pengen ketemu. Coba lo sebuat nama Mahesa imut cowok manis tiga kali. Pasti gue muncul di samping lo," kata Mahesa.
"Kapan kita kabur, kalau lo malah asyik gombalin Maudy. " Gilang menyeret Mahesa keluar dari kelas. Sembari menarik tasnya.
Mereka pun pergi dari kelas. Sesekali mereka ngumpet jika ada guru yang berjalan berpapasan. Sebelum keluar dari area sekolah. Mereka menunggu Lano, untuk mengambil tasnya di kelas
IPS.
"Kenapa ada orang kayak dia," ucap Maudy.
"Setiap orang punya sifat ciri khas masing-masing. Begitu pun dengan Mahesa, yang mempunyai sifat yang unik." kata Shasa sembari tersenyum.
Sepulang sekolah Shasa di ajak Maudy untuk mampir di rumah nya. Sekarang mereka berdua berada di kamar Maudy.
Shasa melentangkan tubuhnya di tempat tidur Maudy. Sedangkan Maudy, ia tengah duduk sembari bercermin. Bukan karena ia ingin bercermin tetapi pikiran justru entah kemana.
Shasa mengubah posisinya menjadi duduk. "Maudy, belajar untuk ikhlasin dia pergi," ucap Shasa.
Ketika Shasa mengucapkan kata untuk ikhlas. Air mata Maudy menetes begitu saja. Tanpa mingin membalas ucapan Shasa.
Shasa menghampiri Maudy. "Gue nggak tega liat lo jadi sering murung gini. Gue pengen liat
Maudy yang gue kenal dulu,"
Maudy melirik Shasa sekilas. Maudy mencoba mengikhlaskan tetapi bayang-bayang wajah dia selalu hadir, hadir membawa senyuman manisnya.
Tiba-tiba Juna masuk ke dalam kamar. Ia berjongkok di hadapan adiknya.
Shasa hanya bisa diam ketika melihat Juna yang menghmpiri Maudy.
Juna mengelus pungung tangan Maudy. Sembari menatap sedih pada adiknya. "Bukan cuman kamu yang terpukul atas pergina Dylan. Tapi kita semua juga terpukul, tapi kita semua belajar mengikhlaskan dia pergi," ucap Juna sembari menghapud air mata Maudy.
Sedikit pun Maudy tak menoleh ke arah Juna. Tatapan mata Maudy hanya tertuju pada cermin dengan pikiran kosong.
"Jangan seolah-olah kalau lo paling terluka atau sedih. Tapi kedua orang tua nya pun yang paling terluka karna dia adala anak nya," kata Juna.
Juna mendongkak melihat ke arah Shasa. Namun setelah itu Juna keluar dari kamar Maudy.
Shasa mengejar Juna.
"Kak," panggil Shasa setelah sudah di luar kamar Maudy.
Juna menghentikan langkahnya sembari berbalik badan menghadap pada Shasa.
Shasa menghela napas. "Aku tau, kak Juna masih belum maafin gue. Karna apa yang pernah gue dulu perbuat sama Maudy," ucapnya dengan menundukan kepalanya.
"Gue masih kecewa. Kenapa lo tega lakuin itu sama adik gue, cuman gara-gara duit. Lo harus melukai adik gue."
Shasa kembali menatap Juna. "Maafin gue kak. Gue janji sekarang akan jadi sahabat yang terbaik buat Maudy."
"Ngutarain kata janji itu gampang. Tapi gue cuman pengen liat bukti lo untuk selalu jadi sahabat yang baik buat adik gue."
Shasa mengangguk. "Gue janji kak."
Sesaat mata mereka saling bermain, bermain karna saling menatap.
Kemudian Juna masuk ke dalam kamar. Tanpa haru mengucapkan kata pamit pada Shasa.
"Gue janji, kalau gue nggak akan lagi ngecewain kalian semua. Terutama Maudy, gue akan jadi sahabat yang selalu ada buat dia." ucapan Shasa begitu tulus. Tak akan lagi membuat sahabatnya kecewa. Ia akan selalu ada buat sahabatnya.
Basecamp.
Mahesa dan teman-teman masih berada di tempat tongkrongan yang selalu Mahesa singgahi. Ia mengajak Gilang, Lano, Azka dan Rey ke basecamp.
Tanpa Mahesa memperkenalkan mereka pada teman Mahesa yang lain nya. Mereka sudah saling menyapa dengan ramah.
Mahesa menidurkan tubuhnya di atas sofa. Sembari memegang ponselnya. Ia membalas pesan dari seseorang.
"Gua balik ya." pamit Gilang pada Mahesa.
"Ini jam 5 sore, masa lo udah mau balik. Mau cuci piring di rumah loh." sahut Mahesa.
"Iya gue mau ngepel, beres-beres, nyapu, cuci piring. Emangnya cewek doang yang bisa kayak gitu," ucap Gilang.
Mahesa tertawa, ia melepar Gilang dengan tas miliknya. "Yaudah sonoh balik." Gilang menangkap tas Mahesa sembari terkekeh. Lalu ia melepar kembali tas Mahesa ke pemiliknya.
"Kita juga pamit dah." timpal Azka di ikuti dengan Rey dan Lano.
"Kagak seru amat, ya udah sonoh pada pulang!" usir Mahesa.
"Kita-kita anak baik, kagak kayak lo curut," ucap Rey.
"Maksud lo gue nggak baik." ujar Mahesa.
Mereka mengangguk termasuk teman Mahesa yang lain pun ikut mengangguk. "Iya." sahut mereka serempak.
"Oke nggak pa-pa!" kata Mahesa pasrah.
"Udah ah kita mau pulang." Gilang bertos ala-ala cowok pada Mahesa dan teman-temannya juga. Mereka pun pergi dari rumah itu.
"MAHESA!!!" Mendengar seseorang yang berteriak memanggil namanya, Mahesa hanya diam menanggapinya. Sesekali ia memainkan ponselnya
"Lo mentang-mentang udah pindah sekolah, punya temen baru. Sampe lo nggak ngajak gue kabur dari sekolah lagi. Lo campakan sahabat lo sendiri." ujar cowok itu.