Tujuh

1633 Kata
Awal Wingga tahu tentang Stevany adalah, saat dia menemani sang mama yang sedang makan siang dengan Tante Sarah. Sarah saat itu memamerka foto Stevany dengan mengatakan kalau wanita itu bakal jadi menantunya. Pertama kali melihat foto wanita itu, satu kata yang terlintas di kepala Wingga adalah 'cantik'.  Stevany benar-benar cantik di foto pertama yang dia lihat. Kemudian dia pernah tidak sengaja melihat Stevany di sebuah mall. Tidak jauh berbeda dengan yang di foto, wanita itu memang terlihat cantik. Setelahnya dia tidak pernah bertemu lagi dengan Stevany. Hingga dia mendengar kalau perjodohan mereka batal, karena William lebih memilih bersama dengan Mira. Lalu melihat kedatangan Stevany di rumah William saat itu, membuatnya berpikiran buruk tentang wanita itu.  Tapi sekarang semua asumsi itu hilang setelah mendengar penjelasan dari William sendiri, saat ini dia sedang berada di kantor William, awalnya mereka membahas tentang pekerjaan, entah bagaimana awalnya hingga mereka sampai di pempicaraan ini.  "Mereka memang berteman, dan sejauh ini mereka tidak terlibat dalam masalah apapun. Hanya saja Stevany kadang mengesalkan karena dia mendandani Mira menjadi sangat canti dan seksi " Kata William. "Tapi kenapa kamu menanyakan ini?" William menyelesaikan berkasnya yang terakhir lalu menyusunnya menjadi satu. "Oh, eh.. Bukan apa-apa, hanya sedikit penasaran."Jawab Wingga berbohong.  "Benarkah? bukan karena kamu menyukainya kan?" Tanya William, sambil melihat sepupunya itu dengan tatapan menggoda. "Tentu saja bukan, kau tahu dengan jelas kalau aku menyukai wanita bernama Mira" Kata Wingga balik menggoda. William mengumpulkan seluruh berkas di mejanya dan meleparkannya dengan kasar ke wajah Wingga. "Jangan coba-coba iya!" Peringatnya dengan keras. Wingga berdecak, sepupunya itu tidak bisa diajak bercanda sedikitpun. "Mas William ihh," Kata Wingga lagi, menirukan rengekan Mira. William menampilkan ekspresi jijik pada Wingga. "Pergi sekarang! atau saya lempar kamu dari sana!" William menunjuk jendela kaca ruangannya. Wingga bergidik, ruangan William berada di lantai tiga puluh. Bayangkan kalau dia jatuh dari sana dan mati seketika.  Wingga langsung berdiri setelah mengumpulkan berkas kerja sama mereka, namun dia sepertinya tidak ada takut-takutnya. Wingga berbalik tepat di didepan pintu yang sudah terbuka. "Bagaimana kalau aku benar-benar menyukai Mira, bang?" Tanyanya dengan mimik serius. William langsung berdiri dan mengangkat kursi kerja, dan melemparkannya pada Wingga, beruntung pria itu cepat-cepat menghindar dan meninggalkan ruangan William dengan tawa tertahan, sampai beberapa pegawai William melihatnya dengan pandangan bertanya. Namun dia mengabaikannya saja. Wingga mengendarai mobilnya kembali kekantornya, menempuh perjalanan sekitar sembilan puluh menit. Dia kini tiba di ruangannya di pweusahaan milik papanya.  Sudah satu minggu dia tidak bertemu dengan Stevany, sesekali dia mengirimkan pesan pada wanita itu dan di balas singkat-singkat oleh wanita itu. Mengingat percakapannya dengan William tadi membuat dia berpikir ulang untuk mengikat wanita itu sebagai pacarnya.  Setelah berpikir panjang Wingga  memutuskan untuk mengakhiri semuanya, dia sudah tidak punya alasan untuk tetap mempertahankan Stevany sebagai kekasihnya, terlebih mereka juga tidak saling cinta. Jika boleh jujur dia sebenarnya enggan untuk mengakhiri semua ini, dia merasa nyaman bersama Stevany. Walaupun Stevany sangat pindar mendebatnya. Namun dia juga tidak mau menyakiti wanita itu. Satu-satunya cara adalah melepaskan wanita itu dan mungkin akan  mendekatinya lagi dengan cara yang benar. Seperti kembali berkenalan lagi, mungkin.  Membayangkan hal itu membuat Wingga tersenyum geli, apalagi membayangkan ekspresi wanita itu. Wingga mengalihkan perhatiannya saat pintu ruangannya di ketuk dari luar. "Masuk!" Katanya mempersilahkan orang yang mengetuk pintunya masuk. Seorang wanita cantik dengan pakaian ketat dan bawahan yang pendek, masuk dengan sebuah map di tangannya. Wanita itu bernama Renata, sekretaris Wingga. Selain Aksa yang akan mengundurkan diri tidak lama lagi, dia juga punya Renata sebagai sekretaris. "Permisi pak. Ini adalah laporan keuangan bulan lalu yang Anda minta." Wanita itu kemudian meletakkan map yang di bawanya di depan Wingga dengan sengaja menunduk memperlihat belahan dadanya.  Wingga hanya meliriknya sekilas, "Saya akan memeriksanya nanti, kamu boleh keluar , sekarang." Wingga mengusir wanita itu, dia muak lama-lama melihat d**a palsu itu. Kalau saja bukan karena pekerjaan wanita itu yang bagus dan cekatan, Wingga sudah menendangnya keluar dari perusahaan ini. *** Stevany memandangi ponselnya sejak tadi, dia sedang menunggu pesan dari Wingga, satu minggu ini dia menerima pesan dengan isi yang penuh perhatian. Dan biasanya Wingga mengirimkan pesan setian jam makan siang atau malam. Dan sekarang sudah lewat jam makan siang dia belum menerima pesan dari pria itu.  Ting, Sebuah notifikasi pesan masuk ke ponselnya, buru-buru dia mengeceknya dan ternyata bukan dari Wingga. Stevany memandang nomor Wingga yang tertera di layar ponselnya dengan kesal. Kemana pria itu? kenapa belum mengirimnya pesan?.  Wingga biasanya menanyakan, dia sudah makan belum, atau makan siang dengan apa. Lalu pria itu akan mengingatkannya untuk tidak bekerja terlalu keras. Stevany ingin bertanya kemana pria itu, tapi dia gengsi kalau menghubungi pria itu lebih dulu.  "Akhh..." Stevany mengusap rambutnya gusar, berpikir berapa kali pun dia yakin kalau dia mulai suka dengan pria itu. Ponselnya kembali berbunyi dan dia kembali mengeceknya dengan cepat, lagi-lagi bukan dari Wingga, tapi dari Jasmine. Sahabatnya itu mengajaknya untuk ikut menyambut kepulangan Mira dari rumah sakit. Stevany mengetikkan balasan, mengatakan kalau dia akan datang besok. Mira mengalami kecelakaan karena ulah mantan istri William, dan sekarang wanita itu sudah membusuk di penjara. Sampai malam Stevany menunggu pesan dari Wingga, namun tidak kunjung ada notifikasi dari pria itu. Hingga dia tertidur dengan ponsel di pelukannya.  *** Saat bangun pagi hal pertama yang Stevany lakukan adalah mengecek ponselnya, namun dia harus menelan kekecewaan saat tidak mendapati satu pun notif dari Wingga. Dia kemudian mengecek i********: pria itu, biasanya Wingga selalu membagikan aktifitasnya di laman i********: pria itu. Tidak sering memang kadang satu kali sehari atau tiga hari sekali. Stevany melihat postingan terakhir pria itu adalah baru saja, Wingga terlihat sedang berada di dalam pesawat dengan caption Berkunjung ke Singapore. Pria itu ternyata sedang dinas ke luar negri. Stevany menghela napasnya, "Kamu bukan siapa-siapnya Vany, jadi jangan berharap banyak," Katanya pada dirinya sendiri. Tapi dia tetap kesal, setelah membuatnya baper, pria itu malah pergi tanpa kabar. Dia kemudian bangkit dari kasurnya dan masuk ke kamar mandi, dia akan bersiap untuk menyambut kepulangan Mira dari rumah sakit.  Membutuhkan waktu setengah jam untuk stevany membersihkan dirinya, lalu tiga puluh menit untuk berdandan, lima belas menit untuk memilih baju dan lima belas menit untuk mem-blow rambut panjangnya. dia kemudian keluar dari kamarnya dan menuruni tangga sambil bersenandung pelan. Jika sudah dandan seperti ini rasa kepercayaan diri Stevany naik sepuluh kali lipat.  Saat dia turun, papanya sudah berangkat ke kantor dan mamanya sedang menonton film korea di chanel televisi berbayar milik mereka. Stevany menggelengkan kepalanya, sejak tiga bulan lalu mamanya begitu candu menonton film dari negri ginseng itu,  bahkan dia melewatkan acara arisan dengan teman sosialitanya demi menonton episode baru dari drama yang di ikutinya. "Mama sudah sarapan?" Tanya Stevany menghampiri Viona. "ye". Kata Viona menirukan bahasa korea.  Stevany melihat mamanya dengan geli, "Mam ih,, jangan lebay deh. Geli Vany mendengarnya." ucap Stevany seraya menggelengkan kepalanya. Viona hanya tersenyum, "Mama kan lagi belajar bahasa korea, nanti tiga bulan lagi saat mama ulang tahun mama akan minta papa untuk mengundang mereka" Viona menujuk aktris di layar dengan dagunya. "Iya aja deh," Kata Stevany beranjak dari samping ibunya. "Vany sarapan dulu ya mam," Pamitnya, dan Viona hanya berguman menjawab putrinya itu. Setelah  sarapan Vany langsung kegarasi dan mengeluarkan mobil kesayangannya. Dia harus sudah sampai di rumah William sebelum makan siang, dia tidak ingin ketinggalan menyambut sahabatnya itu. Stevany menekan klakson saat sudah tiba di depan gerbang rumah William, penjaga keamanan yang sudah mengenalnya langsung membukan gerbang dan mempersilahkannya masuk.  "Kamu baru datang juga?" Tanyanya pada Jasmine yang baru turun dari taksi persis di belakangnya. Jasmine mengangguk sambil menggumam terimakasih pada sopir taksi. Mereka masuk bersam dan di sambur baik oleh orangtua William, "Ada yang perlu di bantu tante?" Tanya Stevany menghampiri wanita paruh baya yang sedan sibuk di dapur.  "Oh, nggak ada Van, ini sudah selesai semua" Jawab Sarah ramah pada mantan calon menantunya itu.  "Oh iya, tante belum minta maaf sama kamu secara langsung kan?. Tante minta maaf iya atas batalnya perjodohan kalian." "Tante nggak perlu minta maaf, lagian, kan Vany yang batalin perjodohannya," Balas Stevany. "Tapi tetap saja tante merasa bersalah sama kamu, padahal tante yang ngotot agar kamu mau menemui William dulu." "Itu sudah berlalu tante, sekarang semuanya juga baik-baik saja." "Kamu anak yang baik, tante doa-kan, semoga kamu dapat jodoh yang jauh lebih baik dari William" Kata Sarah tulus "Amin, terimasih atas doa-nya tante" Balas Stevany.  Tidak lama William Mira pulang, Mira masih belum bisa berjalan sehingga dia duduk di kursi roda. Diam-diam dalam hati Stevany bersyukur memutuskan perjodohan dengan William, bayangkan jika tidak. Pasti dia yang berada di kursi roda sekarang atau mungkin sudah berada di bawah tanah. 'amit-amit'. Gumam Stevany. Mereka semua berkumpul di ruang keluarga, lalu William mengungukan kehamilan Mira. Stevany tersenyum ikut bahagia dengan kabar itu. Mereka tertawa saat William di hajar habis oleh ibunya, karena menghamili Mira di luar pernikahan.  Om Darman, papanya William menghadiahkan Mira satu set perhiasan, sebagai hadiah karena telah mengandung keturunan Akselsen.  ''Rasanya aku benar-benar menyesal telah melepaskan William, lihat betapa beruntungnya Mira" Bisiknya dengan nada bercanda ke pada Jasmine. Jasmine memukul pelan tanga Stevany, "Cari pria yang lebih kaya sana! Eh aku lupa, kamukan terikat dengan Wingga, mana bisa cari pria lain" Jasmine terkikik pelan, dia tidak tahu betapa kesalnya Stevany di ingatkan lagi dengan pria itu. "Selamat ya Mir, aku turut senang mendengar kabar bagahia ini, semoga hubungan mu dengan Willian langgeng" Doa Stevany denga tulus. "Terimakasih" Balas Mira. Disana mereka juga menyaksikan William melamar Mira, pria itu akhirnya memilih menikahi wanita yang sudah menjadi pengasuuh putrinya selama lima tahun lebih. Namun dibalik kebahagiaan itu ada Stevany yang bersedih. Bukan, bukan karena Mira akan menikah dengan William, tapi dengan hubungannya yang tidak jelas dengan Wingga. Pria itu mengatakan kalau hubungan mereka akan berakhir setelah William dan Mira menikah.  Atau sepertinya Wingga sudah tahu kabar ini, sehingga dia memilih menghindari Stevany. Stevany tersenyum dan memberikan selamat sekali lagi pada sahabatnya yang akan menjadi ibu itu sebentar lagi. Bersambung...  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN