Rambut setengkuk pemuda itu berterbangan oleh angin berpasir yang dibawa oleh badai yang hendak menyerang. Bulu kuduknya berdiri tegak, seluruh instingnya memberikan alarm waspada akan datangnya bencana tingkat tinggi yang begitu dekat.
Kartajaya menoleh ke belakang, Ia membeliak tatkala menyadari badai telah begitu dekat.
“Oh! Tidak!”
Beberapa ratus meter dari posisinya berada, Badai itu tengah melahap setiap apapun yang dilewatinya. Rumah-rumah, pepohonan, kendaraan dan bahkan binatang-binatang. Semuanya terbawa oleh arus angin sehingga berputar-putar di udara hingga hancur oleh kekuatan alam yang sedang murka.
Rupanya, badai itu sangat besar!
Jauh lebih besar dari yang pernah Kartajaya bayangkan sebelumnya. Kekuatan badai tersebut begitu menakutkan hingga mampu membuat langit menjadi begitu gelap dan suram, suasana pun menjadi sangat mencekam.
Setiap manusia yang merasa terancam mulai bersembunyi dari amukannya. Amukan alam yang tidak bersahabat. Bencana yang bisa menghancurkan dan membinasakan.
Kartajaya yang terdesak akhirnya membuka pintu mobil, kemudian duduk di kursi pengemudi. Ia mencoba mengingat-ingat apa yang Rocky lakukan pada mobil pengangkut sebelumnya dan mencoba melakukan hal yang sama. Ia memutar kunci hingga mesin menyala, kemudian menarik perseneling dan menginjak gas dengan perlahan-lahan.
Rupanya, mobil itu bergerak ke depan, gerakan yang sangat lambat dan penuh perhitungan.
Kartajaya tidak ingin menimbulkan keributan dengan menabrak mobil yang ada di depannya dan memancing semua penculik itu keluar.
Dengan gerakan yang sangat kaku, mobil itu mundur, kemudian bergerak ke kiri dan keluar dari area parkir. Semua hal tersebut dilakukan dengan kecepatan yang seperti kura-kura. Ia takut menghancurkan mobil itu dan gagal melarikan diri dari para penculik.
Kartajaya mendesah lega, Ia bersyukur luar biasa. Walau kekuatan batin dan mistisnya lenyap saat tenggelam di danau, namun kemampuan otaknya dalam merekam segala ilmu dan informasi baru masih sangat cepat seperti sediakala.
Pemuda itu mengedarkan pandangan ke kiri dan kanan, kemudian menemukan badai menuju ke arahnya dari sebelah kiri, hingga membuat Kartajaya menekan pedal gas dan berbelok ke kanan dengan kecepatan tinggi.
“Woohooo!!!!” teriak Kartajaya.
Pada awalnya Kartajaya panik dengan kecepatan yang tidak diduganya sama sekali itu hingga ia terlempar ke sandaran kursi dan terhenyak tanpa sekalipun menurunkan kecepatan. Ia terus menjalankan mobil hingga tanpa sadar Kartajaya lupa menurunkan kecepatan di belokan tersebut.
“Minggir!! Minggir!!!” teriak Kartajaya panik saat mobilnya berhadapan dengan mobil-mobil lainnya yang juga hendak melarikan diri dari badai tersebut.
Ia hampir saja menabrak mobil yang berpas-pasan dengannya itu namun tangannya yang cekatan bergerak refleks membanting setir ke kanan dan menyalip mobil itu terlebih dahulu untuk menghindari benturan.
Kartajaya bernafas lega saat tak ada mobil lain di depannya, ia pun bersandar dengan tenang sambil terus memacu mobil tersebut di jalanan. Rupanya beginilah rasanya mengendarai mobil. Ada adrenalin yang terpacu di dalam dirinya. Sama seperti pada saat menunggangi kuda perangnya.
Pemuda itu melirik kaca spion dan menemukan badai tak jauh di belakangnya. Entah berapa cepat badai itu bergerak, namun yang pasti sangat amat cepat hingga tiba-tiba saja berada di belakang Kartajaya.
“Cepat! Lebih cepat!!!” seru Kartajaya kepada dirinya sendiri.
Ia menekan gas dengan kecepatan penuh hingga kehilangan kendali dan tidak bisa mengontrol pergerakan mobilnya.
Kartajaya berteriak panik, ia pun memejamkan mata dan mencengkeram kemudi erat-erat karena mobil tersebut menabrak sebuah tiang listrik hingga tumbang.
Suara decitan ban mobil, maupun tubrukan itu berhasil mengejutkan mobil di belakang Kartajaya, namun beruntung mobil itu berhasil menghindari kecelakaan beruntun dengan memutar kemudi ke kanan dan terus melaju meninggalkan Kartajaya.
Pemuda itu menggeram, tangan dan bahkan seluruh tubuhnya terasa sangat sakit luar biasa. Beruntung ia sempat mengenakan sabuk pengaman terlebih dahulu sehingga ia masih bisa selamat dari benturan kepala yang sangat bahaya.
Kartajaya membuka mata, kemudian menatap area depan mobil van nya yang penyok di bagian kursi penumpang hingga kondisi kursi penumpang itu terdesak dan hancur. Sedangkan kursi pengemudi aman terkendali hingga Kartajaya dalam keadaan utuh dan baik-baik saja.
Pria itu kembali menoleh ke belakang, dia menemukan keberadaan badai yang menerjang di belakangnya.
Kartajaya yang hilang harapan akan mobil itu pun melepaskan sabuk pengaman dengan cepat, lalu keluar dari mobil dan berlari dengan kedua kakinya yang gemetar. Ya, dia gemetar sangat parah karena masih dalam kondisi terkejut atas benturan yang dialaminya saat kecelakaan barusan.
Dengan terpincang-pincang Kartajaya melarikan diri, menyusuri jalan tersebut dan memikirkan banyak cara bersembunyi. Namun kepalanya terasa berkabut, panik dan takut membuat kemampuan berpikirnya semakin melambat. Di sekitar sana hanya ada jalanan, tiang listrik yang sudah tua, dan beberapa rumah yang berjarak-jarak.
Ia sempat berpikir untuk bersembunyi di dalam satu rumah yang ada, namun, lihat saja di belakang, rumah-rumah kecil yang dia lewati sebelumnya telah dibabat habis oleh badai angin yang berputar kencang tersebut, bahkan tempat penginapan berlantai tinggi yang ditinggali oleh para penculik itu pun sebagian sudah tak terlihat bentuknya.
Hancur… segalanya benar-benar hancur!
“Jika memang ini akhirnya, maka biarkan aku berusaha sampai titik nafas terakhirku.” Pikir Kartajaya.
Sekali lagi Kartajaya menoleh ke belakang, ia melihat badai itu hanya berjarak beberapa kaki di belakangnya.
Pemuda itu menggeram, ia mengerahkan seluruh kekuatannya agar bisa berlari dengan lebih cepat. Kartajaya sangat beruntung karena ternyata tubuh Aksata mau diajak kerjasama di saat sulit seperti ini. Sejak tadi ia merasa begitu sinkron dengan tubuh Aksata ini. Rupanya, tubuh Aksata memiliki kecepatan dan kekuatan yang luar biasa jika dalam kondisi terdesak, mungkin kekuatan ini pula yang mampu menyelamatkan Aksata dari pengejaran Jenderal Irish saat melarikan diri dari istana Putih.
“Woww! Woww! Wohoo!!!” seru pria itu saat merasakan tubuhnya seperti melayang di udara, kakinya tak lagi menyentuh tanah, dan hampir saja ia tersungkur ke depan, namun rupanya angin itu menarik tubuhnya ke belakang, kemudian berputar mengikuti arusnya.
“ARGHH!!!” teriak Kartajaya.
Tubuhnya yang kurus kerontang terbawa arus badai angin dan pasir yang berukuran sangat besar. Badai yang menghancurkan banyak hal yang dilewatinya.
“Tidak!!!” teriak Kartajaya.
Ini adalah badai kedua dalam hidupnya. Badai pertama terjadi di dasar danau dan sangat misterius, sedangkan badai pertama terjadi di permukaan tanah dan sungguh mengerikan.
Berkali-kali Kartajaya terbentur benda-benda yang juga berputar di dalam pusar badai itu hingga ia terlempar semakin tinggi di udara. Kartajaya merasa pening, ia pasrah merasakan putaran yang sedang dialaminya, dan pasrah saat tubuhnya harus terus berbenturan dengan benda-benda yang juga berterbangan.
Kartajaya memejamkan mata erat-erat, ia tak bisa melihat karena pasir yang begitu banyak.
“Argh!!!!” teriak kartajaya saat merasakan pakaiannya robek dan berterbangan.
Ia pun menarik nafas terakhir kemudian merentangkan tangannya penuh keikhlasan.
“Terima aku, wahai alam…”
***