Endoria, 1012
ASAEL
Kami berhenti di depan sebuah lahan kosong yang tak berpenghuni tepat pada saat matahari sudah tenggelam dan hanya menyisakan gurat-gurat ungu dan jingga di langit. Aku masih tidak mengerti kenapa kami berhenti di depan sebuah lahan kosong, menanggapi kebingunganku, Seraphin akhirnya berkata,"Inilah tempatnya,''kata Seraphin.
Aku dan Gaspar saling memandang tidak mengerti.
''Inilah kota Morvia,''tambah Seraphin kemudian.
''Mo-Morvia?''tanyaku terkejut.
Seraphin mengangguk. Inilah pertama kalinya aku datang ke Morvia dan tidak seperti yang aku bayangkan. Di depanku hanya berupa lahan kosong yang tak terurus penuh dengan semak-semak dan rumput-rumput liar.''Di mana para peri?''tanyaku.
''Mereka ada di dalam sana,''kata Liesel sambil menunjuk ke arah lahan kosong.''Kota Morvia tidak bisa dilihat begitu saja, karena kota itu di lindungi sihir tak kasat mata yang sangat kuat oleh Ratu peri Odessa, jadi kita hanya bisa melihat lahan kosong saja. Itu di lakukan agar tidak ada seorang penyihir jahat masuk. Bagi yang belum pernah datang ke Morvia, orang-orang akan menyangka ini hanyalah sebuah lahan kosong yang tak terpakai. Itu sebabnya banyak penyihir yang belum pernah pergi ke Morvia akan kesulitan menemukan letak Morvia sebenarnya karena keberadaannya sangat di rahasiakan kecuali para penyihir yang sudah memegang akses masuk ke kota ini,''jelas Liesel kemudian, setelah melihat raut kebingungan di wajahku.
''Sepertinya kamu tahu banyak. Apa kamu pernah pergi ke Morvia?''tanyaku lagi.
''Tentu saja. Aku pernah datang ke kota ini beberapa kali,''jawabnya dengan menyombongkan diri.
''Jadi bagaimana kita masuk ke Morvia?''tanya Gaspar.
''Itu mudah . Kita hanya perlu memanggil penjaga gerbang Fethee untuk membukakan pintu masuk menuju gerbang Avalon untuk kita dan menunjukkan kuncinya,''kata Seraphin.
Seraphin mengeluarkan kunci untuk membuka pintu gerbang menuju Morvia dari saku pakaiannya, lalu ia memanggil Fethee sang penjaga gerbang Avalon dengan membunyikan lonceng kecil yang tergantung di depan gerbang.
Tak lama kemudian muncul cahaya kuning berkelap-kelip mendekati kami. Seorang peri pria bersayap mengenakan pakaian kuning terbang di depan kami dan menatap kami satu persatu.''Oh ternyata kamu Seraphin. Siapa mereka?''tanyanya.
''Mereka adalah teman-temanku.''
''Ada urusan apa kalian datang kemari?''
''Kami ingin bertemu Leprechaun. Ada yang perlu kami tanyakan kepadanya.''Fethee sang penjaga gerbang menatap kami dengan pandangan menyelidik.
''Kalian tidak boleh menangkap Leprechaun lagi untuk kepentingan kalian sendiri.''
''Kami tidak akan menangkapnya hanya untuk menanyakan sesuatu hal kepada mereka,''kataku.
''Itu benar. Kami tidak akan menangkapnya,''kata Gaspar.
''Tapi sayang sekali. Kalian tidak boleh masuk.''
''Tapi kenapa?''tanya Liesel.
''Ratu peri Odesaa sudah memerintahkan kepada seluruh penjaga gerbang Avalon untuk tidak membukakan pintu masuk kepada siapa pun untuk sementara ini sampai penyelidikan selesai dilakukan.''
''Penyelidikan?''tanya Gaspar.
''Dua hari yang lalu kami menemukan seorang penyusup peyihir yang menggunakan sihir hitam dan mencoba membunuh Ratu peri.''
''Itu sangat mengerikan,''seru Liesel terkejut.''Lalu apa yang terjadi?''
''Penyihir itu akhirnya tertangkap setelah The Union datang membantu kami untuk menangkapnya.''
Aku kemudian teringat di malam festival hari raya panen ketika The Union keluar istana dan mereka kembali membawa tawanan di dalam kurungan, jadi itu sebabnya Raja Essien memerintahkan mereka untuk menangkap penyihir yang mencoba membunuh Ratu peri dan itu sebabnya pintu portal menuju kota Morvia di tutup.
''Aku mohon izinkan kami masuk,''kata Gaspar dengan raut wajah memohon.''Anakku sekarang sedang sekarat dan hanya Leprechaun yang dapat memberitahu kami di mana kami dapat menemukan salah satu bahan ramuan untuk menyembuhkan anakku.''
''Maafkan aku. Aku tak bisa membiarkan kalian masuk,''kata Fethee bersimpati.
''Tidak bisakah membiarkan kami masuk?''tanya Seraphin.''Kami tidak akan lama tinggal di sini. Setelah bertemu dengan Leprechaun, kami akan segera pergi.''
''Sayangnya tidak bisa. Ini perintah langsung dari Ratu peri, kalau aku membiarkan kalian masuk, aku bisa dihukum olehnya. Aku ingin menolong kalian, tapi aku tidak bisa. Maafkan aku.'' Fethee memandang kami dengan sedih.
''Kau tidak perlu minta maaf. Kamu hanya menjalankan perintah. Apa yang kau lakukan itu sudah benar.''
''Sebaiknya kalian pergi. Situasi sekarang kurang aman,''kata Fethee, lalu pergi meninggalkan kami dalam kegelapan malam. Aku mengeluarkan batu sihir yang memancarkan sinar terang untuk menerangi jalan kami di malam hari.
''Sekarang apa yang harus kita lakukan?''tanya Gaspar dan menjatuhkan dirinya di tanah dengan tubuh lunglai.''Rose akan mati dan aku tak bisa menyelamatkan nyawanya,''katanya sambil mengusap air matanya.
''Kita pasti akan menyelamatkan Rose. Aku sudah berjanji kepadanya,''kataku.
''Tapi bagaimana caranya?''Gaspar bertanya lagi.
Aku mendekati Seraphin dan menanyakan kepadanya apa ada jalan lain menuju Morvia. Seraphin menggelengkan kepalanya.
''Sial!'' teriakku.
Aku mengacak-acak rambutku dengan frustasi. Apa pun caranya aku harus masuk dan menemukan Leprechaun.Aku menghela napas panjang. Malam sudah semakin larut. Sudah tidak ada waktu lagi.
''Aku tahu jalan lain,''kata Liesel tiba-tiba.
Kami semua terkejut atas apa yang dikatakan Liesel.''Benarkah?''seru kami secara bersamaan.
Raut wajah Gaspar kembali ceria. Liesel mengangguk.
''Katakan di mana?''tanyaku dengan tidak sabaran.
''Aku akan memberitahumu, tapi dengan satu syarat.''
''Syarat?''tanyaku.
Liesel kembali mengangguk.
''Baiklah. Apa syaratnya?''
''Aku akan membawa kalian semua masuk ke Morvia dengan selamat, tapi sebagai imbalannya aku ingin Asael membawaku bersamamu kemana pun Asael pergi.''
''Tapi....''
''Ayo terima saja syaratnya,''bisik Gaspar.
Aku menghembuskan napas panjang dan mendesah pasrah lalu berkata,''Baiklah. Terserah kamu saja.''
Liesel melompat kegirangan dan dia memelukku dengan erat.
''Ayo ikuti aku!''
Kami kemudian mengikutinya kemana pun langkah gadis bertudung merah itu pergi. Seraphin mendekati dan berbisik.''Gadis kecil itu sangat mencurigakan. Kita tidak tahu apa dia dipihak kita atau tidak.''
''Tidak mungkin Liesel akan berbuat jahat kepada kita. Dia hanya seorang gadis kecil,''kataku sambil menatap tidak percaya ke arah gadis kecil itu.
''Penampilan bisa menipu, Master Asael.''
''Yang dikatakan Seraphin benar,''kata Gaspar.
''Bukankah kamu yang tadi memaksaku untuk menerima syaratnya?''sindirku. Gaspar hanya tersenyum lebar.
''Kalian jalannya lambat sekali. Ayo cepat!''teriak Liesel.
Kami bertiga segera menyusulnya. Liesel membawa kami ke semak-semak belukar di tepi hutan. Gadis itu menyingkap tirai tanaman merambat dan dibaliknya ada sebuah pintu kayu yang sudah sangat usang dimakan cuaca. Pintu itu terbuka dan di dalamnya hanya ada ruangan yang sangat kecil.
Liesel menyingkap tirai di lantai yang sudah tertutupi tanah dan di baliknya ada sebuah pintu rahasia berbentuk bujur sangkar. Pintu itu mengeluarkan suara berdecit ketika Liesel membukanya karena engesel pintu itu telah berkarat. Di bawah pintu rahasia terdapat tangga melingkar menuju ke bawah tanah.
''Ini adalah terowongan bawah tanah. Terowongan ini akan membawa kita ke Morvia. Mereka tidak tahu tentang terowongan ini termasuk ratu peri. Ini adalah jalan rahasia menuju Morvia.'' Liesel tersenyum.
''Bagaimana kau tahu tentang terowongan bawah tanah ini?''tanyaku curiga. Liesel gelagapan saat aku bertanya kepadanya tentang hal ini, tapi kemudian menjawabnya.
''Itu dulu nenekku sering bepergian ke Morvia, lalu secara tak sengaja nenekku menemukan terowongan ini. Terowongan ini sudah di tutup sebelum Ratu peri Odesaa berkuasa di Morvia dan tidak pernah di pakai lagi. Terowongan bawah tanah itu sudah ratusan tahun tidak dipakai.''
Aku menyipitkan mataku dan memandangnya curiga, tapi aku tidak berkata apa-apa lagi kepadanya. Aku menuruni tangga duluan, lalu diikuti oleh Liesel, Gaspar dan terakhir Seraphin. Tangga yang kami turuni cukup panjang dan berputar-putar. Udara di sini sangat pengap, lembab, dan dingin. Aku menuruni anak tangga terakhir , melihat ke sekeliling terowongan. Terowongan ini berupa jalan lurus. Liesel memimpin perjalanan karena hanya dia yang tahu kemana kami harus pergi.
''Di sini dingin dan pengap sekali,''kata Gaspar.''Apa di sini tidak ada hantu?''
Aku dapat mendengar suara kecemasan dari Gaspar.
''Mungkin tidak ada,''kataku.
Gaspar mulai merapat ke tubuhku dan memegang erat-erat lenganku.
''Kamu tahu, aku takut sekali melihat hantu.''
Aku tersenyum geli melihat Gaspar ketakutan seperti ini. Akhirnya kami tiba di ujung terowongan dan hanya ada dinding di depan kami. Kami bertiga terlihat kebingungan, karena Liesel hanya berdiam diri saja.
''Kita sudah sampai,''kata Liesel.
''Di mana pintu masuk menuju Morvia? tanya Gaspar .
''Pintu masuk ada di depan kita.''
Liesel membalikkan tubuhnya dan tersenyum, lalu ia mendekati dinding itu dan merabanya. Tangan gadis itu menekan tombol yang tersembunyi di dinding hingga menimbulkan suara berderak. Cahaya biru dan pink perlahan-lahan membentuk sebuah pintu di dinding di depan kami. Pintu itu berkerlap-kerlip memancarkan cahaya. Kami terpana saat melihatnya.
''Ini hebat!''seru Gaspar.
Liesel melepaskan kalung dari lehernya yang ternyata adalah sebuah kunci. Ia memasukan kunci itu dan pintu yang memendarkkan cahaya pelangi terbuka.
''Ayo!''seru Liesel.
Kami mengikutinya dari belakang dan dalam sekejap kami telah berada di Morvia. Kedatangan kami disambut oleh para peri yang berterbangan mengelilingi kami dengan cahaya berwarna-warni. Para peri itu kemudian pergi.
Aku memperhatikan di sekelilingku dan ternyata kami berada di pemukiman para peri. Rumah-rumah mungil di atas pohon nampak bercahaya oleh sinar cahaya peri mereka. Bunga-bunga bermekaran begitu indah. Aku melihat salah satu peri menyirami tanah dan beberapa detik kemudian tumbuh bunga.
Para peri melihat kedatangan kami dan beberapa diantara mereka menyapa Liesel. Gadis itu tersenyum kepada mereka dan menjawab sapaan mereka.
''Sudah lama kita tidak bertemu,''kata salah satu peri pria yang memendarkan warna hijau.
Sepertinya para peri itu mengenalnya . Aku memandang Liesel dengan tajam. Siapa sebenarnya gadis itu? Aku rasa Liesel bukanlah gadis kecil biasa. Apa yang dikatakan Serpahin ada benarnya. Gadis itu terlalu mencurigakan.
''Hai Neron! Bagiamana kabarmu?''
''Aku baik. Ada urusan apa kau datang ke sini?''tanya peri yang bernama Neron itu dan peri itu melihat ke arah kami dengan tatapan curiga.
''Kami mencari Leprechaun.''
Peri itu kembali melihat kami dengan tatapan tidak suka.
''Apa mereka adalah teman-temanmu?''
''Iya . Mereka adalah teman-temanku. ''
''Baiklah. Kalian harus hati-hati . Di sana banyak naiad.''
Peri itu kemudian terbang dan masuk ke dalam rumahnya yang mungil.
Liesel terus berjalan di depan kami dan sesekali ia menengok ke belakang memastikan kami tidak tertinggal jauh. Gadis kecil itu tersenyum dan senyumannya itu begitu hangat. Sekali lagi hatiku menolak kalau Liesel punya niat jahat terhadap kami. Aku harap itu tidak benar. Liesel terlalu manis untuk bisa berbuat jahat.