Bab 4: Bersama Lelaki Lain

1005 Kata
Pagi itu Lavanya dan Assisten Chandra telah berada di Pasar Tradisional Ibukota, disekelilingnya terdapat banyak pedagang yang sedang menjajakan dagangannya. Duduk dilesehan, bersorak sorai memanggil pembeli berharap akan mampir ke lapaknya. Keriuhan pun tak urung surut, orang-orang berdesakkan ingin segera mendapatkan apa yang mereka inginkan. Walaupun terlihat risih, jengah dan panas, tapi kelebihannya adalah mendapatkan harga sandang pangan yang lebih murah dan terjangkau. Dan ini adalah kebutuhan emak-emak standar menengah "Nona, yakin kita belanja disini?" tanya Assisten Chandra, ia takut istri tuannya akan merasa risih berada di area ini dalam jangka waktu yang cukup lama "Yakin kok, lagian kan saya yang minta." jawab Lavanya sembari mencari sesuatu yang ingin ia beli "Saya takut Nona bakal risih lama-lama, lagi pun kalau uangnya kurang saya mau kok nambahin kalau kita belanja di Supermarket." "Tuan Chandra, saya bukan orang kaya, lho, hanya beruntung dapat suami brada. tapi karna status sudah menjadi istri Tuan muda, bukan berarti selera hidup saya berubah haluan." "Saya udah biasa belanja di Pasar, jadi tahan banting mah ini kalau mesti panas-panasan." jelasnya kepada pria disisinya "Baiklah, Non. sekarang mau beli apa?" tanya Assisten Chandra "Kesitu, yuk!" Lavanya menunjuk lapak yang menjual sayuran dan rempah-rempah Ia harus melewati banyak pengunjung yang begitu ramai, tidak peduli dengan campuran aroma tubuh yang telah berbaur. Ia menyelip, tubuhnya yang mungil tentu saja bisa melewati mereka yang tak kalah berdesakkan. Kecuali Assisten Chandra yang sepertinya malah dikerumunin para emak-emak "Wah, ada Mas tampan ikut nimbrung ke Pasar." kagum mereka "Mas, nggak salah langkah main kemari? lihat begini disini mah bisa tambah semangat belanjanya emak-emak." seru yang lainnya "Hooh, ih, kasep pisan. foto dulu, yuk?" dan mereka berlekas merogoh ponsel canggih untuk mengambil potret bersama Chandra, sang pria tampan nan baik hati "Eh," Assisten Chandra merasa tertekan dikelilingi emak-emak nakal ini, ingin kabur tapi tidak ada jalan untuknya buat melepas diri dari mereka. rasanya ia berharap sekali bisa menghilang dari kerumunan ini Lavanya menoleh ke sisi kiri, kanan dan belakangnya, tidak menemui keberadaan sosok Assisten suaminya. namun--mendengar kehebohan yang terdengar antusias dibelakang sana mengalihkan perhatian Lavanya pada kerumunan itu. Lavanya mengernyit heran, dan tercengang melihat sosok Assisten yang sedang menjadi primadona para emak-emak Pasar. "Ya ampun!" Ia menepuk jidatnya dengan keras Lavanya bergegas menyelamatkan pria itu yang tampak mendesis kesal karna ulah mereka, ia menyelip dari tubuh ke tubuh dan langsung menggapai tangan Assisten Chandra setelah mendapatnya. Lalu kemudian menariknya dari keramaian yang menyesakkan ini "Maaf, saya bawa kabur!" teriak Lavanya sembari menarik tangan Chandra untuk menjauhi mereka "Yaaaach!" mereka tertunduk lesu melihat pria tampan telah dilarikan oleh sang permaisuri Tak peduli banyaknya orang disisi mereka, Lavanya dan Chandra terus berlari hingga tak ayal juga menubruk tubuh para pengunjung. Melihat keadaan yang tampak sepi, Lavanya menghentikan langkahnya sembari mengatur pernapasan yang tersengal-sengal "Nona nggak apa-apa?" tanya Assisten Chandra, melihat perempuan itu tampak kelelahan setelah berlari menghindari kerumunan "Nggak apa kok, bagaimana denganmu?" "Saya merasa risih saja, mereka terlalu agresif menyentuh tubuh saya." ujarnya Lavanya mendelik. "Hah? sentuh apa?" "Eh!" Lavanya menutup mulutnya dengan telapak jari, merasa salah akan pertanyaan yang terdengar konyol "Punggung, wajah, d**a, tangan, apa lagi, ya? sepertinya hampir semua," jawab Chandra sembari mengulum senyum, melihat rona merah yang muncul di pipi wanita dihadapannya "Hmm, oh, gitu. yaudah ayo kita lanjut!" Lavanya beranjak pergi meninggalkan Chandra, didalam hati ia terus mengumpat pada diri sendiri. merasa tidak etis sekali menanyakan hal itu, terdengar konyol kala pikirannya malah tertuju ke objek lain *** "Terima kasih udah nemani saya belanja, Tuan. mau mampir dulu, nggak?" "Lain kali aja, Nona. saya juga ada urusan diluar." "Oh, baiklah, hati-hati, Tuan Chandra." pesan Lavanya sambil mengulas senyum manis kepadanya. Pria itu mengangguk dan segera masuk ke dalam mobil setelah semua belanjaan ia taruh di Dapur. Mobil lelaki itu pun melesat sempurna meninggalkan pekarangan kediaman baru Tuannya. tampak lengang dan tiada satu pun orang selain mereka. Lavanya mengembuskan napas berat, mengedarkan pandangan melirik rumah ini, sungguh membuat bulu kudunya berdiri. seolah dirinya telah berada di dalam neraka, siap-siap menerima siksaan yang akan diberikan oleh penjaganya. Lavanya melangkahkan kaki memasuki kediamannya, hawa panas mulai ia rasakan disetiap langkah. Sesekali sepasang netranya melirik ke arah tangga, tidak menunjukkan tanda-tanda sang suami akan datang menemuinya ataupun menampakkan diri. Lavanya menarik napas dalam-dalam berusaha menetralisirkan perasaannya yang mulai tidak karuan. entah ada apa dengan Virendra yang tiba-tiba berubah drastis dan itu tidak pernah terbayangkan oleh Lavanya. "Sebaiknya aku mulai masak." gumamnya, mempercepat langkah kaki sebelum ia melihat pria itu Satu jam lebih Lavanya bergelut dengan alat dapur beserta pangan lainnya yang harus diolah, akhirnya aroma wangi pun dapat ia hirup dengan begitu senangnya. Lavanya mengulum senyum memandang tiga menu makan siang telah tersusun rapi diatas piring. semur ayam terlihat sangat lezat, tempe dan tahu goreng yang dibaluri tepung, dan juga sayur kangkung terasi yang memiliki aroma khas tersendiri Kemudian Lavanya menghidangkan masakannya diatas meja makan, setelah usai ia bergegas ke kamar untuk memanggil suaminya yang mungkin telah menunggu terlalu lama. melihat waktu yang sudah menunjukkan pukul dua belas tepat, tibalah saatnya makan siang. Tok tok tok Mungkin ada kala baiknya jika Lavanya mengetuk pintu terlebih dulu sebelum masuk, ia harus berhati-hati dalam menghadapi lelaki itu. "Mas, kamu ngapain? aku masuk, ya?" Lavanya, dengan volume suara yang meninggi. tanpa menunggu sahutan dari dalam ia pun membuka pintu dan langsung disambut oleh sepinya ruangan ini seolah tiada kehidupan didalam sana. Lavanya dibuat tertegun, pasalnya tidak mendapati Davendra ada didalam ruangan ini, atau pun di kamar mandi dan ruang kerjanya yang terletak disisi lain kamar. memeriksa ke balkon pun sama halnya, tidak mendapati wujud lelaki itu "Ke mana dia?" gumam Lavanya, ia bingung sekali. dan lagi-Davendra juga tidak meninggalkan pesan untuknya *** "Kamu jahat banget sih, belum juga sehari menikah udah jahatin istri kamu." seorang perempuan bergeleyotan di lengan Davendra sembari menikmati wine didalam rumah sederhana wanita itu "Mulutku terasa gatal kalau tidak berbuat seperti itu, Sayang." Davendra mengecup pucuk kepala selingkuhannya. ya, selingkuhan yang sudah beberapa bulan ini mnjalin kasih dengannya. sungguh malang nasib Lavanya, ia memang sudah tertipu dengan sikap manis pria itu dengan tujuan yang belum diketahui. Bersambung ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN