Bab 5

3376 Kata
HAPPY READING *** Setelah mengantar Kejora ke sekolah, Resti menyempatkan diri ke pasar tradisional, ia membeli bahan-bahan makanan seperti jamur, asparagus, buncis, bawang bombay, tomat, paprika, kubis, brokoli, bayam hijau, jagung, kangkung, timun, kacang panjang, kentang dan percabean. Tidak lupa juga Resti membeli perdagingan seperti ayam potong, daging sapi local. Bahan-bahan ini semua di dapat dengan harga terjangkau di pasar tradisional. Resti kembali ke rumah Taran tepat jam sepuluh, ia membuka bagasi dibantu oleh bibi. Resti dan bibi melangkahkan kakinya masuk ke dalam. “Non belanja banyak banget,” ucap bibi, menaruk barang belanjaan Resti di meja kitchen. “Ah, nggak apa-apa bi, untuk stock seMinggu, saya lebih suka lihat makanan seperti dari pada makanan kaleng itu,” ucap Kejora. “Bi, tolong saya ya, bersihin ini semua, nanti taruh di wadah tertutup, terus masukin ke kulkas.” “Baik, non.” Bibi dan Resti tidak butuh waktu lama sudah membersihkan semua sayur-sayur hasil pilihan Resti. Resti puas melihat hasil pilihannya begitu juga dengan bibi. “Kalau pak Taran periksa gimana, non?” “Bilang saja ini saya yang punya usul.” “Baik non.” “Pak Taran sering makan di rumah, bi?” Tanya Resti kepada bibi. “Jarang non. Pak Taran pulang malam terus. Pulang ke rumah cuma tidur aja, kadang pak Taran keluar kota, kadang juga keluar negri. Yang makan biasa bibi sama non Kejora aja. Bibi sama non Kejora biasa beli gofood, karena malas masak, soalnya makan berdua.” “Non Kejora biasa sebelum ada non Resti di rumah, pulang sekolah langsung masuk kamar, muncul nggak muncul malah besok pagi mau sekolah. Sekarang sih rumah ini udah hidup lagi, semenjak ada non Resti. Non Kejora udah nggak ngumpet lagi di kamar dan pak Taran sering di rumah juga. Jadi rame,” ucap bibi. “Kalau mantan istri pak Taran, pernah ke sini, bi?” Tanya Resti penasaran. “Jarang non, tapi pernah sekali, non Sierra datang, nangis-nangis minta maaf sama bapak. Tapi, tau sendiri bapak bagaimana.” “Emang pak Taran bagaimana bi?” “Pak Taran nggak peduli non, kayaknya udah nggak mau ambil tau. Ada beberapa orang datang ke sini, katanya non Sierra sakit, tapi bapak juga nggak mau samper. Udah nggak mau ambil pusing sama mantan istrinya.” “Karena apa sih bi, kok pak Taran sama Sierra bisa pisah?” Tanya Resti lagi, ia semakin kepo ingin mengtahui kehidupan Taran. “Non Sierra selingkuh non sama sahabatnya bapak yang sering main ke sini.” Alis Resti terangkat, “Owh ya, siapa bi?” “Sama pak Carlos non. Katanya sih sampe sekarang pak Carlos belum ada niat nikahin non Sierra. Terus non Sierra mau balikan sama pak Taran, pak Taran nggak mau. Tau sendiri bapak gimana dinginnya.” “Terus, bi.” “Habis itu, bibi nggak tau lagi non gosipnya bagaimana.” Resti akhrinya tahu kisah rumah tangga Taran yang berakhir teragis itu. Resti menatap bibi, ah bisa-bisanya ia ingin tahu tahu kisah percintaan Taran. Kasihan sekali Taran, kisah percintaanya tidak semulus karirnya. “Yaudah kalau gitu saya pergi dulu ya bi. Mau ketemu klien,” ucap Resti mengakhiri percakapannya dengan bibi. “Iya, non.” Resti pun menjauhi bibi, ia melangkahkan kakinya menuju pintu utama. Ia penasaran seperti apa wajah mantan istri Taran, sehingga wanita itu rela selingkuh dengan pria bernama Carlos. Jika dipikir-pikir apa kurangnya Taran sebenarnya? Taran itu crazy rich Jakarta, bahkan dia masuk ke dalam sepuluh orang terkaya di Indonesia. Di dalam majalah-majalah bisnis terpampang wajahnya di mana-mana. Harusnya Sierra bersyukur memiliki suami miliader seperti Taran. Entahlah, sampai wanita itu menodai pernikhannya demi pria bernama Carlos yang nota bene teman dari Taran sendiri. Ia tidak bisa membayangkan betapa hancurnya hati Taran melihat istrinya berselingkuh dengan sahabatnya sendiri. Jujur ia sebagai pengamat yang baik, tidak menyalahkan salah satu sisi saja. Menurutnya berselingkuh karena ketidaksetiaan sangat berkaitan dengan interaksi social. Ada tiga factor kenapa seseorang bisa berselingkuh, yang pertama karena mendefinisikan keakraban dengan lawan jenis, walau sebatas teman ngobrol atau teman main. Awalnya tidak berniat berselingkuh, namun lambat laun semakin intens dan nyaman, tanpa di sadari, terjadilah perselingkuhan. Resti memanuver mobilnya meninggalkan area rumah Taran. Oh God, bisa-bisanya ia mengevaluasi tentang perselingkuhan istri Taran. Inilah realita kehidupan, diselingkuhi itu sangat pahit. Lebih baik perbanyak menerima bagian kecil dari hubungan, perbaiki yang telah dilakukan dan paling penting jika sudah berkomitmen jangan pernah dekat dengan lawan jenis, karena itu sangat berbahaya. *** Sore harinya, Taran melangkahkan kakinya menuju pintu utama, hari ini ia pulang lebih awal dari biasanya. Ia melihat ke arah lemari pendingin, ia membuka chiller itu, ia memandang isi lemari pendinginnya ada yang berubah. Ia mengambil satu botol soft drink, ia melihat tempat makan transparant tersusun rapi di dalam kulkas. Kemarin isi kuklasnya tidak seperti ini, namun sekarang semuanya berubah. Tidak ada lagi makanan kaleng yang tersusun rapi di rak ini. Taran membuka kancing kemeja satu dari atas, suasana sore kini semakin gerah. “Bi …!” Ucap Taran memanggil asisten rumah tanggannya. “Iya, pak,” ucap bibi keluar dari kamarnya. Taran menatap bibi, ia menarik nafas lalu bertolak pinggang, “Kenapa isi dalam kulkas berubah?” Tanya Taran ia menahan amarah, selama ia berada di rumah ini, baru kali ini dapurnya berubah. “Itu pak, anu, yang rubah non Resti.” Taran mengerutkan dahi, “Resti?” “Iya, pak. Semua ini non Resti yang belanja. Katanya non Kejora nggak baik makan-makanan instan. Makanan yang di kulkas, di taruh di dalam lemari ini semua,” ucap bibi, membuka lemari kaca, memperlihatkan isi kulkasnya di dalam lemari. “Sejak kapan?” “Tadi siang pak.” Taran menahan amarah, ia memandang bibi, “Kenapa tidak di cegah?” Tanya Taran. “Katanya, non Resti yang tanggung jawab pak, kalau bapak tanya.” “Saya nggak suka, ada yang mengobrak-abrik rumah saya.” “Maaf, pak.” Baru beberapa Minggu wanita itu bekerja di rumah, Resti sudahh berbuat lancang seperti ini. Wanita itu harus diberi pelajaran, ia tidak suka, karena wanita itu terlalu ikut campur dalam urusan rumah ini. Taran memandang bibi, ia tahu bahwa bibi pasti tidak akan melakukan ini, ini pasti ulah Resti. Taran lalu masuk ke dalam kamarnya, ia menunggu hingga Resti datang. Ia akan memperingati Resti, bahwa tugasnya hanya mengurus Kejora, bukan mengacak-ngacak dapurnya. *** Beberapa jam kemudian, Taran mendengar suara mobil masuk ke dalam halaman rumahnya, ia tahu bahwa yang masuk itu adalah Resti dan Kejora. Taran keluar dari kamar, ia mendapati Resti di sana, ia juga melirik Kejora sudah masuk ke rumahnya. “Kamu apain kitchen saya?” Tanya Taran memandang Resti yang baru saja datang bersama adiknya. Resti yang mendengar itu terkejut, ada nada kemarahan pada bibir itu. Suara itu penuh tekanan dan sedikit menggeram. Resti terdiam beberapa detik dan ia mencoba memberanikan diri menatap pria itu. “Saya membuatnya lebih baik,” gumam Resti pelan. “Siapa yang nyuruh kamu melakukan itu,” timpal Taran, jujur ia tidak suka ada orang baru yang mengobrak-abrik rumahnya tanpa seijinnya. “Hemm, inisiatif saya sendiri …,” ucap Resti gelagapan. “Inisiatif kamu tidak berlaku di rumah saya. Saya suka dapur saya yang dulu. Kembalikan dapur saya seperti semula,” Taran menggeram. Resti memandang ekspresi wajah Taran. Wajah Taran memerah karena terbakar emosi, hingga membuatnya takut. Inginnya ia menuruti kemauan Taran. Namun bibirnya tidak berhenti untuk membantah. “Tapi di kitchen kamu penuh makanan yang tidak sehat, junk food, makanan kaleng hampir mengisi semua kulkas kamu, dan frozen food, Taran. Bagaimana bisa saya membiarkan artis saya makan-makanan seperti itu setiap hari. Ingat Kejora harus memakan makanan sehat dan bergizi. ” “Kejora harus menjaga kesehatannya dan bentuk badannya agar bisa tampil prima di panggung hiburan. Saya lebih berpengalaman menangani artis saya, dari pada mengurusi hidup kamu.” “Jika kamu ingin makan-makanan seperti itu silahkan, tidak untuk Kejora,” timpal Resti tidak kalah sengitnya. Wajah Taran semakin memanas, ia tidak habis pikir bahwa ada wanita yang pantang mundur membantah ucapannya. “Saya tidak memasak di sini, yang memasak untuk Kejora itu, bibi. Saya hanya mengatur pola makan dia menjadi lebih baik. Kalau kamu nggak mau, kamu bisa catering atau makan di restoran, kan!” Taran semakin memanas mendengar ucapan Resti, ia melangkah mendekati wanita itu, otomatis tubuh Resti mundur ke belakang. “Kembalikan dapur saya sekarang, Resti !” Desis Taran penuh emosi, bisa-bisanya wanita itu menasehatinya panjang lebar. Resti menelan ludah, ia memandang secara jelas wajah tampan dari jarak dekat, dia sangat keras kepala dan penuh intimidasi. Kobaran api terlihat pada mata Taran. “Enggak, saya nggak akan mengubahnya, paham !” timpal Resti dengan suara bergetar, karena ada kesadaran diri bahwa pria di hadapannya ini sangat menyeramkan. “Saya memperkerjakan kamu menjadi assiten manager Kejora, bukan babysitternya. Paham !” Ucap Taran tidak kalah sengitnya, Resti bergeming setelah Taran mengatakan itu kepadanya, ia tahu bahwa Taran akan memecatnya setelah ini. Ia juga sadar bahwa dirinya salah, karena tidak mengkromikan dulu atas tindakkannya mengatur ulang bahan-bahan makanan di kitchen ini. Ia tidak tahu, Taran itu laki-laki normal atau tidak. Bagaimana mungkin Taran menghabiskan waktunya mengurusi dapur. Kecuali basic nya memang kerja sebagai chef atau crew kitchen yang kerja di restoran. Seorang Taran ikut campur urusan dapur. Itu sama sekali tidak masuk akal menurutnya. Resti mengatur nafasnya sulit diatur begitu juga Taran. Resti memperhatikan ekpresi Taran yang ia ketahui Taran belum bisa meredakan emosinya. Taran melangkah menjauh, ia memilih duduk di kursi menahan emosinya yang sudah meluap-luap. Taran memejamkan mata sejenak, ia menutup wajahnya dengan tangan, dan ia menggeram. Ia memandang Resti, setiap melihat wanita itu rasanya ingin meledak. Siapa wanita itu? Berani sekali mengatur hidupnya? Pacar bukan, istri bukan, dan dia juga bukan keluarga. Dia hanyalah asisten Kejora. “b******k,” umpat Taran dalam hati. *** “Ahhh …” Desahan terdengar dari bibir sang wanita. Taran mengemut d**a dengan lembut dan lidahnya bermain merajalela. Sementara tangan kirinya menelusup dibalik. Ia menekan jemarinya inti kewanitaan itu sehingga sang wanita melenguh. “Ahhhh …” suara lenguhan kembali terdengar, sang wanita merasakan denyutan hebat dititik sensitifnya. Taran masih menekan sacara memutar, ia merasakan area kewanitaan itu basah. Taran menarik g-string itu ke bawah, lalu menyikap rok itu hingga ke atas. Taran memandang area kewanitaannya. Ia membuka tungkai kaki itu dan ia memainkannya secara perlahan tapi pasti. “Ahhh … ahhh, nikmat.” Taran memutar jemarinya secara perlahan, suara desahan itu kembali lolos, membuatnya semakin bersemangat melakukannya. Awalnya jemarinya pelan, lama kelamaan jemarinya semakin cepat, memutar. “Ahhh … ahhh … ahhhh” Ritme jemari Taran tidak berhenti bahkan semakin cepat. Sehingga lenguh desahan sang semakin membuatnya gila. Jemari Taran semakin cepat hingga akhirnya tubuh wanita itu menegang dan mencengkram erat bahu Taran. “Enak nggak?” Tanya Taran lembut. Wanita itu mengangguk, “Iya,” ucapnya parau, nafasnya terengah-engah karena nikmat. Taran menundukan wajahnya dan memainkan lidah di sana, sehingga sang wanita merasaka geli sekaligus nikmat, tubuh itu berdenyut hebat. Wanita itu tidak bisa menolak ketika Taran melakukan ini, rasanya sangat luar biasa nikmat. Lidah Taran masuk ke inti dan bahkan mengemut kewanitaanya dengan rakus. “Ahhh … ahhh … ahhh …” lenguh sang wanita tidak tertahankan. Bibir Taran semakin aktif menjilati dan menghujaminya, rasanya sangat manis ketika ada cairan keluar. Ia membuka tungkai kaki itu semakin lebar agar bisa leluasa menghujaminya. Bibir itu berganti dengan jemari Brian menusuk hingga dalam, ia tusuk semakin cepat. Tubuh wanita itu meneganggang ia mencengkram bahunya dan beberapa saat kemudian tubuh itu bergetar. Lalu mengeluarkan klimaks pertamanya. Tubuh wanita itu lemas karena puas, dia hanya bisa bersandar di kursi memandangnya lembut. Bebaring pasrah di bawahnya, “Ohhh …” Taran tidak bisa menahan diri lagi, ia lalu memasukan miliknya. Tubuh mereka saling menempel satu sama lain. Suara desahan mereka saling bersahutan, ini merupakan percintaan yang paling di damba dan mereka saling memuaskan satu sama lain. Seluruh kesadaran mereka tenggelam oleh nafsu. Tanpa ada yang ingin mengakhiri permainan panas. Taran menatap wanita itu dengan fokus, mata lentik, bibir ranum, alisnya terukir sempurna, nafasnya yang terengah-engah. Taran menghujami permainananya. “Ahhh … ahhh … ahhh …” Permainan semakin panas dan Taran semakin cepat memompa tubuhnya. Kedua tangannya meremas d**a. Hingga akhirnya tubuh Taran dan wanita itu menegang hingga mencapai puncak. Seluruh energinya terpuaskan. Taran mengatur nafasnya, ia memandang sang wanita secara lekat-lekat yang terduduk lemas dalam pelukannya karena puas. Wajahnya sangat cantik, ia tahu bahwa ini adalah hal ternikmat yang mereka lakukan sepanjang hidupnya. Lalu Taran mengerutkan dahi dan sadar bahwa yang berada dalam dekapannya itu “Virginia Resti” ucapnya pelan. Taran terbangun lalu mengatur nafasnya, Oh, Jesus, bisa-bisanya ia memimpikan Resti yang bukan siapa-siapanya. Seumur hidupnya ia tidak pernah memimpikan Sierra yang notabene mantan istrinya dulu, namun kenapa wanita itu muncul di dalam mimpinya. “I’m oke, ini cuma mimpi buruk,” desis Taran. Taran beranjak dari tidurnya, ia melangkah menuju kamar mandi dan menghidupkan wastafel ia mencuci wajahnya. Ia membuka matanya lebar-lebar, kenapa mimpi itu seakan terasa nyata. Ia masih ingat bagaimana tangan lembut Resti menyentuh dan memangut bibirnya. Bibir wanita itu sangat lembut bahkan terasa sangat nyata. Kehadiran Resti di rumah ini sungguh membuatnya gila. Ia gila karena selalu berdebat dengan wanita yang suka mengatur dirinya dan Kejora. Semua makanan yang ia impor langsung dari America sudah di singkirkan dari wanita. Lihat saja, ia akan segera memecatnya. Taran membuka pakaiannya, ia perlu mandi untuk menjernihkan pikirannya. Ia harus sadar dan waras, bahwa Resti merupakan mimpi buruknya selama ini. Air hangat membasahi seluruh tubuhnya dan membuatnya rileks. *** Setelah makan malam, ia tidak mempermasalahkan tentang Resti yang sudah mengobrak-abrik dapurnya dan masakan wanita ternyata enak. Ia bisa berdamai dengan keadaan, itu demi kebaikan Kejora, lagi pula Kejora menyukainya. Taran melirik Resti yang berada tidak jauh darinya. Wanita itu mengusap tangannya dengan tisu. Dia melangkah mendekatinya dan mengambil blezer yang berada tepat di belakangnya. “Apa kamu tau b**m itu, apa?” Tanya Resti, seketika ia teringat dengan pertanyaan Kejora di mobil. Taran lmengerutkan dahi, ia memandang Resti cukup serius, “Kamu sudah dewasa, tidak tahu b**m?” Resti mengedikan bahu, “Emang apa hubungannya dewasa dengan b**m?” Resti semakin tidak mengerti. “Apa kamu mau tahu, apa itu b**m?” “Iya, apa?” Ucap Resti. Taran beranjak dari kursinya, “Oke, tunggulah sebentar, saya ke kemar. Saya kasih tau apa itu b**m. Agar kamu tidak penasaran,” ucap Taran. Resti menatap Taran masuk ke kamarnya, beberapa detik berlalu pria itu keluar lagi dengan memegang lipatan dasi abu-abu. Resti menelan ludah ia melihat tatapan menyala-nyala dari Taran. “Apa itu?” Tanya Resti bingung, ia tidak mengerti apa hubungannya dewasa, b**m dan dasi. Taran tidak menjawab pertanyaan Resti, ia malah menyambar tangan Resti dan menjatuhkan tubuh Resti ke sofa. “Apa yang kamu lakukan?” Tanya Resti tidak mengerti sekaligus takut, memandang Taran menaikan ke dua tangannya ke atas dan mengikat pergelangan tangannya dengan dasi itu, lalu dari di ikat ke trails jendela. “What?” “Apa-apaan kamu mengikat saya seperti ini,” Resti memberontak. “Kamu mau perkosa saya, hah!” pekik Resti, menatap senyum Taran. Senyum pria itu benar-benar sangat mengerikan. “Kamu tadi mengatakan bahwa ingin tahu apa itu b**m. Bondage, Discipline, Sadism and Masochism. Sebuah praktik seksual yang melibat kan rasa sakit dan kekerasan saat bercinta untuk mencapai kepuasan,” ucap Taran, ia memandang Resti yang menatapnya shock. Taran mendekati Resti, wanita itu tidak bisa bergerak, ia malah menyungging senyum, “Saya tidak mengerti masih saja ada wanita dewasa, yang tidak tahu apa itu b**m,” ucap Taran lagi. Resti menarik nafas, “Saya hanya ingin tahu apa itu b**m. Kamu cukup menejelaskan saja. Bukan berarti langsung mengikat saya seperti ini,” timpal Resti, ia memandang secara jelas wajah tampan Taran. “Kamu bertanya seperti itu, seakan kamu mengajak saya melakukan b**m. Jika kita sama-sama sepakat, kenapa tidak. Saya oke, selama itu aman. Saya bisa membuat kamu puas berkali-kali.” Resti mendengar itu nyaris menganga, bisa-bisanya Taran mengucapkan kata-kata vulgar kepadanya. “Kita bisa sepakat siapa yang menjadi dominan dan siapa yang menjadi submissive. Apa yang oke, dan apa yang not, oke. Kunci hubungan b**m itu menurut saya komunikasi dan negosiasi. Jadi bukan ego, supaya saya dan kamu sama-sama saling menikmati.” “Taran, lepasin saya !” Karena Resti mulai frustasi mendengar penjelasan Taran. “Saya bisa menutup mata kamu dan mengikat tangan kamu di ranjang. Dan kamu akan mencapai kenikmatan yang tidak pernah kamu rasakan.” “Jadi kamu pernah melakukan b**m seperti ini.” “No, baru kamu yang mengajak saya melakukan b**m secara terbuka. Selama ini saya melakukan s****l secara normal dengan gaya missionary dengan mantan istri saya.” Resti menarik nafas panjang, “Saya tidak mengajak kamu melakukan b**m Taran, kamu hanya salah paham.” “I'll see if I get any questions about b**m. If so then at least it's something I can actually understand unlike the absurd world of numbers in math that I can't understand.” “Oke, lepasin tangan saya Taran.” “Saya sekarang paham b**m itu, apa.” Jujur pertanyaan Kejora sangat menyebalkan. Dari mana gadis itu itu tahu tentang b**m, padahal umurnya masih belia. Jangan-jangan Kejora membaca n****+ erotis. Ah, dugaanya benar, besok ia akan melarang sang artis membaca bacaan tidak sehat itu. “So …” Taran menggantungkan kalimatnya, ia masih menatap Resti dan belum membuka ikatannya. “So, apaan?” Resti mulai jengah. “Bagaimana dengan b**m?” “Jangan bermimpi.” Resti menelan ludah dan ia mulai gelisah ketika Taran mencondongkan wajahnya dan menatapnya intens. Ia mulai resah ketika tangan Taran menyentuh pahanya. Ini lah pertama kali mereka bersentuhan secara fisik. Tangan hangat Taran semakin naik ke atas, seolah ada ribuan kupu-kupu terbang dalam perutnya. Mata Resti terpejam, ia menikmati sentuhan Taran, tangan pria mengelus perut ratanya. Jari itu mulai turun ke celana dalamnya, lalu mengelusnya hingga denyutan hebat ada dalam tubuhnya. Yang membuat Resti menjadi tidak waras, apa yang Taran lakukan kepadanya. “Taran …” “Kamu mau?” Tanya Taran. “No,” ucap Resti menahan getaran tubuhnya. “Mau aku hisap?” “No.” Tangan Taran masih menggoda Resti, membuat Resti resah dan gelisah. “Taran, please lepasin saya” Taran menyungging senyum, ia mengeluarkan tangannya dari celana Resti. Ia melepas ikatan itu dan Resti lolos dari jeratan Taran. Resti merasa lega akhirnya ia bisa bebas. Resti beranjak dari sofa, ia bergegas mengambil blezernya. “Kalau kamu ingin, hubungi saya,” ucap Taran. “Mimpi,” dengus Resti lalu berlari meninggalkan Taran begitu saja dengan perasaan gelisah luar biasa. Resti mendengar suara ponselnya bergetar. Otomatis Taran dan Resti menoleh ke arah sumber suara, “Ben Calling” ia lalu mengangkat panggilan itu. “Iya, Ben,” ucap Resti, ia teringat bahwa ia sudah janji makan malam bersama Ben Robet malam ini. “Saya ada di depan,” ucap Ben di balik speakernya. “Oke, saya keluar.” Resti mengatur nafasnya yang sulit diatur, ia bisa gila jika berhadapan dengan Taran. Ia baru tahu bahwa Taran semesum itu, bisa-bisanya jemari Taran masuk ke selangkangannya. “Saya harus pergi, dan saya sudah di jemput.” Resti lalu buru-buru melangkahkan kakinya menuju teras, namun diikuti oleh Taran di belakang. Taran ingin tahu pria mana yang menghubungi Resti. Resti menatap mobil Jeep berada di depan pintu gerbang rumah Taran. Resti melambaikan tangan kepada Ben yang berada di kemudi setir. “Itu pacar kamu?” Tanya Taran. “Itu bukan urusan kamu,” dengus Resti, ia menjauhi Taran. Resti berikan senyuman terbaiknya kepada Ben. Ia lalu membuka hendel pintu dan mendaratkan pantatnya di kursi, tidak lupa memasang sabuk pengaman. Ben menatap dari kaca depan, ia melihat seorang pria di teras, tatapan itu terlihat tidak suka. “Siapa dia?” Tanya Ben penasaran. “Dia, saudaranya Kejora.” “Kalian dekat?” “Enggak, sama sekali nggak,” sanggah Resti. “Good, saya pikir dia akan menjadi saingan saya.” Resti lalu tertawa, “Ya nggak lah.” “Syukurlah kalau begitu.” Semenit kemudian mobil Ben meninggalkan area rumah. Dan Taran memandangnya dari kejauhan, jujur ada perasaan tidak suka ketika Resti bersama pria yang berada di dalam mobil jeep itu. Siapa dia? Apa itu kekasihnya? Sejak kapan mereka pacaran? Yang ia tahu bahwa Resti belum menikah, selebihnya ia tidak tahu apa-apa tentang wanita itu. Ia tidak habis pikir, kenapa ia bisa sekesal ini ketika Resti bersama laki-laki lain. ***

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN