Rayyan POV
Mr.Felix mengarahkan sebuah senapan tepat ke pelipis ku. Namun hal itu tak membuat diriku gentar. Aku bahkan tak peduli, bukankah hidup dan mati seorang manusia sudah di tentukan oleh Allah?
Ayah selalu mengajarkan ku.
Jika kau melihat kemaksiatan, berikanlah nasihat orang yang melakukan maksiat itu. Semoga Allah membuka hati nya.
Tapi jika kau takut, bencilah hal itu dengan hatimu. Dengan syarat, kau membenci perbuatan nya, bukan orangnya.
Dan dalam posisi ini, Mr. Felix memang salah. Bahkan sangat keterlaluan. Bagaimana mungkin dia memasung kaki putrinya sendiri? Apakah tak ada rasa belas kasih pada Puteri nya yang mengalami gangguan kejiwaan? Aku menghela nafas panjang sebelum bicara.
"Dan perlu anda ketahui, saya tidak takut ancaman anda. Di sini saya adalah psikiater nona Aurel, jadi saya berhak melakukan apapun demi kesembuhan nya." ucapku lantang.
"Kau sungguh pemberani anak muda." Netra biru gelap itu menghitam. Seolah emosi menguasai hati nya.
"Saya hanya takut kepada Allah SWT, karena Allah adalah Tuhanku." ucapku mantap, namun kini aku merasa menjadi seorang yang munafik. Bahkan tadi diriku mencium putrinya, wanita yang bukan mahram ku. Di mana rasa takutku saat perbuatan zinah itu aku lakukan? Iblis memang luar biasa dalam menggoda manusia.
"Hahahaha..." Mr. Felix menganggap ucapanku hanya sebuah gurauan. Pria tua itu tertawa dengan sangat nyaring. Apakah dia penganut animisme? Hingga berani mentertawakan Tuhan.
"Jika anda menyayangi putri anda dan ingin putri anda sembuh, anda harus bisa membuatnya nyaman. Bukan tertekan seperti ini." Aku berusaha menasihatinya.
"Selain sok berani kau juga sok tau rupanya." Nada bicaranya sungguh tenang seperti danau yang tampak diam tak beriak, namun menghanyutkan.
"Saya tidak peduli dengan argument anda tentang saya, karena saat ini saya adalah psikiater pribadi nona Aurel. Jadi saya mohon pada anda, tolong ikuti aturan saya. Apapun hal yang berkaitan dengan Nona Aurel, anda harus mengkonsultasikan hal itu pada saya. Semua demi kesembuhan putri anda. Saya mohon, lepaskan pasung dan borgol di tangan dan kaki Nona Aurel!" ucapku memohon.
"Lalu jika anak itu mengamuk lagi siapa yang akan bertanggungjawab?" Ucap Mr Felix tak yakin dengan rencana ku. Mungkinkah sebelum dia memasung dan memborgol putrinya, Aurel sempat mengamuk. Tapi walaupun seperti itu keadaannya, seharusnya dia tak menjadikan putrinya seperti tahanan.
"Saya pastikan putri anda tak akan mengamuk lagi. Saya akan berusaha mengendalikannya." ucapku mantap, berusaha menyakinkan.
"Hah ... Apa kau tau? Kemarin saya sampai kehilangan uang milyaran rupiah. Karena dia merusak lukisan dan guci antik di rumah ini. Bahkan dia hampir membunuh nyawa saya dengan senapan nya. Itulah alasan saya memborgol dan memasung kaki nya.." Mr. Felix nampak keberatan dengan permintaan ku.
"Apakah anda sadar, anda terlalu keras pada nya? Serahkan semuanya pada saya. Saya jamin dia tak akan mengamuk lagi." Ucapku kembali berusaha meyakinkan.
"Baiklah. Tapi jika dia mengamuk, kau harus bersiap untuk mendapatkan hukuman..." ucap Mr. Felix mengancam.
"Percayalah pada saya." ucapku sambil membungkuk hormat.
Mr. Felix pun melempar sebuah kunci ke arahku. Dan aku berusaha menangkap kunci itu dengan gesit.
"Thanks Sir." ucap ku sambil berlalu, kemudian keluar dari ruangan itu. Aku bergerak menuju kamar Aurel.
Gadis itu sedang terduduk dengan pandangan mata yang kosong. Aku sungguh merasa iba padanya. Penampilannya nampak sangat kacau. Dengan rambut dark brown nya yang acak-acakan. Tak lupa wajah kusamnya nampak tak terawat. Bahkan penampilannya seperti belum mandi berhari-hari.
"Hai. Aurel ... jangan melamun." ucapku sambil mengibaskan telapak tangan di depan wajahnya dengan menampakkan senyum menawan.
Aurel mengalihkan pandangan nya ke arah wajahku dengan tatapan kosongnya. Hidupnya seperti tak punya harapan lagi. Aku menunjukkan sebuah kunci di depan wajah nya. Dan berharap dia akan tersenyum. Namun sayangnya wajah itu tak menunjukkan ekspresi apapun. Sungguh kaku.
"Ini kunci untuk membuka borgol dan pasung di tubuh mu. Apa kau ingin ini dilepas?" Ucapku membuat Aurel mengangguk. Aku melihat netra birunya berbinar bahagia. Aku tahu dia sangat tersiksa karena pasung dan borgol yang menyandera gerakannya.
"Atau mau dibiarkan saja seperti ini?" Aurel menggeleng.
"Baiklah aku akan melepasnya, tapi ada syaratnya. Berjanjilah pada ku. Mau berjanji pada ku?" Aurel kembali mengangguk.
"Kau harus tenang ... Oke?" gadis itu diam dengan tatapan mata yang nampak bingung.
"Apa kau paham maksudku?" ucapku membuat gadis itu akhirnya mengangguk dan tersenyum manis.
Aku sempat terpaku menatap netra birunya yang menawan. Bahkan wajahnya tampak sempurna dengan pahatan hidung bangir khas Eropa. Bibir tipis dengan semu merah muda yang alami itu tampak basah menggoda. Kulit putih tapi tidak pucat seperti kebanyakan kulit orang Eropa. Sungguh perpaduan Asia Eropa yang sempurna terlukis di wajahnya. Seolah tuhan menciptakan dirinya dengan penuh kebahagiaan.
"Ugh... Orang gila yang satu ini sungguh cantik dan manis. Siapapun yang melihatnya tak akan menyangka, bahwa gadis ini memiliki kelainan jiwa." Aku membatin. Tak terasa debaran jantungku mulai tak bersahabat karena sebuah senyuman. Aku pun berusaha mengalihkan perhatian.
Aku segera mengarahkan key pada borgol di tangan gadis itu. Namun gerakan ku terhenti saat mengingat sesuatu.
"Owh ya ... gadis pintar, jika kau melanggar janjimu ... maka jangan harap aku akan menolong mu lagi jika Mr. Felix kembali melakukan hal ini pada mu." ucapku membuat gadis itu menangis sambil menggeleng keras.
"Huaaaa ... huaaaaa..."
"Ya ... tenang lah ... tenang dulu ya? Nanti akan ku buka dan setelah itu kau harus mau menuruti perintah ku ... oke?" ucapku kembali berusaha menenangkan dirinya dan Aurel pun mengangguk antusias.
"Bagus ... gadis pintar..." ucapku tersenyum sambil mengusap puncak kepalanya. Kemudian kubuka borgol dan pasung yang menekan ruang gerak Aurel.
Klik..
"Alhamdulillah..." aku bersyukur saat gembok tersebut berhasil terbuka.
Tapi sesaat kemudian. Aku merasa tubuhku limbung. Seolah ada dorongan kuat yang membuat tubuhku terlentang di lantai.
BUGH..
Aurel mendorong tubuhku hingga aku jatuh terlentang dengan Aurel yang berada di atas tubuhku. Aku terkejut, bahkan sangat terkejut. Aku bingung, apakah aku sudah membuatnya merasa terancam hingga dia menyerang ku seperti ini?
Dan...
Sepersekian detik kemudian, kurasakan benda dingin dan basah menyentuh bibirku dengan lembut. Gerakan lamban itu menuntunku hingga menemui kabut gairah. Kenikmatan ini baru pertama kali ku rasakan. Seolah mengajakku bergerak mendekati suatu tujuan yang entah apa aku tak bisa memastikannya. Yang jelas, aku akan menyukai tujuan itu.
Ah...
jantungku...
aku merasa jantungku bermarathon dengan detak yang tak terkendali. Ini adalah ciuman pertama ku dengan seorang gadis. Bahkan tubuhku terasa lemas seperti diberi sengatan listrik bertegangan rendah. Menggetarkan tapi mampu membuatku tak berdaya.
Aku membeku, seolah berada dalam lautan salju yang teramat sangat dingin. Aku tak mengerti, aku sadar ini salah. Tapi tubuhku berkhianat. Tubuhku menerima gerakan lembut bibirnya yang candu. Jujur saja aku menikmati ciuman ini.
Rasa hangat bibirnya menelusup hingga ke hati. Memberikan rasa yang membangkitkan gairah terpendam. Bahkan tubuh bagian bawahku mulai bereaksi. Hawa panas mulai merangkak naik ke ubun-ubun. Aku mulai memejamkan mata. Dengan bibir pasif. Kubiarkan dia mengeksplor bibir perjaka ku ini. Namun sesaat kemudian, kesadaran ku kembali hadir.
Kami belum menikah...
Sungguh ini kesalahan...
Aku harus menghentikan semua ini...
Sebelum semuanya terlambat...
Dan meninggalkan sebuah penyesalan tak berarti...
Setelah sadar dengan apa yang terjadi, aku segera mendorong tubuh Aurel menjauh. Dan gadis itu malah menangis.
Aku tak menyangka. Ciuman pertamaku diambil oleh orang yang memiliki gangguan jiwa. Ya walaupun dia cantik, tapi tetap saja dia tidak waras.
"Maafkan aku. Aku tidak bermaksud kasar pada mu..." ucapku penuh penyesalan dan Aurel semakin menangis dan menjerit.
"Huaaaaa... Huaaa..." kini aku hanya bisa memijit pelipis ku karena bingung harus melakukan apa. Aku minim pengalaman menenangkan seorang wanita. Apalagi wanita ini mengidap gangguan jiwa. Ternyata tak semudah buku yang k*****a. Memberi perhatian kepada sosok skizofrenia butuh kesabaran ekstra.
"Cupcupcup ... anak cantik tidak boleh menangis ... nanti cantiknya hilang lho..." aku berusaha menenangkan Aurel, sungguh aku merutuki caraku yang seperti menenangkan anak kecil.
"Hiks... Hiks..." tanpa ku sangka, ternyata usahaku berhasil. Aurel menghentikan tangisannya.
"Nah ... sekarang waktunya mandi. Kau tunggu di sini. Aku akan menyiapkan air hangat dulu ya?" ucapku perlahan dan Aurel pun mengangguk.
Aku segera bergerak menuju bathroom, lalu mengisi bathtub dengan air hangat. Setelah ku pastikan kehangatan dan jumlah airnya pas, aku keluar untuk mengajak Aurel mandi. Aku yakin gadis ini belum mandi sejak kemarin karena aku mencium bau asam-asam sedap dari tubuhnya saat berdekatan.
"Astaghfirullah hal adziim" aku memekik kaget, saat melihat Aurel membuka kancing baju di hadapanku.
"Stop Aurel Stop!!!!" secara refleks aku berteriak. Dan gadis itu malah menyerngit bingung. Dasar orang ga waras.
"Ok ... anak cantik ... kamu ga boleh buka baju di sembarang tempat. Kalau mau mandi, buka bajunya di dalam kamar mandi saja ya." aku berusaha mengarahkan hal yang benar padanya. Aku pun menggandeng lengannya sambil mengarahkan langkah Aurel menuju kamar mandi. Sungguh aku bisa ikut gila jika terus seperti ini.
"Aku maunya dimandiin sama Kakak," ucap Aurel tanpa dosa, permintaan yang sungguh diluar dugaan ku.
"HAAH?!?!?" aku hanya bisa berteriak terkejut.