Letty melarikan diri dari Kedai MiiMii Ramen. Dia sudah tak sanggup berpikir jernih karena tahu kalau lelaki yang membuat hidupnya berantakan itu sedang di dalam kedai dan memesan makanan serta tak kunjung pergi seakan sengaja menunggu Letty keluar dari ruangan istirahat pegawai. Letty ketakutan karena Dyenn belum juga membalas.
Letty nekat keluar dari jendela ruangan istirahat pegawai. Dia melompat keluar dan segera berlari dalam kondisi tubuh lemas karena seharian mual. Perempuan itu berlari ke arah yang sekiranya tidak akan ditebak oleh lelaki berjas tadi. Sampai saat ini, Letty belum tahu nama lelaki itu.
Dyenn yang baru saja selesai rapat langsung meninggalkan ruangan, padahal masih ada beberapa orang yang ingin berbicara agar disampaikan ke Mr. Kim. “Maaf, saya ada kepentingan mendadak. Saya harus pergi sekarang juga.”
Dyenn bergegas ke tempat kerja Letty. Dia mengendarai mobil dengan laju kecepatan tinggi karena khawatir. Dalam hatinya sangat khawatir perempuan yang dicintai sedang dalam ketakutan dan ancaman. Perjalanan yang seharusnya ditempuh empat puluh menit hanya ditempuh separuh saja yaitu dua puluh menit.
Saat masuk ke jalan cabang menuju ke Kedai Ramen MiiMii, mobil Dyenn berpapasan dengan mobil Mr. Kim. Namun keduanya tidak menyadari hal tersebut. Mr. Kim yang bingung ke mana Letty pergi karena Nyonya Ji-Ah mencari perempuan itu di dalam ruang istirahat pegawai sudah tak ada, sedangkan Dyenn fokus ke kedai untuk menemui Letty.
“Nyonya Ji-Ah ... Maaf, apakah Letty di sini?” tanya Dyenn yang tidak yakin Letty masih di sana.
“Ah, Tuan Dyenn .... Letty pergi entah ke mana. Tadi dia cukup lama di ruang istirahat pegawai. Saya kira dia masih di sana, ternyata keluar dari jendela. Saya khawatir karena dia ketakutan saat bertemu lelaki yang tadi ke sini membeli ramen,” jelas Nyonya Ji-Ah yang sangat ramah pada Dyenn yang sudah membantu kesulitan perekonomiannya tiga tahun yang lalu.
“Lelaki? Seperti apa dia? Atau siapakah namanya jika Nyonya Ji-Ah tahu.”
“Saya tidak tahu namanya. Tetapi terlihat dia bukan orang biasa. Dari jas yang dikenakan, bodyguard yang mengawal, serta mobil bagus dengan sopir pribadi jelas saja terlihat dia orang elite,” imbuh Nyonya Ji-Ah memberikan semua petunjuk yang dia tahu.
“Baiklah kalau begitu. Saya hendak mencari Letty. Mungkin dia pulang ke apartemen. Saya mohon maaf untuk kejadian hari ini,” ucap Dyenn mewakili Letty meminta maaf dan membungkukkan badannya.
“Tak apa Tuan Dyenn. Sungguh. Hanya saja ajak Letty ke klinik karena dia mual dan lemas setiap pagi beberapa hari ini. Wajahnya pun pucat seperti mayat hidup. Tolong periksakan dia. Saya akan beri waktu untuk dia libur.”
“Baik, Nyonya Ji-Ah. Terima kasih atas perhatiannya.”
Dyenn pun mengernyitkan dahi. Letty sakit? Kenapa dia sampai tidak tahu hal itu? Lelaki itu segera masuk ke mobil dan mengendarainya menuju ke apartemen tempat tinggal Letty dengan tergesa-gesa. Dyenn bisa ikut merasakan betapa ketakutannya Letty menghadapi sendirian lelaki itu.
Saat sampai di tempat parkir mobil di apartemen itu, Dyenn melihat Letty sedang meringkuk di ujung jalan dekat jalan ke pembuangan sampah. Tempat yang cukup tertutup dan tidak terlihat. Dyenn langsung berlari ke sana.
Letty sudah berada di sana sejak keluar dari ruangan istirahat pegawai. Dia takut ke apartemen karena khawatir lelaki tadi bertanya pada Nyonya Ji-Ah dan menemukan tempat tinggalnya. Padahal Nyonya Ji-Ah bungkam tidak memberi tahu hal tersebut.
“Letty!” seru Dyeen yang langsung memeluk Letty yang masih meringkuk. “Maaf ... Maaf aku terlambat sampai sini. Maafkan aku,” imbuh Dyenn merasa bersalah sudah terlambat datang.
“Terima kasih sudah datang, Dyenn ... Hanya kamu yang mengerti aku ....” Letty menangis tersedu-sedu dan tidak bisa menyembunyikan itu dari Dyenn betapa ketakutannya saat ini.
Dyenn membiarkan Letty menangis dalam pelukannya hingga tenang terlebih dahulu. Angin berembus perlahan. Saat itu di Korea sedang musim semi, tidak begitu dingin. Namun kejadian yang menimpa Letty membuat perempuan itu tidak ingin di keramaian dan semakin menarik diri dari pergaulan.
Beberapa saat kemudian setelah Letty merasa dirinya lebih tenang, dia pun mengusap air mata yang sudah membasahi pipinya. Wajahnya mendongak ke atas menatap lelaki yang beberapa saat ini memeluk tubuhnya untuk menenangkan segala kegelisahan dan ketakutan yang ada di benaknya. Letty sebenarnya tahu perasaan lelaki yang ada di hadapannya itu lebih dari seorang sahabat. Namun apa boleh buat, Letty tidak bisa menerima perasaan itu karena sudah menganggap Dyenn sebagai saudara kandungnya sendiri.
“Dyenn ... Terima kasih ....” bisik Letty membuat Dyenn menunduk dan mata mereka saling menatap. Wajah mereka sangat dekat, bahkan nafas dari Letty bisa Dyenn rasakan menerpa wajahnya.
Dyenn tersenyum. Tak perlu dia menjawab kalimat itu, Letty pasti tahu kalau Dyenn tidak ingin melihat perempuan itu sedih dan ketakutan. Mereka menatap cukup lama. Saling memandang dengan pemikiran yang berbeda.
“Andai kamu tahu kalau aku mencintaimu sejak dahulu. Aku ingin menikahimu dan membahagiakan dirimu,” batin Dyenn dengan tulus dari dalam hati.
“Maafkan aku, Dyenn ... Aku sudah menganggap kamu sebagai saudara kandungku sendiri. Aku tahu rasamu itu ... Tetapi aku tak bisa ....” kata Letty dalam hati.
Tiba-tiba pandangan Letty mengabur dan dia tak sadarkan diri. Dyenn langsung menangkap tubuh yang lemas dan tak berdaya itu sebelum terjatuh.
“Letty! Letty!”
Dyenn yang mengetahui kalau sahabatnya itu pingsan bergegas menggendong tubuh langsing nan putih itu dan membawa ke dalam mobil miliknya untuk segera menuju klinik. Ternyata benar yang dikawatirkan oleh Nyonya Ji-Ah kalau Letty sakit. Apalagi pikiran Letty sedang kacau pasti makin membuat tubuhnya lemah.
Dyenn menyetir mobil ke klinik terdekat dan segera memeriksakan Letty yang pingsan. Dokter dan perawat memeriksa Letty terlebih dahulu. Menunggu beberapa saat sampai akhirnya dokter keluar dari ruangan dan menghampiri Dyenn yang terlihat gelisah dan masih berjalan mondar-mandir di depan ruang perawatan klinik.
“Tuan Dyenn wali dari Nyonya Letty?”
“Ya, saya.”
“Tuan, saat ini pasien masih beristirahat tetapi tak perlu khawatir ini baik-baik saja. Satu hal lagi, selamat Tuan,” ucap dokter tiba-tiba membuat Dyenn bertanya-tanya.
“Selamat? Selamat untuk apa, Dokter?”
“Selamat pasangan Anda sedang mengandung. Saya perkirakan usia kandungan masih beberapa Minggu, tetapi untuk pemeriksaan lebih lanjut saya sarankan ke dokter spesialis kandungan. Saya akan memberikan resep vitamin dan penambah darah saja,” jelas lelaki yang mengenakan jas putih dan berkacamata tersebut membuat jantung Dyenn rasanya berhenti berdetak.
“A-apa? Ha-hamil, Dok?”
“Iya, Tuan. Ini surat rujukan untuk ke dokter spesialis kandungan, ini resep vitamin dan obat penambah darah, dan ini kuitansi p********n bisa segera diselesaikan di bagian kasir lalu ke apotek sebelah situ. Terima kasih. Saya masih ada pasien lain, permisi.”
Dokter menjelaskan secara lengkap lalu berpamitan pergi karena masih ada pasien lain. Dyenn masih terpaku dan bingung harus bereaksi seperti apa. Dia tahu kalau Letty pasti syok jika mengetahui hal ini. Dyenn juga tidak mau Letty melakukan hal buruk seperti yang terjadi satu bulan yang lalu, yaitu percobaan bunuh diri.
“Apa yang harus aku katakan ke Letty? Kalau dia sadar pasti akan bertanya,” gumam Dyenn yang bingung dan khawatir dengan kondisi Letty yang belum sadarkan diri. Dia pun menuju ke kasir, melangkah dengan gontai lalu ke apotek setelah membayar administrasi. Dia mengambil vitamin dan obat penambah darah yang sudah dimasukkan ke kantong kertas berwarna cokelat.
Dyenn tak menyangka kalau perbuatan lelaki yang entah siapa itu menghancurkan hidup Letty. Akan sangat terpukul kalau Letty tahu kehamilan yang tidak dikehendaki ini. Dyenn pun berpikir akan segera melamar dan menikahi Letty agar tidak tahu kalau kehamilan itu karena kejadian mengerikan yang menimpa bulan lalu. Lelaki itu menyembunyikan surat rujukan ke dokter spesialis kandungan di dalam sakunya. Dia hendak mencari waktu yang tepat untuk bisa melamar Letty. Perempuan yang sejak lama dicintai Dyenn, semoga mau menerima lamarannya.