Pertentangan

1165 Kata
Dua orang tengah duduk berhadapan. Tatapan keduanya sangat sinis. Mereka adalah Davin dan mamanya. Dua orang yang semestinya akur justru tampak bersitegang. Pandangan keduanya bertemu, tetapi tidak ada kedamaian di sana. Terutama tatapan mamanya yang begitu tajam bak elang yang tengah mengincar mangsanya. Keduanya dingin, tidak ada kehangatan di sana. Davin tampak bersikap biasa saja, sementara mamanya, Nyonya Aruna menampakkan sikap tidak sukanya terhadap Davin. Sikap antipatinya sangat kuat, sehingga Davin seperti bukan sedang berhadapan dengan orang tuanya. Mereka bahkan terlihat tidak mengenal satu sama lain. "Ma, mau sampai kapan kita berdua duduk tanpa ada yang bicara? Sampai kapan Mama akan mendiamkan ku?" Davin terpaksa membuka pembicaraan setelah sekian lama mereka berdua saling mengunci suara. Davin menunggu mamanya buka suara, tetapi sepertinya jika dia tetap diam, maka mamanya juga akan diam. Pertemuan mereka hanya akan berakhir sia-sia tanpa ada hal yang berhasil menjadi titik terang. "Kamu yang mengatur pertemuan ini. Kamu juga pasti sudah mempersiapkan bahan untuk kita bahas." ujar Aruna dengan angkuh. Begitulah sikap yang selalu mamanya tunjukkan setiap Davin mengajaknya bertemu. Tidak ada kelembutan, seolah dia tidak menginginkan pertemuan dengan putranya sendiri. "Ma, kita ini satu keluarga. Masalah apapun, kita bisa bicarakan bersama. Mama tidak bisa bertindak sesuka hati Mama. Masalah perusahaan, itu sudah menjadi tanggung jawabku." Davin menunjukkan sikap protesnya pada Aruna. Wanita itu memalingkan wajahnya. "Kamu pikir, perusahaan ini cocok dipegang olehmu? Seharusnya bukan kamu yang menjadi penerus perusahaan papamu." ujar wanita itu dengan nada bicara yang kurang bersahabat. "Aku tahu, Mama nggak akan suka sama aku. Mama berharap kakak yang melanjutkan kepemimpinan di perusahaan papa, tetapi Mama sendiri kan tahu, kalau kakak tidak berminat untuk menjadi pengusaha. Apa Mama akan memaksa kakak untuk tetap meneruskan usaha papa?" Davin mencoba untuk tetap sabar menghadapi sikap mamanya. "Biarkan aku ikut andil dalam kepemimpinan perusahaan ini. Bagaimanapun, aku memiliki cukup banyak saham di perusahaan ini." Aruna tampak bersikeras. Dia ingin ikut campur dalam kepemimpinan Davin. "Dengan merugikan semua karyawan untuk kepentingan pribadi? Mama tahu, aku membangun kembali perusahaan ini dengan susah payah, Berawal dari ketidak percayaan orang-orang terhadap perusahaan keluarga kita. Bagaimana bisa Mama dengan santai mengatakan akan ikut andil dalam kepemimpinan perusahaan, sementara tujuan Mama justru sebaliknya? Mama hanya ingin aku gagal kan? Aku sudah mengerti apa mau Mama. Jika tujuan Mama seperti itu, maaf, sampai kapanpun aku tidak akan membiarkan Mama bergabung di perusahaan ini. Lagipula, Mama kan sudah memiliki butik, bukankah lebih baik Mama fokus dengan usaha Mama yang sekarang?" Davin mencoba memberikan pengertian kepada mamanya. Wanita itu mendengus saat mendengar semua kata-kata yang di ucapkan oleh Davin. "Kamu hanya anak kemarin sore, Davin. Tidak perlu mengajari mama apa yang seharusnya mama lakukan. Semuanya sudah mama pertimbangkan. Ini juga untuk kebaikan perusahaan kita. Selama ini pengeluaran untuk gaji karyawan sudah sangat besar, dengan memperkecil gaji mereka, itu akan berimbas baik untuk perusahaan ini." Davin tertawa kecil mendengar cara mamanya memberikan pendapat. "Mama tidak usah konyol. Mama tidak tahu apapun yang berhubungan dengan perusahaan. Lebih baik mama percayakan padaku semuanya. Aku tidak akan pernah membiarkan perusahaan kita merugi, Ma." Davin berharap kali ini mamanya mau mendengarkan apa yang ingin dia katakan. Meskipun tetap saja, wanita itu bersikeras untuk menetapkan keputusannya. "Terserah kamu saja." Aruna bangkit dari duduknya, dia mengambil tas jinjingnya lalu pergi begitu saja. Davin hanya diam, dia tidak bisa menahan dan juga tidak ada keinginan untuk mengejar. Dia terlalu lelah untuk bertengkar dengan mamanya mengenai hal yang sebenarnya tidak penting. Hanya membuang-buang energinya. Davin hanya akan emosi dan sakit kepala. Davin bangkit dari tempatnya duduk. Berjalan menuju ke arah dinding kaca yang bisa di buka. Di sana ada balkon kecil yang biasa digunakan Davin untuk menenangkan diri saat pikirannya terasa kacau. Ini bukan pertama kalinya dia berdebat dengan mamanya, tetapi rasanya setiap pertengkaran itu terjadi, Davin merasa sebagian hatinya menghilang. Sebagai seorang lelaki, dia ingin bisa dekat dengan mamanya. Seperti teman-teman sebayanya. Dia tidak bisa berharap banyak, karena pada kenyataannya hubungannya dengan sang mama seperti terbentengi oleh dinding yang tinggi. Begitu menjulang hingga Davin tidak bisa menggapainya. Davin menerawang jauh, memandangi langit yang begitu cerah hari itu. Lelaki itu teringat pada Selena, meskipun hubungannya saat ini hanya antara sopir dan majikan, Selena tetap memperlakukannya dengan baik dan lembut. Dia teringat kembali pada hal ganjil yang terjadi padanya tadi pagi, kembali mencoba mengingat hal yang dia lakukan semalam terhadap Selena, tetapi sayangnya dia tidak mengingat apapun. Sedikitpun dia tidak bisa memutar memori, hal apa yang dia lakukan semalam. Senyum lelaki itu mengembang kala mengingat Selena. Cara gadis itu memperlakukannya dengan manja, seperti kekasihnya. Terutama malam kemarin, saat Vino tiba-tiba meninggalkannya. Suasana dansa malam itu benar-benar telah menghanyutkan perasaan Davin. Dia berkhayal, seandainya Selena benar-benar menjadi kekasihnya. Dia hanya bisa mengembuskan napas sedikit kasar, tentu saja dia tidak akan mungkin mencari kesempatan dalam kerenggangan hubungan Selena dan Vino. "Davin ...," Suara yang tidak asing terdengar menggema di ruang kerja Davin. Lelaki itu jelas mengenali suara siapa yang mengganggu pendengarannya tersebut. Davin berbalik, dia memandangi wanita yang menatapnya dengan tatapan memelas. Sayangnya, tidak ada rasa kasihan yang timbul dari dalam hati lelaki itu. Justru rasa enggan yang mendadak timbul, hanya saja dia tidak tega untuk mengusirnya pergi. "Ada apa kamu kemari? Apakah ada urusan yang belum terselesaikan di antara kita? Kalau memang ada, cepat katakan. Aku akan menyelesaikannya detik ini juga." ujar Davin datar. Dia bahkan tidak pernah memikirkan momen untuk bertemu dengan Vidia lagi setelah hari itu. Hari dimana dia mendapati kenyataan kalau Vidia tidak sesuai dengan ekspetasinya. Vidia bukan seorang wanita setia yang seperti selama ini dia pikirkan. Hal yang paling sakit adalah saat dia melihat wanita itu berada dalam satu selimut dengan lelaki yang bukan dirinya. "Davin, maafkan aku. Aku tahu, aku salah. Aku melakukan kesalahan fatal selama hubungan kita. Tidak adakah kesempatan kedua untukku?" Vidia menitikkan air mata. Dia benar-benar menyesal dan ingin kembali berada di sisi Davin. "Aku sudah memaafkan semua kesalahan kamu. Segalanya, termasuk penghianatan yang kamu lakukan. Hanya saja, untuk kembali bersama aku sudah tidak bisa, Vidia. Saat ini aku ingin menata hidupku. Lagipula, hubungan kita sudah sangat sulit untuk diperbaiki. Antara aku dan kamu tidak akan pernah bisa baik dan utuh lagi seperti dulu." Davin serius. Perkataannya memicu semakin derasnya air mata yang menetes dari kedua mata Vidia. Seandainya saja kesalahan itu tidak pernah dia lakukan, mungkin saat ini dia masih bisa berada di sisi Davin. Dia akan tetap menikmati hubungan yang harmonis dengan CEO muda itu. Note: Hallo para pembacaku tersayang. aku cuma mau kasih tahu kalian kalau karyaku My Hot Driver ini ekslusif hanya ada di Dreame/Innovel. Jika kalian menemukan karyaku ini di tempat lain, itu artinya kalian sedang membaca karya bajakan. Sebagai penulis asli dari n****+ ini tentu saja aku tidak pernah merelakan tindakan pembajakan tersebut begitu saja. Bagi kalian yang sedang membaca karya ini juga dilarang untuk menyebarluaskan dalam bentuk PDF/SS, karena tindakan kalian termasuk dalam kategori pembajakan dan bisa dikenakan pasal yang otomatis berurusan dengan kepolisian. Teruntuk kalian yang sudah baca My Hot Driver dari bab awal hingga tamat aku ucapkan banyak terima kasih. Salam sayang untuk kalian semua.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN