Tertangkap Basah

1746 Kata
“Selena! Berhenti di sana!” Suara seorang lelaki di kegelapan ruangan terdengar menggelegar. Waktu menunjukkan lewat tengah malam, membuat suasana sunyi dengan mudah menyebarkan suara mengejutkan itu ke sekeliling ruang tamu. Gadis yang di panggil dengan sebutan nama Selena itu diam membatu. Usahanya mengendap-endap untuk menghindari sergapan ayahnya gagal total. Sekarang, jiwanya bergetar mendengar nada tinggi dari perkataan Burhan. Beberapa detik kemudian, lampu ruangan itu dinyalakan. Wajah Selena yang gelisah bercampur ketakutan terlihat jelas. “A-ayah be-belum tidur?” Gadis itu tergagap, berusaha bersikap senormal mungkin di hadapan Burhan, ayahnya. “Tidak perlu basa-basi! Mau jadi apa kamu? Kerjaanmu keluyuran tidak jelas! Kamu tahu jam berapa sekarang?” Burhan memelototkan matanya ke arah Selena. Mukanya merah padam. Selena hanya bisa menggigit bibir bawahnya. Merasa serba salah. “Jam satu dini hari, Ayah. Hehe.” Selena memaksakan dirinya untuk tertawa di suasana yang mencekam. Bukan terkesan lucu, Burhan semakin murka melihatnya. “Masih pantas anak gadis keluyuran jam segini?” bentak Burhan. Selena terjingkat kaget. “Ti-tidak, Ayah.” jawabnya lirih. “Jangan kamu pikir, karena ayah memanjakanmu, kamu bisa seenaknya! Mulai besok, kamu tidak ayah izinkan keluar rumah sampai ayah menemukan sopir untukmu.” Burhan mengambil keputusan. Kali ini, Selena tidak terima. “Tidak, Ayah! Selena tidak mau! Selena bukan anak-anak lagi, selama ini aku bisa jaga diri, kok.” protesnya dengan lantang. “Tidak ada pilihan, Selena. Kamu akan tetap ayah carikan sopir. Kamu pikir ayahmu ini akan tenang saat melihatmu keluyuran tidak jelas seperti ini? Sekuat apapun, kamu tetaplah wanita. Jika terjadi apa-apa denganmu, bagaimana ayahmu ini bisa hidup dengan tenang?” Burhan tetap pada keputusannya. Selena tidak mendapatkan peluang untuk bisa bernegosiasi lagi dengan ayahnya. “Tapi, Ayah!” protesnya lagi. “Masuk ke kamarmu, Selena! Menangis darah pun, ayah tidak akan merubah keputusan ayah!” Burhan mengarahkan telunjuknya ke arah kamar putrinya. Selena yang kesal menghentakkan kakinya beberapa kali lalu terpaksa menuruti perintah ayahnya. Selena menghempaskan daun pintu kuat-kuat. Dia tidak peduli dengan suara Burhan yang meneriakkan namanya. Keputusan lelaki itu mencari sopir untuknya membuat Selena kesal. Gadis itu melemparkan tasnya sembarangan lalu menghempaskan pantatnya kasar ke pinggir kasur hingga tempat tidur itu berguncang. Selena memiliki alasan tersendiri, mengapa dia tidak suka ada sopir yang mengantarnya kemanapun. Membayangkan saja sudah membuat dia bergidik. Bagi Selena, sopir adalah orang yang membuat hidupnya ditimpa kesialan. Kebebasan pun terkekang. Selena mencoba mengingat kembali kenangan tidak mengenakkan dengan sopirnya di masa lalu. (Flasback on) Beberapa tahun yang lalu, saat Selena masih kelas sembilan. “Selena, sepulang sekolah kita main ke mall, yuk.” ajak Dav, pacar pertama Selena. “Boleh. Aku juga pengen pergi ke sana. Kita puas-puasin main game,” sahut Selena dengan wajah berbinar. “Tidak bisa! Non Selena harus pulang ke rumah. Tuan dan Nyonya tidak mengizinkan Non Selena bermain sepulang sekolah.” Parman, sopir Selena mendadak muncul di antara mereka berdua. “Tapi, Pak.” protes Selena. “Tidak ada tapi-tapian, Non. Saya sudah diberi mandat begitu dari Tuan dan Nyonya.” “Kalau kamu nggak bisa, aku akan pergi dengan Angel.” Dav mengancam. “Tapi aku pacar kamu, Dav. Kamu nggak boleh pergi sama Angel.” “Kita putus.” Dav berlalu. Akhirnya Selena menangis sepanjang jalan pulang dan besoknya Dav mengumumkan kalau dia jadian dengan Angel. Teman sekelasnya. Dua tahun setelahnya, saat Selena kelas dua belas. “Aku mencintaimu, Selena.” “Aku juga, Aldo.” Aldo mendekatkan bibirnya ke arah bibir Selena. Perlahan jarak wajah mereka terkikis. Kurang dari dua senti bibir Aldo akan mendarat dengan sempurna. “Stop!” Suara Pak Joko, sopir Selena yang lain menggagalkan momen romantis Selena dan Aldo. “Apa-apaan sih, Pak! Mengganggu keromantisan kita aja!” protes Aldo. “Kamu yang apa-apaan, main nyosor anak majikan saya. Mau saya adukan sama Tuan Burhan?” ancam Pak Joko. “Hah! Dasar orang tua, suka ikut campur! Selena, kita putus saja! Aku malas pacaran sama cewek yang sopirnya kampungan kayak dia!” Aldo menuding wajah Pak Joko lalu pergi. Selena pun kembali patah hati dengan cinta keduanya. (Flashback off) “Argh! Pokoknya, ayah nggak boleh nemuin sopir yang cocok buat aku. Aku nggak mau punya sopir tukang ngatur, tua dan kolot. Jadi gimana solusinya? Ayo Selena, mikir, ayo mikir!” Selena yang tadinya duduk, berdiri. Dia berbicara seorang diri sambil mondar-mandir. Dia memikirkan bagaimana cara untuk menggagalkan rencana ayahnya. Saat gadis itu sedang berpikir keras, nada pesan berbunyi. Selena cepat-cepat mengambil ponselnya yang berada di dalam tas dan memeriksa, siapa yang mengirim pesan padanya. Nama Sera tertera di layar ponselnya. Sera adalah salah satu sahabat baik Selena. Selain Sera dia juga memiliki satu lagi sahabat yang klik, namanya Kesya. Mereka bertiga sering nongkrong bersama. Terutama saat mereka kencan. Para gadis itu memiliki markas khusus untuk pacaran. (Sera) Selena, lagi apa lo? Besok lo mau ikut gue nggak? Gue mau ngadain acara nih bareng anak-anak di kosan Galang. Ajak Vino sekalian. Selena mengembuskan napas kasar. Dia tidak akan bisa keluar besok. Jelas-jelas dia sedang di kurung oleh Burhan. Gadis itu sempat melempar ponselnya ke kasur lalu mengambilnya lagi. Ditatapnya pesan dari Sera hingga beberapa saat, sebelum akhirnya dia memutuskan untuk membalas. (Selena) Sori, gue nggak bisa ikutan. Gue lagi dikurung sama bokap gara-gara baru pulang jam segini. Sebelum punya sopir, gue nggak di bolehin keluar rumah. Padahal lo tau sendiri, kan? Gue phobia punya sopir. Apes mulu. Gue lagi mikir, gimana caranya bokap gue gagal dapetin sopir buat gue. Selena menekan tombol kirim. Gadis itu merebahkan dirinya ke atas ranjang, lagi-lagi dengan kasar. Rasa kecewa karena keputusan ayahnya masih membuat Selena kesal. Beberapa saat kemudian, pesan balasan dari Sera datang. (Sera) Minta bokap lo nyari sopir yang keren, ganteng, putih, tinggi, sesempurna mungkin. Lo tau kan, biasanya sopir pada dekil-dekil? Gue yakin, bokap lo nggak akan nemu sopir se-perfect itu. Gadis itu menimbang-nimbang ide dari sahabatnya. Selena merasa puas, karena cara itu pasti akan menyusahkan ayahnya. Tanpa ragu lagi, Selena menyetujui gagasan Sera. (Selena) Oke, gue setuju dengan ide lo. Makasih, Ser. Lo emang sahabat terbaik gue. Keesokan harinya. Selena mendatangi Burhan yang tengah membaca koran di ruang tamu. Seperti biasa, dia selalu datang dan memeluk lengan lelaki paruh baya itu dengan manja saat menginginkan sesuatu. “Sudahlah, Selena. Kali ini ayah tidak akan menuruti keinginanmu. Jika kamu ingin ayah membatalkan rencana ayah mencarikan kamu sopir, ayah akan mengacuhkanmu.” Ucap Burhan dingin. “Ayah salah, aku justru ingin bilang kalau aku menyetujui keinginan ayah, tapi ada syaratnya.” Selena bersungguh-sungguh. Dia sangat yakin kali ini taktiknya akan berhasil. “Apa syaratmu? Sebutkan saja.” sahut Burhan tanpa ekspresi. Matanya tetap fokus pada koran yang tengah dibacanya. “Ayah harus menemukan seorang lelaki tampan, single, berkulit putih dengan postur tubuh sempurna untuk menjadi sopirku.” jawab Selena lantang. Seketika pandangan Burhan beralih ke wajah putrinya. Dia tidak percaya Selena mengajukan syarat seperti itu untuk seorang sopir. “Permintaanmu berlebihan, Sayang.” Burhan tampak keberatan dengan syarat yang diajukan oleh Selena. Di saat itulah, Selena merasa menang. “Itu syarat dariku, Ayah. Ayah tinggal pilih, ikuti atau tidak sama sekali.” ancam Selena. Burhan selalu luluh saat Selena menginginkan sesuatu. Dia bertekad untuk mencari sopir idaman anaknya, bagaimanapun caranya. Apalagi ini menyangkut keselamatan putri kesayangannya. “Baik, kalau itu maumu, ayah akan mencari sopir dengan ciri-ciri yang kamu sebutkan. Ayah pasti menemukannya untukmu.” Burhan menyanggupi permintaan Selena, meskipun di dalam hatinya, lelaki itu merasa was-was. “Ayah memang yang terbaik.” Selena mengeratkan dekapannya pada lengan Burhan. Lelaki itu tersenyum dan mengusap pelan puncak kepalanya. “Kamu memang seperti itu, Mas. Selalu saja memenuhi permintaan gadis tidak berguna ini. Apa yang kamu harapkan dari dia? Gadis bodoh dan tidak memiliki keahlian seperti dia hanya akan mebuatmu malu. Semestinya aku tidak melahirkan dia ke dunia ini. Raka saja sudah cukup bagi kita.” ucap Dewina sinis sambil meletakkan secangkir kopi di hadapan Burhan. Dia bukan ibu tiri Selena, tapi perlakuannya lebih sadis daripada itu. Sejak kecil, Selena selalu dibedakan dengan Raka, kakak lelakinya. Ibunya tidak pernah adil, hanya karena nilai Selena tidak pernah mengungguli kakaknya. Sebesar apapun Selena berusaha, Raka tetap yang terbaik. “Dewina, kamu tidak sepantasnya bicara seperti itu. Selena juga anak kita, dalam darahnya ada darahmu. Mengapa kamu membedakan dia dengan kakaknya?” Burhan berusaha membela Selena. “Cih! Tidak perlu membelanya. Kalau memang dia anakku, seharusnya dia cerdas sepertiku, sepertimu dan Raka. Nyatanya, anak ini seperti tidak memiliki otak. Nilai di raportnya selalu ada yang merah, bahkan aku malu untuk mengakuinya sebagai anakku.” Dewina menatap Selena dengan tatapan tidak senang. Sementara pipi gadis itu telah dibanjiri oleh air mata. Brak! “Dewina, cukup! Kata-katamu itu menyakiti Selena. Kamu ibunya, sadarlah!” Burhan mulai emosi. Dia tidak menyukai sikap istrinya yang memperlakukan Selena dengan tidak adil. “Sampai kapanpun, aku tidak akan mengakuinya sebagai anakku.” Ucap Dewina dingin. “Kau!” Burhan melayangkan tangannya, hendak menampar Dewina. “Stop! Kalian tidak perlu bertengkar karena aku. Ayah, apa yang dikatakan ibu benar, mungkin aku bukan anaknya, aku tertukar saat di rumah sakit. “ Selena terisak, dia mencoba menghapus air mata yang berlinang di pipinya. Gadis itu berusaha tersenyum, meskipun air matanya tetap jatuh. “Ibu, sudahlah. Jangan buat Selena menangis.” Raka yang mengetahui Selena dibuat menangis oleh ibunya berusaha mendamaikan. Selena menatap Raka dengan tatapan tidak suka. Menurut Selena, hidupnya tidak akan mengenaskan seperti sekarang jika Raka tidak pernah ada. Dia mendatangi kakaknya dan mendorongnya. “Tidak perlu bersimpati. Aku tidak butuh belas kasihan darimu. Dasar tukang cari perhatian.” Sindir Selena sebelum pergi. Kalimatnya itu di dengar Dewina hingga membuat wanita itu berkacak pinggang. “Beraninya kamu merendahkan putra kesayanganku! Kembali, akan ku jambak rambutmu sampai botak! Dasar bocah tidak berguna!” Selena tidak peduli dengan ocehan Dewina. “Ibu, sudahlah. Masih pagi, malu di dengar tetangga.” Raka berusaha menenangkan Dewina. Sementara Burhan, lelaki itu pergi ke perusahaan tanpa pamit. Note: Hallo para pembacaku tersayang. aku cuma mau kasih tahu kalian kalau karyaku My Hot Driver ini ekslusif hanya ada di Dreame/Innovel. Jika kalian menemukan karyaku ini di tempat lain, itu artinya kalian sedang membaca karya bajakan. Sebagai penulis asli dari n****+ ini tentu saja aku tidak pernah merelakan tindakan pembajakan tersebut begitu saja. Bagi kalian yang sedang membaca karya ini juga dilarang untuk menyebarluaskan dalam bentuk PDF/SS, karena tindakan kalian termasuk dalam kategori pembajakan dan bisa dikenakan pasal yang otomatis berurusan dengan kepolisian. Teruntuk kalian yang sudah baca My Hot Driver dari bab awal hingga tamat aku ucapkan banyak terima kasih. Salam sayang untuk kalian semua.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN