Tawanan
Kale menatap intens kearah Mina, wanita yang ia nikahi satu jam yang lalu demi mendapatkan penerus silsilah keluarga.
"Jadi gue cuma perlu bikin lo hamilkan? setelah itu gue bebas ikut ke medan perang di belahan bumi manapun!" seringainya dengan senyum miring menghiasi wajah tampannya. Sedang tangannya bertolak pinggang, mengantarkan rasa ngeri yang teramat di tubuh gadis kecil yang masih setia dengan baju kebaya pernikahannya.
"Jawab dong!" Kale sedikit mendorong bahu Mina, membuat bola mata cantik itu mendongak keatas menatap suaminya dengan wajah memerah takut. Sesaat Mina dapat menangkap bentuk tubuh Kale yang memang atletis, lelaki itu diketahui sudah menanggalkan jas serta dasinya. Membuka kancing kemejanya, menampilkan dirinya dengan kancing yang sudah terbuka semua.
"Kenapa?!" tanya Kale seolah mengejek, tangannya tak tinggal diam. Ia justru mengeratkan kedua jarinya di rahang Mina.
"Lo jangan salah paham, apa yang gue lakukan semua ini demi nyokap gue, bukan atas dasar cinta!" tekannya kuat. Lelaki itu memang sangat mendambakan menjadi tentara di Medan perang. Adalah cita-citanya sejak kecil, menjadi komando di barisan depan. Hanya saja, Rose. Ibunya sangat tak mengijinkan Kale pergi, mengingat ia adalah anak satu-satunya.
Rose takut jika Kale tiada, maka tak akan ada penerus lagi yang akan mewarisi harta mereka yang tak habis tujuh turunan itu.
Sedang Wihelmina, atau yang biasa dipanggil Mina, adalah gadis yatim piatu. Sejak usianya 4 tahun Mina tinggal di panti asuhan milik keluarga Kale, jadi tepatnya selama ini Mina hidup bergantung dari harta Kale.
Dan sekarang ia diminta untuk balas budi yaitu dengan mengandung pewaris selanjutnya yang artinya anak Kale dan dirinya.
"Cepet buka baju lo, gue males harus repot-repot bukain!" kata lelaki itu ketus, seraya melempar pipi Mina yang tadi ia kaitkan di sela jemarinya.
Mina semakin bergetar, ini pertama kalinya ia bersama laki-laki di dalam kamar. Apalagi sekarang lelaki itu meminta dirinya untuk menanggalkan baju. Mina menelan ludahnya kasar, sangat tak ingin dibentak seperti tadi lagi. Tapi tangannya juga tak mampu membuka kancing bajuya.
Ia hanya menyugar rambutnya dengan perlahan, rambut yang tadinya tergulung rapi itu sekarang menyibak, mengeluarkan pesonanya. Membuat Kale diam terpaku.
"Lama banget sih!" gerutunya sesaat tak sabaran, kali ini rasanya bukan hanya karena kewajiban, tapi lebih kepada hasratnya yang mulai naik.
"Maaf, Mas!" suara Mina gemetar, akhirnya ia berhasil bicara pada lelaki yang baru ia kenal. Dan parahnya status lelaki itu sekarang adalah suami sahnya.
Mina memang baru pertama kali bertemu Kale. Kale yang memang baru saja pulang pelatihan menjadi Letnan satu memang sangat jarang di rumah. Apalagi menginjakkan kakinya di panti asuhan tempat Mina tinggal. Hahaa... lelaki itu tak akan sudi.
Kale yang tak sabaran kembali mendekat, melepas kemejanya asal, terlihat d**a bidang dengan otot bisep melengkapi kulit secoklat almond itu yang membuat jantung Mina semakin tak karuan.
"Sini gue bukain!" Kale membalikkan tubuh Mina, menyampingkan rambut panjangnya dan menurunkan resleting yang ada dibelakang.
'Shiitt!' Baru saja matanya menatap punggung telanjang Mina, rasanya juniornya sudah ingin mengobrak-abrik keluar meminta jatahnya.
Dengan kasar tangannya mendorong kebaya tersebut sampai lepas di pinggul Mina. Mina sama sekali tak ingin menengok, seluruh tubuhnya keluh, gelayar aneh menghiasi tengkuknya saat tangan Kale membuka pengait branya.
"Berbalik!" pinta Kale yang mundur selangkah memberikan ruang bagi Mina.
Ragu, itu yang Mina rasakan, tapi ia juga tak ingin terus-terusan menolak perintah suaminya. Pelan, sangat pelan ia menghadap Kale. Tangannya masih menangkup branya yang memang sudah terbuka pada bagian belakang. Berharap benda tersebut masih bisa setia menutupi dua bukit kembarnya.
Kale mendesah frustasi melihat tingkah Mina, ia menarik kuat kebaya tersebut sampai jatuh di bawah kaki Mina, lanjut pada rok span itu. Kale sampai harus bertumpu pada lututnya karena rok yang Mina pakai sangat press ditubuhnya.
Kale sudah berhasil membukanya. Mina sudah hampir naked didepan pria itu. Membuatnya sedikit mundur, karena malu.
Sementara Kale masih pada tempatnya, ia termanggu, matanya pas menatap milik Mina meski masih di tutupi sebuah kain tipis.
Spontan Mina merapatkan kakinya, berusaha menghentikan tatapan Kale.
Dengan cepat tangan Kale menahan paha Mina agar tidak banyak bergerak. Dan saat tangannya menyentuh kulit mulus Mina, ia semakin lepas kendali, lelaki itu sedikit mendongak dengan tatapan penuh hasrat.
Kale berdiri, menyeritkan alis karena tangan Mina masih tetap memegangi branya.
"Lepas gak!" ancamnya, menjatuhkan satu-satunya benda yang bisa menutupi bukit kembarnya.
Detik ini, lelaki itu sama sekali tak mampu berkedip, buah d**a yang tak terlalu besar namun sangat menjanjikan kebahagian itu ada di depan matanya. Rasanya Kale langsung ingin menangkup di telapak tangan besarnya, tapi gengsi masih mendominasi sisi otaknya.
"Tiduran...!" katanya dengan suara yang berat.
Mina menatap ranjang berukuran king size yang sangat nyaman itu, seandainya saja keadaan tak genting mungkin sudut bibirnya akan mengembang kegirangan.
Perlahan Kale mengikuti Mina yang sudah terlentang kaku, kakinya masih menggantung di bawah ranjang, Kale menggeleng, memilih mengalah kembali terjongkok melepaskan satu-satunya bahan yang menutupi tubuh Mina.
Wanita itu sudah polos seutuhnya. Kini giliran Kale menanggalkan celana panjang bahannya. Miliknya yang sudah mode on, membumbung diantara kakinya yang masih tertutupi boxernya
Mina sama sekali tak ingin menatap lelaki itu. Ia bahkan masih berusaha menormalkan detak jantungnya.
Kale naik mengangkangi tubuh Mina, belum berusaha menindih istrinya itu. Tangannya justru mendorong tubuh Mina agar naik sepenuhnya keatas kasur.
"Inget lo harus secepatnya hamil! Gue gak mau ngelakuin ini berkali-kali sama lo, lo gak pantes buat gue!" tekannya begitu menyakitkan.
Kale bingung harus mulai dari mana, semua yang ada di tubuh Mina membuatnya mendidih penuh hasrat, mungkin perkataan bisa bohong, tapi gasture tubuhnya yang sangat menginginkan Mina tak bisa ia pungkiri.
Semua terasa begitu memusingkan bagi lelaki itu, baru kali ini ia melihat secara langsung seorang wanita tanpa pakaian di depannya, terlebih wanita itu terlentang pasrah dibawah kungkungannya.
Ia sedikit merunduk, sesaat menatap wajah Mina yang sangat cantik malam ini.
Bibirnya menyentuh sedikit bibir Mina, pelan dan kaku, detik kemudian ia mulai berani melumatnya, mencecap bibir atas dan bawah itu secara bergantian, berlanjut pada lidahnya yang memaksa masuk, demi menyapa lidah Mina didalam sana.
Saat bertemu ia menyesap kuat lidah itu tak memperdulikan Mina yang mencekram sprei merasakan perih.
"Aahh.. aahhkk....!" desah keduanya mencoba menghirup oksigen yang tinggal sedikit.
Kale beringsut turun, melepaskan celana dalamnya, membebaskan sesuatu yang sangat keras dan perkasa itu.
Kembali menindih Mina yang menegang.
"Rileks, ini bakalan sakit!" ucap Kale memberitahu wanitanya. Sebenarnya, ia juga baru dikasih tahu hal itu, beberapa hari yang lalu oleh teman-temannya.
Tangannya menangkup salah satu benda kenyal didada Mina.
Wajahnya mendongak, nikmat. Ini sungguh nikmat, fantasinya menginginkan lebih, mengikuti naluri ia menjatuhkan bibirnya disana.
Mengecup sekilas gundukkan terus, lalu meraup tonjolan kecil berwarna kecoklatan itu.
Dengan gemas ia mengigit puncak milik Mina, membuat tangan Mina mencekram rambut Kale. Tak memperdulikan. Lelaki itu semakin rakus. Menyusu seolah ia adalah bayi kecil yang begitu kehausan.
Tangan memelintir satunya lagi, cukup lama ia bermain pada kedua pucak hasrat tersebut, mengesapnya secara bergantian.
Sedikit menatap Mina yang terlihat kesakitan, wajahnya begitu cantik, bathin Kale.