Ujung jari Harriet gemetar saat ia mencoba mengangkat roknya di hadapan Liam.
Semakin tinggi Harriet mengangkat roknya, semakin Harriet dapat melihat aktifitas di balik celana Liam. Mungkin Liam tidak memaksakan dirinya untuk menyentuh Harriet? Mungkin Liam bukannya merasa tidak nyaman?
Lalu apa yang pria itu tahan selama ini?
Harriet melihat Liam menutup mulutnya dengan satu tangan. Kedua matanya lurus menatap ke arah paha dan s**********n Harriet yang hampir terekspos.
Karena Harriet berhenti mengangkat roknya, tangan Liam yang lain perlahan mencengkeram celananya sendiri, seolah mencoba untuk tidak mengangkat sendiri rok Harriet. Ia benar-benar seperti sedang menahan dirinya.
Menahan dirinya?
Di detik itu Harriet menyadari bahwa Liam… menahan dirinya.
Sebuah senyum tipis terbentuk di wajah merah merona Harriet.
“Mengapa berhenti? Tidak mau membuktikannya?” tanya Liam.
Harriet menggeleng.
“Apa yang akan Milord lakukan setelah melihatnya?” tanya Harriet balik.
“Setelah aku melihatnya, aku bisa membuktikan padamu betapa aku merindukanmu,” ucap Liam.
Harriet menggeleng lagi.
“Anda sudah cukup membuktikannya,” ucap Harriet sambil menatap celana Liam yang terlihat sesak dan naik membentuk sebuah tenda kecil. “Tapi pasti Anda ingin membuktikannya lebih jelas lagi, kan?”
Tatapan mata Liam berubah sepenuhnya. Ia baru sadar istrinya baru saja menggodanya balik. Liam tersenyum miring, senang mendengar Harriet tidak lagi pasif menerima godaannya.
Menuruti kata-kata Harriet, Liam membuka celananya, dan Harriet mengangkat roknya lebih tinggi. Saat kejantanan Liam berdiri terbuka di hadapannya, Harriet merasa kedua lututnya gemetaran.
“Apakah Anda mau melihat bagian belakang garter belt saya?” tanya Harriet kemudian.
Liam menelan ludahnya, mengangguk.
Harriet berputar, dan mengangkat roknya yang menutupi bagian bokongnya. Begitu Harriet menunjukkan bagian belakangnya, ia dapat mendengar suara desahan pelan Liam yang masih duduk di sofa.
“Madam,” panggilan dengan nada dalam dan lembut itu menggelitik sekujur tulang punggung Harriet. “May I eat your a*s?”
Harriet tertawa kecil mendengar kata-kata pria itu yang terdengar dalam dan serius. Tapi karena Liam tidak menerima penolakan, pria itu memajukan tubuhnya dan m******t v****a Harriet tanpa membuka celana dalamnya.
Harriet terkesiap pelan sampai harus menopang tubuhnya di meja rendah di hadapannya, membuka akses yang lebih baik untuk Liam melakukan apa pun yang ia inginkan. Harriet kini bisa melihat ke belakang, di antara kedua kakinya, Liam sedang mengocok penisnya sendiri dengan lembut.
“Milord.”
Mendengar panggilan Harriet, Liam berhenti. Harriet menegakkan tubuhnya dan menurunkan celana dalamnya yang basah karena saliva Liam dan cairan cintanya sendiri di hadapan Liam. Kini, antara celana dalam dan vaginanya, terbentuk benang cairan yang berkilau menggoda.
“Milord…”
Harriet ingin tahu sejauh apa Liam akan menahan diri. Ia membuka vaginanya lebar dengan dua jari tangannya.
“Ini adalah tempat Milord membuahiku dan menghamiliku, kan?”
Tentu saja Harriet merasa malu, dengan seluruh wajah dan tubuhnya memanas, namun jika ia tidak memprovokasi Liam dengan cara seperti ini…
“Milord bisa membuktikannya di sini juga.”
Harriet terus mengumpat dalam hatinya karena merasa begitu malu atas tindakannya sendiri. Ia tidak berani menoleh ke belakang dan melihat bagaimana ekspresi Liam–
“Ah–!”
Seketika, Harriet merasa pinggangnya ditarik ke belakang dan sesuatu yang panjang dan tebal memasuki tubuhnya dari belakang.
“Oh–”
Harriet terkesiap atas serangan tiba-tiba itu dan ia segera mencari pegangan. Namun otaknya terasa kosong saat ia merasakan kedua kakinya mengambang ke atas setelah ditarik oleh sepasang tangan yang mencengkeram pinggangnya untuk menyesuaikan tinggi mereka. Ia bisa merasakan Liam bergerak liar di dalam dirinya.
Harriet mencoba menautkan lengannya pada leher Liam yang kokoh di belakang punggungnya, dan sementara, ia berhasil menstabilkan posisinya sendiri.
“Milord–!” napasnya tercekat karena Liam terus memompa dari belakang tanpa ampun.
Rambut pirang Liam jatuh ke bahu Harriet saat Liam menggigit leher Harriet bagai ingin mengimprintnya. Tangan Liam memeluk pinggang Harriet erat. Liam tidak mengatakan sepatah kata pun dan tidak sekalipun menggoda balik Harriet. Pria itu telah memutuskan untuk jatuh ke dalam godaan Harriet.
Harriet dapat merasakan perbedaannya.
Kali ini tidak ada sedikit pun jejak kelembutan dan godaan-godaan mesra yang pria itu berikan padanya di malam pertama.
Liam menurunkan gaun Harriet hingga jatuh ke lantai. Lenguhan Harriet semakin menjadi-jadi ketika Liam meremat dua payudaranya dari belakang.
Sensasi yang dirasakannya semakin membuncah saat Liam bermain dengan putingnya. Harriet merasa pandangannya kabur saat Liam mulai mencubit dan menarik putingnya selagi memberinya gigitan pelan di sekujur leher dan pundak Harriet.
Gerakan kasar bertempo akurat Liam membuat kepangan rambut Harriet yang ditata dalam sanggul rapi menjadi berantakan.
"Mmh! Milord, a–" ucap Harriet saat pandangan kaburnya mulai memutih dan berkunang-kunang.
Seolah tidak mendengar kata-kata Harriet, Liam terus menaikkan temponya. Licin, hangat dan–
Harriet yang baru saja mencapai puncaknya menjadi sangat lemas dan sensitif, bahkan ia bisa merasakan ada sesuatu yang akan keluar lagi ketika Liam terus menghujam vaginanya. Tapi rasanya terlalu tajam dan panas, Harriet bahkan belum menyadari semua itu.
“Tidak–” Harriet terkejut sadar saat Liam terus menerus menyenggol good spotnya. Kesadaran Harriet perlahan-lahan terkikis karena Liam tak sejenakpun memberinya waktu bernapas.
“Ah–!”
Harriet mengejang lembut mencapai puncaknya. “Nngh!”
Tapi Liam tidak berhenti–
Dalam satu tikaman dalam, ia menyemburkan semua benihnya di dalam. Semburan kehangatan dari Liam membuat Harriet terkesiap dan napasnya memburu penuh dengan peluh.
"Madam," suara dalam dan tenang Liam begitu kontras dengan gerakannya meraih rahang Harriet dan menciumnya dengan dalam, basah, dan menyesakkan.
Harriet pikir Liam sudah cukup puas.
Sayangnya di detik itu, Harriet menyadari kejantanan Liam masih belum turun. Ia mencabutnya perlahan dan memastikan Harriet menerima semua benihnya.
Liam menggendong Harriet ke ranjang dan mencumbunya sekali lagi.
Jantung Harriet berdebar keras ketika mata Liam menatapnya dengan sedikit kehangatan dan kegilaan murni. Lalu ia melirik kebawah dimana kejantanan Liam yang masih tegak dan perkasa.
Harriet sudah tahu bahwa suaminya tidak akan merasa cukup hanya dengan satu kali permainan. Tapi apakah segalanya akan berlangsung se intens tadi?
Ia mengatur napasnya, berbaring menyamping, dan bersiap untuk ronde selanjutnya. Harriet menggunakan sedikit tenaganya yang tersisa untuk mengangkat pinggangnya agar Liam bisa melihat vaginanya yang sudah basah kuyup oleh cairan cinta mereka.
"Milord…" ajak Harriet dengan suara rendah yang lemas.
Liam mengerutkan alisnya, tidak mampu menolak undangan dari Harriet.
Sekali lagi Liam melesakkan dirinya sendiri di bawah sana, bertujuan penuh untuk sekali lagi merasakan puncak kenikmatan.
Harriet sudah lemas, tetapi dia tidak mau m******t ludahnya sendiri. Ini adalah akibat dari apa yang ia lakukan, dan buah dari provokasinya.
Menenggelamkan dirinya sendiri dalam kenikmatan, ia menutup matanya dan membiarkan Liam menjelajahi setiap lekukan tubuhnya.
Sekujur badan Harriet penuh dengan bekas tanda yang diberikan oleh Liam, seperti bunga yang mekar di musim semi.
"Milord… Mhmhh!"
Desahan-desahan menggoda tanpa sadar Harriet keluarkan. Liam memeluk Harriet dengan erat dan sekali lagi menghadiahinya dengan kehangatan di dalam sana.
Harriet memeluk Liam erat-erat sembari merasakan kehangatan jauh di dalam dirinya. Kehangatan yang masih belum sepenuhnya Harriet mengerti.
Liam mulai mengembalikan akal sehatnya sendiri, melihat apa yang sudah ia lakukan pada pengantin barunya yang malang–
Liam mengurut dahinya sendiri dan mulai menyalahkan binatang di dalam dirinya. Harriet masih muda, dan ia adalah laki-laki pertamanya, tapi apa yang sudah dia lakukan?
Ia ingin minta maaf, tapi kemudian… lengan Harriet perlahan merangkul lehernya dan memeluknya lembut dengan lemas. “Milord tidak perlu menahan diri. Jika kita melakukannya sebulan sekali, saya yakin saya… kuat…”
“Pfft–”
Liam tertawa di lekukan leher Harriet. Dan suaranya yang dalam menggema di hati Harriet. Wanita itu tersenyum tipis.
“Gadis pintar,” bisik Liam datar, namun ada nada penuh kasih yang ingin ia sembunyikan di dalamnya.