Ternyata mari adalah murid sekolah disini , tapi semenjak 2 tahun yang lalu mari telah dinyatakan meninggal . Kabarnya dia telah menggunakan obat obat terlarang , membuat dia kecanduan dan depresi akibat orang tua yang telah lama bercerai
"Aku tidak menyangka mari menyembunyikan hal ini padaku..." kata santia sambil tertunduk lesu
"Aku juga kaget membaca artikel yang telah kau foto itu" jawab adit
"Bagaimana kalau kita bertanya pada adiknya ? aku tau dimana adiknya tinggal" kata lina
"Benarkah ?" jawab santia
"Iyap benar , kita bisa menggali informasi tentang mari" kata lina
"Okeh kita akan pergi ke rumah adik mari" jawab santia
"Baik nanti pukul 8 malam kalian berkumpul di depan stasiun kereta api disebelah supermarket itu" kata lina
"Baiklah" jawab adit dan santia secara bersama
Mereka pulang ke rumah masing masing , sesampainya di rumah santia mendengar sebuah percakapan seseorang dari sebuah ruangan
"Bagaimana ini yah ?" kata ibu santia
"Kita jangan bertindak gegabah , sepertinya anak kita belum mengetahuinya" jawab ayah santia
Santia yang penasaran kemudian masuk dan mengagetkan kedua orang tuanya
"Ayah , ibu.. apa yang belum aku ketahui" kata santia
"Ehh tia kau sudah pulang.. tidak... tidak.. kami tidak membicarakan apapun" jawab ibu santia dengan gugup
"Apa sekolahmu menyenangkan sayang ?" kata ayah santia sambil mengalihkan perhatian
"Yahh begitulah , oh ya ayah.. ibu.. aku akan pergi malam ini" jawab santia
"Kau akan pergi kemana.. dengan siapa ?" kata ibu santia sambil khawatir
"Aku akan pergi ke rumah temanku yang bernama lina , dia baru pulang dari bali . Aku kesana bareng dengan adit ibu" jawab santia
"Aahhh dengan anak muda yang kamu bawa ke rumah itu . Ternyata hubungan kalian sangat harmonis" kata ibu santia
"I... in.. ini tidak seperti yang ibu pikirkan" jawab santia sambil tersipu malu
Ibu santia hanya tertawa kecil melihat sikap putrinya , hari berganti malam waktu telah menunjukkan pukul 8 malam
"Tengg.. toongg.." suara bel berbunyi
"Cekreeekkk... iyaahh cari siapa ?" kata ibu santia sambil membuka pintu
"Santianya ada tante ?" jawab adit dengan sopan
"Aahh.. ada.. itu dia baru keluar" kata ibu santia dengan tertawa kecil
Santia yang merasa di lihatin adit tersipu malu , wajahnya memerah
"Sudah.. berangkat sana..." kata ibu santia sambil mendorong santia ke depan
"Kalau begitu kami pamit dulu ya tante.. om..." kata adit sambil mencium tangan ayah dan ibu santia
Mereka berdua kemudian berangkat menuju stasiun kereta api yang berada di dekat supermarket tersebut , dalam perjalanan kesana
"Ditt.. lain kali jangan menjemputku" kata santia
"Kenapa ? lagipula searah bukan ?" jawab adit dengan keheranan
"Tidak apa apa.. lain kali tunggu didepan gang saja" kata santia
Sesampainya di stasiun kereta api
"Wah.. wah.. aku iri sekali dengan kalian berdua" kata lina dari kejauhan
"Apa yang kau katakan lin ?" jawab santia
"Tidak apa apa.. kau tidak akan merasakan seperti apa perasaanku ini" kata lina sambil menyerahkan tiket masuk
"Kau sudah membelinya ?" kata adit
"Tentu saja... kalau menunggu kalian berdua bisa bisa kita tidak akan kebagian tiket" jawab lina
Mereka menunggu kereta api itu datang , waktu telah menunjukkan pukul 9 malam . Kereta yang ditunggu pun datang , mereka bertiga kemudian masuk dan menempati tempat duduk yang tertera ditiket . Kereta api berjalan dengan cepat , malam begitu dingin mencengkam . Suasana para pengunjungpun sangat sepi , tak ada satupun yang berbicara . Semua menunduk dan menampakkan wajah pucat
2 jam berlalu akhirnya mereka sampai ditujuan dengan selamat
"Apa kau lihat tadi ?" kata santia
"Wah gilaa... aku hampir gemetar ketakutan . Untung saja lina memberitahu kita agar tetap tenang dan diam" kata adit
"Aku sudah merasakan hal aneh saat memasuki gerbong itu , tak kusangka kita berada di gerbong yang dipenuhi oleh hantu" kata lina
"Kenapa kau seperti biasa saja lin ?" kata santia
"Aahh kau lupa ? aku bisa melihat "mereka" yang tak kasat mata itu" jawab lina
"Aahh.. kau benar aku lupa . Tapi terimakasih berkat dirimu kita tidak dalam masalah malam ini , lebih baik kita harus bergegas hari sudah mulai malam dan jamku menunjukkan pukul 11 malam" kata santia sambil melihat jam
Mereka bertiga bergegas menuju rumah adik mari , sesampainya disana
"Tok.. tok.. permisi.." kata santia sambil mengetuk pintu
"Cekreekk.. siapa ?" jawab adik mari sambil membuka pintu
"Ini saya santia temannya mari , ada sesuatu yang ingin aku tanyakan" kata santia
"Oh temannya kak mari , silahkan masuk" jawab adik mari sambil mempersilahkan mereka bertiga masuk
Mereka bertiga duduk diruang tamu
"Apa yang ingin kau katakan" kata adik mari
"Begini , apa benar kalau mari telah meninggal ?" jawab santia
"Itu benar , kak mari telah meninggal 2 tahun yang lalu" kata adik mari
"Apa kami bisa melihat barang barang peninggalan mari ?" jawab santia
"Boleh.. sebentar aku ambilkan" kata adik mari
Adik mari kemudian mengambil sebuah kardus di dalam gudang , dan memberikan kardus itu pada santia
"Ini barangnya" kata adik mari
"Emm maaf boleh aku tanya , apa benar kalau ayah dan ibumu telah berpisah ?" kata adit
"Yah benar.. kalau sudah tidak ada apa apa lagi aku kau pergi kekamarku . Aku harus mengerjakan pekerjaan rumahku yang belom selesai" jawab adik mari
Adik mari kemudian meninggalkan mereka bertiga di ruang tamu dan menuju kamarnya , mereka bertiga kemudian membongkar barang peninggalan mari yang terbungkus rapi
"Hei.. pelan pelan bung.." kata adit
Santia dan lina hanya melihat adit dan tidak mempedulikannya , sementara itu dikamar adik mari
"Waahh.. sudah pukul 12 malam , bukankah aplikasi itu akan muncul" kata adik mari
"Teengg.. tengg..." suara jam berbunyi
Waktu menunjukkan pukul 12 malam
"Ini dia aplikasinya sudah muncul , aplikasi alone.. aku penasaran cerita apa yang akan aku dengar malam ini" kata adik mari sambil membuka aplikais alone
"Ini..." kata lina dalam hati
"Kita harus pergi ke kamar adik mari sekarang juga..." kata lina
Adit dan santia mengangguk dan kemudian mereka berpencar untuk mencari kamar adik mari , setelah beberapa waktu akhirnya mereka bertiga bertemu di sebuah ruangan dan membuka ruangan tersebut . Ternyata itu adalah kamar adik mari dan dia sedang menggunakan aplikasi itu
"Tidaaakkkkk..............." teriak adit , santia dan lina bersamaan
"Mari kita simak cerita ini....
“Don , lu gak apa-apa kan?”
Doni nampak lesu . Lehernya kehilangan kekuatan untuk menopang kepalanya . Mungkin topi yang ia kenakan terlalu berat ? Matanya terus ia tatapkan ke bagian bawah mobil . Mulutnya tak henti komat-kamit bak dukun yang sedang membacakan mantra penyembuh bagi pasiennya yang mengeluh .
“Ya... raz”
Kepala yang semula tertegun tadi menoleh ke arahku . Tak kusangka , sahabatku itu menatapkan matanya yang berkilauan mengeluarkan air mata .
“Kenapa lu don ?” tanyaku membangunkan rasa penasaran teman-temanku yang lain .
“Ya ampun , bang doni kenapa nangis ?” tanya lesti yang duduk di samping kiri rudi , di kursi tengah , seraya membalikkan badannya ke arah doni yang duduk di paling belakang pojok kanan mobil , bersama aku dan iqbal .
Semua mata temanku tertuju ke satu wajah yang dihiasi kesedihan itu .
“Gak apa apa , gue cuma gak enak perasaan aja” jawabnya sambil berusaha mengguratkan senyuman , namun berat .
“Yaah , kita kan udah dikasih wejangan sama Mbah Wongso , don , yang penting kita nanti di pendakian , jaga lesti baik baik ! kita juga gak usah repot-repot mikirin cowok sok pemberani itu kan ?” kata iqbal berusaha meredakan doni .
“Angga maksud lu , bang ?” tanya rudi
“Iya , siapa lagi ... tangan gue nyicip dikit pipinya aja , dia langsung kabur tuh . Cemen banget , gede bacot doang . Gak dibedong kali itu orang sama orang tuanya dulu” jawab iqbal
“Kalo kita nanti di Merapi ketemu si angga gimana ?” tanya rudi mewakili keresahan kami semua
“Kita kan gak tahu , dia tahu jalan kesana atau nggak , iqbal” aku memajukan tubuhku melepaskan punggung ini dari sandarannya
“Juga ... kita kan gak tahu dia naik jalur pendakian yang mana , mudah-mudahan sih gak ke Selo , sama kaya kita” jawabku
Aku menoleh ke arah doni , merangkulnya dan menepuk-nepuk pundaknya , berharap semua kecemasan dan kesedihannya tersingkirkan .
“Tenang , don ... bener kata si iqbal , kita jaga bener-bener si lesti”
Aku kembali menoleh ke wajah wajah yang juga terpahat kecemasan yang sama , lalu berkata , “pendakian ini , akan kita kenang selamanya”
Suasana mendadak hening , dengan tatapan yang kembali pada tempatnya . Hanya terdengar suara kedap dari kendaraan lain dan dinginnya AC mobil yang selalu mengusap halus leher ini .
Tubuh sebelah kiriku dibuat tak nyaman oleh gerakan iqbal yang tak karuan . Dia seperti mencari sesuatu
“Lu kenapa sih , bang ? Gak bisa diem.”
“Gue nyari HP , Dik , biar kita happy lah , jangan pada merenung terus , kayak di pemakaman aja.” ucapnya
“Nah ketemu ... darso dulu Guys!!” lanjutnya seraya mengeluarkan HP Blackberry hitam yang ia temukan terjatuh di bawah jok mobil . iqbal lalu menyetelkan lagu dari King of Pop Sunda itu yang berjudul “Kabogoh jauh”
“Tah ... kitu atuh , bang” aris semangat menyambut musik yang iqbal nyalakan
Memang dua orang ini , tak bisa kupungkiri , aku sangat salut dengan mereka . Mereka selalu berusaha menghibur kita di kala situasi sedang kalut . Aku rasa , sebenarnya iqbal dan aris pun merasakan kecemasan dan kesedihan yang sama . Tapi entah mengapa, keduanya seperti mempunyai obat penawar bagi diri mereka sendiri , sebelum mereka menularkannya kepada yang lain .
“Tiap sms an , atau nelepon ...” iqbal dan aris terus saja menirukan lirik demi lirik dari lagu legendaris itu .
Hingga akhirnya , suasana asyik mereka berdua tertular kepada dani yang duduk di depan . Tak berselang lama , suasana asyik itu merasuk kami semua tak terkecuali dengan doni . Dia jadi terbangun kemudian ikut bernyanyi bersama . Mas huda yang sedang duduk manis di pusat kendali mobil , hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil sesekali tersenyum .
Kami berusaha mengubur segala bentuk keresahan yang menghinggapi . Tak ubahnya seperti mengubur kotoran dalam-dalam di sebuah tanah yang gembur . Kami tidak akan membiarkan tujuan awal kami kesini digoyahkan oleh angan angan panjang .
Terhitung lima lagu sudah Almarhum Abah Darso bernyanyi menemani kami . dani yang sedari tadi menikmati setiap ketukan nada yang ada , berubah sedikit cemas ketika melihat speedometer mobil Mas huda ini
“Mas , bensinnya abis tuh” seru dani kepada kakaknya
“Ehh , iya , kelupaan . Nanti sambil jalan , kita berhenti dulu di pom bensin” Ucap Mas huda .
“Kita patungan buat belinya ya , Mas ?” tawarku.
“Gak usah , simpen aja duitnya buat bekal kalian !” mas huda menolak tawaranku.
Mobil terus melaju membelah keindahan kota . Sesekali mas husa mencondongkan badannya , hampir merapatkan dadanya dengan setir mobil . Matanya terus awas melihat ke kiri jalan untuk menemukan keberadaan pom bensin .
“Itu , pom bensin , mas” tunjuk dani ke arah kanan jalan.
“Gak ah , cari yang di sebelah kiri aja , biar gak usah susah-susah nyebrang” Jawabnya.
Selang beberapa menit kemudian , mas husa menyalakan lampu sign kiri . Terpampang jelas dari kejauhan , satu tugu merah yang di atasnya dihiasi bacaan “Pasti Pas!” dengan tokoh kartun yang mengangkat jempol di sampingnya .
Mobil berjalan melambat , mengikuti jarak yang semakin dekat dengan tempat pengisian bahan bakar . Beruntung , kondisi pos bensin ketika itu tidak terlalu ramai . Sehingga , Avanza Hitam milik mas huda ini dapat melepas dahaganya .
Dinginnya AC membuatku tidak tahan ingin buang air kecil . Sudah tidak kuat rasanya , karena jika kutahan sampai Basecamp Selo , aku tak yakin dapat menahan supaya tidak ngompol di celana . Mobil tepat berhenti tepat di stasiun pengisian . Aku terburu-buru ingin keluar dari mobil .
“Mas , tunggu ya , saya ke toilet dulu” aku meminta izin kepada mas huda setelah menyingkirkan semua temanku yang menghalangiku di dalam mobil .
“Oke , Mas tunggu di pintu keluar”
Aku bergegas menggunakan langkah seribu untuk cepat sampai di toilet .
Ah Lega...
Kurapikan kembali pakaianku setelah kubuang semua hajatku . Kulangkahkan kaki keluar tiolet dan merogoh saku celanaku untuk mengambil uang dua ribu rupiah membayar jasa tunggu si penunggu toilet . Karena tak ingin membuat kawan kawanku menunggu lama , kembali kugunakan langkah seribu untuk cepat sampai di mobil . Di tengah aku berlari , seketika ada yang membuat langkahku terhenti .
“Hah , mbok irah ?” aku melihat mbok irah sedang berdiri memandangi mobil mas huda dari sebrang jalan , masih dengan bakul jajanan yang ia simpan di punggungnya . Aku berniat untuk menghampirinya . Akan tetapi , setelah truk besar pembawa pasir lewat , mbok irah menghilang .
Lho , kemana dia ? Jelas tadi kulihat dia ada di sebrang jalan .
Aku melihat ke setiap sudut jalan , keberadaan mbok irah tetap tidak terdeteksi . Mungkin sudah masuk gang , Pikirku . Karena aku melihat tepat di belakang mbok irah berdiri tadi , terdapat sebuah gang yang hanya bisa dilalui oleh dua orang .
“Dik , ayo !!” teriakan iqbal terdengar olehku . Aku bergegas menghampiri mobil untuk melanjutkan perjalanan.
“Tadi gue lihat mbok irah di sebrang jalan” Ucapku yang sedikit ngos ngosan di depan pintu mobil
“Alah , udah ayo !” Timpal iqbal
Aku melihat ke arah doni , dia hanya tersenyum dan memberiku kode untuk segera masuk dan duduk di sampingnya . Mobil pun segera berada pada jalurnya , melanjutkan perjalanannya mengantar kami
“Asli , don , gue lihat mbok irah tadi” ceritaku kepada doni . Aku masih terheran karena jarak dari Prambanan ke tempat tadi , kurasa sangat jauh . Agaknya tidak mungkin bagi seorang wanita yang sudah tidak muda lagi berjalan sejauh itu .
“Mbok irah emang suka jalan jauh , Dik" timpal doni dengan santainya . Ohh , mungkin saja doni benar . Aku tidak kepikiran sama sekali dengan angkutan umum yang ada disana . Bisa saja mbok irah menggunakan angkutan umum untuk mejajakan jajanannya ke setiap sudut kota . Atau bisa saja , tadi itu hanya halusinasiku .
Mobil terus melaju dengan pasti . Lagi lagi , iqbal menghibur kami dengan menyalakan musik dari HP nya dan lagi-lagi lagu pop sunda yang ia pilih untuk menggema di seluruh ruangan mobil . Semua pun ikut bernyanyi bersama mengikuti setiap lirik yang ada .
O ya , aku hampir terlupa dengan perbekalan makanan kami yang sudah sedikit menipis . Kalau saja kami tidak jalan-jalan dulu ke Malioboro , Prambanan lalu mampir ke rumah mas huda , mungkin perbekalanan makanan kami masih tersedia . Tapi, ah sudahlah . Mungkin itu memang jalannya . Dengan malu , aku berkata kepada mas huda
“Mas, maaf perbekalan makanan kita udah mulai menyusut , bisa mampir dulu ke pasar gak ?” mas huda dengan kebaikannya memperbolehkan .
“Nanti , gak jauh darisini ada pasar ... pasar cepogo namanya” ucap mas huda.
Semua setuju , terutama lesti . Dia sekalian ingin membeli pembalut sebagai persediaan . Karena yang tersisa tinggal beberapa lagi , katanya .
“Hati hati juga nanti di atas gunung kalo ngebuang pembalutnya sayang , cuci dulu yang bersih !” kata aris memperhatikan betul tindak tanduk kekasihnya itu
“Iya , kalo gitu sekalian kita beli air kemasan yang gede , masing masing bawa satu atau dua !” Seruku kepada yang lain . Selain persediaan untuk kami minum atau memasak , air itu juga diperuntukkan bagi lesti yang hendak membersihkan pembalutnya . Aku harus memperhatikannya pula . Karena jujur , aku khawatir . Jika saja tidak ada air untuk mencuci , maka pembalut itu akan terus berisi darah . Yang dimana , darah itu dapat menjadi aroma wangi yang mengundang para lelembut .
Setelah kulihat menara listrik dari kejauhan kemudian Mas Irwan memutar kemudi mobilnya ke arah kanan , aku disuguhkan dengan pemandangan beberapa kios warung yang berjejeran di sisi jalan . Tanpa aba aba , mas husa kembali menyalakan lampu sign kiri , lalu memberhentikan mobilnya di tepi jalan .
“Mas tunggu disini” ucapnya sambil menarik tuas rem tangan .
Meskipun kembali susah payah karena harus berbagi celah dengan cerrier , satu persatu dari kami menuruni mobil . Dan seketika tanpa perintah , semuanya berpencar mencari kebutuhan masing masing . sebelumnya , kami membuat janji untuk belanja secukupnya dan sesegera mungkin berkumpul kembali di mobil . Aku pun bergegas sendiri melangkah menuju kios makanan . Entah dibawa oleh siapa dan dituntun oleh siapa , tiba tiba kaki ini berjalan ke dalam pasar , seakan mengetahui kemana ia harus mampir . Sampailah aku di sebuah kios yang menjual berbagai makanan . Terutama mie instan . Tidak afdol rasanya jika mendaki tanpa ditemani oleh mie instan .
“Mas , mas” seseorang menepuk bahuku dari belakang .
Aku lantas membalikkan tubuhku ke arah dimana suara itu berasal . Seorang pemuda dengan senyum hingga membuat matanya sipit , berdiri sedikit membungkuk tepat di belakangku . Dia hanya memakai baju surjan dan celana pangsi hitam . Sedangkan kepalanya ditutupi oleh blangkon . Kelihatannya ramah banget orang ini, siapa dia ?
“Mas nya mau kemanab?” tanya pemuda itu dengan lembut .
“Mau ke Merapi , Mas” jawabku .
“Boleh saya nitip sesuatu , mas?” tanyanya lagi .
Pemuda itu lalu merogoh sesuatu dari saku celananya . Dia mengeluarkan sebuah koin , lalu memberikannya kepadaku . Koin itu aneh . Nampaknya , aku tidak pernah menemukan koin itu semasa hidupku . Koin yang mempunyai lubang persegi di tengahnya dan memiliki ukiran-ukiran yang aku pun tak tahu pasti , ukiran apa yang terdapat pada sisi-sisi lubang perseginya itu .
“Tolong titip ini , mas , kasihkan ke bapak saya yang sedang berjualan di atas !” pintanya.
“Lho , maaf loh mas , tapi saya gak bisa buru buru ngasih koin ini , paling nyampe di atas sekitar malam hari” keluhku.
“Iya gak apa apa mas , memang jualannya malam hari” ujarnya.
“Sekalian nitip ini juga mas , kasihkan bapak saya !” pemuda itu memberiku sebuah ranting yang ia pegang sedari tadi . Tanpa basa basi aku menyanggupi permintaannya .
“Tapi mas , jangan sampai teman teman mas tahu ya ?” pintanya kembali .
“Lho , darimana mas tahu saya ke Merapi bareng teman teman saya ?” aku heran.
“Tadi saya lihat , mas turun dari mobil bareng teman teman Mas” tandasnya .
Tatapannya begitu menyejukkan kalbuku , seperti tak ada sedikitpun bekas guratan angkara di wajahnya .
“Jaga ya mas, jangan sampai hilang , saya mohon ! benda itu ditunggu bapak saya”
Aku bergegas pamit kepada pemuda itu karena aku tidak mau berlama lama berada disana . Aku lalu meninggalkannya di depan kios makanan tadi . Penasaran , aku menoleh ke belakang , ke arah pemuda itu . Akan tetapi , dia sudah tidak ada disana . Cepet banget jalannya , gumamku . Kusimpan koin aneh itu di saku celanaku dan kutenteng ranting kayu yang sepertinya itu dari kayu jati aku merasakan betapa kerasnya ranting itu .
Semua temanku sudah menungguku . ada yang sandaran di mobil , dan juga ada yang duduk duduk pinggiran jalan . Aku mempercepat langkah supaya mereka tidak kesal menungguku .
“Ranting itu buat apa dik?” aris menunjuk ranting yang kuselipkan di samping cerrierku .
“Hiasan aja ris , bentuknya cantik , jadi gue ambil tadi di jalan” jawabku mengalihkan.
Kami segera menaiki mobil mas huda . Mobil itu kembali melaju membawa kami menuju tempat tujuan .
“Guys , sehabis dari Merapi gak sekalian aja ke Merbabu ?” candaku pada semua
“Ayo !” seru iqbal
“Ah , kalian aja , gue mah ogah , mening pulang” sahut rudi
“Takut lutut lu lemes lagi ya rud ? hahaha” candaku.
Penantian panjangku akhirnya berakhir juga . Setelah sekian lama kunanti dan hanya bisa ku khayalkan dalam benak , kuda besi yang kami naiki akhirnya memarkirkan dirinya tepat di sebuah tempat yang selama ini kuimpikan . Jantung ini berdegup kencang layaknya seorang pemuda yang tengah dilanda asmara yang sedang makan berdua di cafe pinggir jalan bersama wanita pujaannya .
Kusambut pemberhentian mobil dengan senyumku yang lebar . Kami semua turun dari tumpangan yang diberikan mas huda . Ku fokuskan mataku melihat sekitar , dan alangkah tambah berbunganya hatiku ketika aku melihat tulisan besar “NEW SELO” . Semoga semuanya terbayarkan indah , tak ada malapetaka seperti apa yang kulihat dari guratan kekhawatiran wajah doni . Kukira hatinya telah terobati oleh hiburan dari iqbal . Namun ketika dia menginjakkan kaki di tanah Basecamp New Selo , mulutnya tak henti hentinya komat kamit lagi . Mungkin dia sedang banyak berdoa sesuai apa yang diperintahkannya kepadaku kemarin . Aku tidak mau mengganggunya . Biarkan dia dengan pendiriannya .
“udah jam 11 nih , kita shalat jumat yuk !” ajakku.
“shalat jumat dimana dik ? Gak ada masjid jami disini” sahut iqbal .
“Ya udah , gue langsung urus administrasinya aja ya ?” aku bergegas menuju pos pendaftaran ditemani doni untuk mengurus administrasi .
Setelah semua administrasi terselesaikan , aku dan doni lanjut menemui rombongan di parkiran basecamp .
“Langsung aja kita ?” tanyaku.
“ke warung dulu dik , ngopi ngopi dulu kita , rusuh amat” timpal iqbal .
Kami semua berarak menuju salah satu warung yang ada di area basecamp. Sekadar ngopi ngopi untuk menghilangkan penat dan ketegangan . Mas huda masih setia menemani kami . Katanya , dia ingin memastikan kami berjalan di jalur pendakian Merapi . Memang the best kakak rudi yang satu ini . Kebaikannya patut aku contoh .
“Buat kalian mas cuma ngingetin sesuatu . Jangan lupa sama pesan Mbah Wongso , jaga terus lesti . Ingat , ini alam . Kita gak akan pernah tahu misteri apa yang ada di dalamnya” mas huda mengingatkan kami .
“Kadang alam itu bisa jadi sahabat , kadang pula bisa jadi kayak guru galak yang suka menghukum memukuli muridnya yang bandel” lanjutnya .
Semua mata memperhatikan setiap kata dan kalimat yang keluar dari mulut mas huda . Pesan itu kupegang erat erat dalam genggamanku , lalu kusimpan dan kukunci rapat rapat di dalam kepalaku .
Acara wisata kuliner di basecamp New Selo berakhir sudah . Karena tidak mau terlalu siang , kami segera melakukan briefing untuk menyampaikan pesan terakhir sebelum kita berarak beriringan menaiki jalur pendakian Merapi . doni memimpin koordinasi terakhir itu .
“Guys , ini koordinasi terakhir kita sebelum naik , gue pesen , semuanya harus bisa kerjasama , inget pesan yang sudah disampaikan orang tua kita sebelumnya . Jaga terus lesti , terutama lu rud , pepet terus lesti kemanapun . Jangan biarin dia sendirian . Lu tahu gak akan selamanya kita bisa beriringan , ada kalanya kita renggang satu sama lain” tatapannya begitu serius.
“Dik, selama lu jadi sweeper , jangan sungkan buat teriak kalo ada apa apa . Senang bareng , susah juga harus bareng” lanjutnya.
Doni mendongakkan kepalanya ke langit sambil memejamkan mata . Dia menarik nafas dalam dalam dan mengehembuskannya seraya berkata , “Semoga kita semua bisa selamat ... Berdoa dimulai ...” kutundukkan hati ini untuk memohon pertolonganNya.
“Selesai” tutup doni .
“Yuk semangat , semangat” iqbal berteriak menyemangati sambil bertepuk tangan .
“Semangat” rudi tak mau kalah dari iqbal.
Kami berjalan perlahan menuju titian pertama jalur pendakian . Tak ada kata yang bisa terucap untuk menggambarkan suasana rombongan kami . Senang , cemas , dan resah berkumpul di dalam diri . Kondisi langit yang mulai berwarna abu abu gelap seakan mendukung suasana hati .
“Hati hati di jalan ya mas !” rudi sedikit teriak sambil melambaikan tangannya ke arah mas huda .
Tanpa alasan yang jelas , doni tiba tiba berlari menuju mulut jalur . Aku melihatnya , ya aku jelas melihatnya . Disana berdiri seorang wanita parubaya dengan bakul jajanan di punggungnya . mbok irah ? Cepet banget udah sampe sini ? Atau mungkin aku benar , yang tadi kulihat di pom bensin adalah halusinasi ? Rasanya seperti deja vu dari kejadian pertemuan pertamaku dengan mbok irah di Prambanan . Kami pun kompak berlari menuju tempatnya berdiri . Menyalaminya dan melempar senyum padanya .
Tatapan mbok irah semakin memperihatinkan . Ia memeluk doni dan berkata, “Wayahé koé balik , don!”
Hah , balik ? Baru mau naik kok disuruh balik ? gumamku.
“Iya mbok, nanti saya antar dulu teman teman saya” Jawabnya.
Ya jelas dong , setelah pendakian ini kita memang langsung pulang . pikirku
“Jaga lesti , don !” Serunya.
Lho , darimana mbok irah tahu nama lesti , dan mengapa pesan terakhir yang disampaikannya sama dengan pesan Mbah Wongso?
Aku hanya melempar senyum kepadanya . Lalu kami pun menyalaminya lagi untuk kemudian pamit hendak mendaki . Jalanan mulus yang terbuat dari semen menemani awal pendakian . doni berada di paling depan , disusul aris , rudi , dani dan lesti yang berjalan beriringan , kemudian iqbal , lalu aku yang paling belakang.
Beberapa meter ke depan , aku mencoba untuk melihat ke belakang memeriksa keberadaan mbok irah. Tapi ternyata, wanita itu sudah tidak ada . Mungkin dia lanjut jualan di parkiran , pikirku . Aku kembali membalikkan badanku menatap teman temanku yang beriringan membelah pepohonan di sekitar jalur pendakian .
Selangkah demi selangkah terus berjalan pasti . Jejak dari sepatu gunung , terlukis indah di atas semen yang semakin jauh semakin terjal berubah tanah layaknya sebuah kuburan panjang yang terpajang sepanjang jalur . Permukaan tanah yang bergelombang membuat setiap kaki harus hati hati melangkah . Salah sedikit saja , resiko patah tulang atau minimalnya memar selalu menghantui .
“rud , rud” Aku dikagetkan dengan suara iqbal yang mendadak meneriaki nama rudi seperti memberi tanda awas .
Di depan aku melihat , rudi tersungkur , hingga lesti harus memeganginya . doni yang sudah berjalan paling depan pun turun kembali untuk melihat kondisi rudi . Itulah pentingnya kebersamaan ketika mendaki . Jarak yang tidak terlalu jauh dapat meminimalisir hal yang tidak diinginkan .
“Mual gue , gak kayak biasanya” ucap rudi dengan sedikit meringis .
Dia berusaha membetulkan posisi duduknya . Namun , mungkin karena mual yang sudah tidak dapat ia tahan , rudi akhir muntah dengan mengalihkan badannya ke sebelah kiri .
“Mabok mobil mungkin gue ya ?” ucap rudi.
“Iya kali” lesti menyahut .
“Di depan ada pos bayangan . Kita rehat dulu disana , kebetulan ada kayak pendopo disana . Jadi , rudi bisa istirahat dulu disana” kata doni sambil mengarahkan telunjuknya ke depan .
rudi gontai memperbaiki posisi tubuhnya . Semua menyemangatinya.
“Ayo rud semangat” Sahut aris yang berdiri dari posisi jongkoknya .
Kami lebih merapatkan barisan . Selain menjaga rudi yang gontai , kami juga tidak lupa menjaga lesti yang sedang haid
Tak butuh waktu lama bagi kami untuk sampai di pos bayangan . Disana , rudi dibaringkan untuk meredakan rasa mualnya . Cerrier yang ia pakai jadi bantalan untuk kakinya supaya mempercepat pemulihan . Tak lupa , lesti menghirupkan minyak angin yang dibawa doni . Hanya sekitar lima belas menit berselang , rudi terbangun dengan mata yang lebih cerah .
“Udah cukup , gue udah enakan . Ayo lanjut !” ucapnya semangat.
Kami melanjutkan pendakian , melewati palang informasi yang menuliskan durasi ideal bagi para pendaki untuk mencapai titik titik sebelum puncak . Kulihat , ideal waktu yang dibutuhkan untuk ke pos selanjutnya adalah sekitar empat puluh lima menit . Formasi barisan masih tetap sama doni di depan , sedangkan aku paling belakang .
Tak terasa , barisan mulai merenggang . Mungkin karena aku yang terlalu banyak melamun dan berhenti karena terpesona dengan keindahan yang tersaji .
“Semangat dik” suara aris menyemangatiku dari belakang .
Lho , si aris kesusul ternyata .
Aku hanya memberinya kode mengangkat tangan tanpa membalikkan badanku ke belakang .
“Semangat !” teriakku.
“Semangat !!” sahut iqbal yang berada jauh di depan .
Jalanan terjal terus kita lalui . Batu batu yang menyembul keluar dari tanah menghiasi jalur pendakian . Lagi lagi , kehati hatian dan kewaspadaan adalah kunci . Jangan sampai lengah !
Walaupun nafas tersengal , aku tetap memperlebar langkahku . Ketika aku sampai di palang yang bertuliskan “Welcome to Pos 1 Watu Belah” dan melihat ke arah pendopo yang persis kulihat seperti yang ada di pos bayangan , aku melihat aris sedang asyiknya duduk melamun , sambil sesekali menyeruput madu sachetan yang ada di tangannya . Lho , kok dia sampe duluan ? Aku berlari ke arahnya dan memukul bahunya agak keras .
“Lu , bukannya tadi ada di belakang ?” ucapku kepada aris dengan nafas tersengal .
“Gue daritadi disini cuy.” ujarnya.
Berarti , aku tadi memang paling belakang ? Lantas siapa yang menyemangatiku di belakang tadi ?" kata aplikasi alone
Kemudian suara gemuruh menggema di seluruh ruang , sosok hitam muncul . Kali ini sosok itu terlihat lebih menyeramkan dari pada sebelumnya , sosok itu merasuki tubuh adik mari dan membuatnya seperti hilang akal . Dia mengambul sebuah tang dan mencabut semua kuku di jarinya satu persatu sambil tertawa , satu jam berlalu adik mari akhirnya tewas dengan sangat mengerikan . Sosok itu akhirnya menghilang dan suasana kembali seperti semula