Aku sengaja langsung pulang setelah jam kuliahku selesai. Beberapa hari ini semenjak kejadian perselingkuhan Abdi terungkap Kayla mengurung diri di kamar. Aku benar-benar khawatir padanya jika dia sakit atau bahkan melakukan hal di liar tindakan.
"Kay ?" Panggilku pada Kayla saat aku melihat dia sudah berdandan rapi di depan cermin kamarnya.
"Hai Nay, Udah pulang ?" Tanya Kayla balik.
"Kamu ?" Aku terheran dengan kondisi Kayla. Baru saja tadi pagi berangkat kuliah aku melihat dia masih murung tapi siang ini dia sudah kembali ceria seperti biasanyas seolah tidak terjadi sesuatu padanya.
"Aku tidak bisa jika terus-terusan berdiam diri dan merenungi nasib buruk yang menimpaku Nay." Kata Kayla menghampiriku.
"Aku mau bangkit, aku mau menunjukkan pada Abdi bahwa aku juga bisa hidup tanpa dia. Dan kamu tau, aku sudah membatalkan pertunanganku sama Abdi barusan tadi." Lanjut Kayla.
"Hah ? Tapi tadi baru saja Abdi menghampiriku dan marah-marah padaku."
"Sudahlah, tidak usah perdulikann lagi tukang selingkuh seperti dia."
"Kay ? Kamu yakin dengan keputusan kamu ?"
"Iya Nay, aku sangat yakin, karena aku tidak bisa menikah dan menjalani hidup bersama dengan seseorang yang tida setia, apalagi dia sudah pernah bersetubuh dengan perempuan lain."
Aku memeluk Kayla. Aku senang karena akhirnya Kayla mau bangkit dari segala keterpurukannya. Kayla cantik, dia pintar tidak mungkin jika dia tidak mendapat yang lebih dari seorang Abdi.
*****
Aku memainkan ponselku mencari sumber obyek yang menarik untuk ku kirim pada lomba fotografer dengan tema alam di i********:. Lumayan untuk juara satu bisa mendapat hadiah satu setengah juta, uang segitu bisa aku simpan untuk tambahan tabunganku. Entah kenapa aku akhir-akhir ini ingin sekali memiliki rumah sendiri walaupun kecil, aku ingin menjadikannya sebuah studio foto dan tempat untuk mengembangkan bakat seniku terlebih di bidang lukis yang selama ini aku pendam karena keterbatasan waktu dan tempat.
"Nay ...." Panggil seseorang dari ujung jalan Ngarsopuro yang berlari mendatangiku.
"Kayla ?" Ternyata Kayla yang mendatangiku.
"Aku sudah menduga kalau kamu pasti disini, makanya aku nyusulin kamu disini." Kata Kayla sambil tersenyum ceria.
"Iya Kay, aku lagi cari obyek foto nih buat ikut lomba, belom ada yang pas dari tadi. Kamu sama siapa ?"
"Halo Kay ..." Sapa seseorang yang mendatangi kami.
Suaranya tidak asing untukku. Aku memutar badanku ke belakang dimana sumber suara itu terdengar, dan betapa kagetnya aku hingga aku tak sengaja langsung menjauhtkan ponselku karena melihat Angga di depanku.
"Eh ..." Kayla kaget melihat ponselku terjatuh.
Angga menunduk mengambil ponsel yang dulu dia berikan itu. Dia hampir saja melihat wallpaper ponselku yang bergambar aku dan dia saat kami berdua sedang camping di tawang mangu.
"Terimakasih." Kataku sambil mengambil paksa ponselku yang dipegang oleh Angga.
"Ponselmu ..... " Kata Angga .
"Oh itu dulu punyaku, ponsel yang kamu belikan dulu buat aku, kamu ingat kan ? Aku sengaja berikan ke Naya karena dia lebih butuh buat menyalurkan hobi dia. Gapapa kan Angga ? Tanya Kayla memotong ucapan Angga.
"Oh begitu. Pantas saja aku merasa tak asing. Aku juga baru saja tadi sebenarnya mau menanyakan soal ponsel itu, tapi aku merasa belum waktunya karena biar bagaimanapun juga ini pertemuan pertama kita setelah sekian lama kamu menghindariku. Jadi aku mengurungkan niatku dan memilih mencari waktu yang tepat lagi untuk bertanya padamu, tapi kamu malah menjelaskan sendiri." Kata Angga.
"Iya , maaf ya ?"
"Gapapa Kay, nanti kita bisa beli lagi kalau kamu mau kembaran sama aku." Kata Angga.
"Oh iya kenalin ini Kanaya, adik aku." Kata Kayla.
Angga tidak langsung mengajakku berkenalan, dia melihatku yang menunduk terlebih dahulu karena aku menahan gugup.
"Kita pernah bertemu kan ?" Tanya Angga.
"Ohya ? Kamu sudah kenal sama Naya Ngga ?" Tanya Kayla.
"Belom Kay, cuma waktu itu aku pernah gitu gak sengaja tau dia pas dibuntutin sama pas dia kaya mau dipukul gitu sama cowok."
"Hah ? Kapan itu ? Nay ? Kok kamu ga cerita sama aku ?" Tanya Kayla.
"Itu waktu yang aku bilang Abdi nyamperin aku." Kataku.
"Kamu gak bilang kalau mau dipukul ?"
"Lupain aja, toh kan ga sampai di pukul juga Kay."
"Tapi kalau ada apa-apa kamu cerita ya sama aku. Aku gak mau kamu diapa-apain sama Abdi." Kata Kayla.
"Iya aman. Kita lupain saja masalah Abdi ya." Kataku.
"Iya." Kata Kayla.
"Salam kenal Kanaya." Kata ANgga sambil menatapku dalam.
Aku membulatkan mata ketika netra kami bertemu. Entah kenapa aku merasa tidak nyaman dengan tatapan Angga padaku, seperti ada sesuatu yang tidak bisa aku jelaskan dengan kata-kata.
"Salam kenal kembali Angga." Kataku dengan canggung.
"Kita cari tempat duduk yuk, aku laper nih." Ajak Kayla.
"Ada angkringan di deket alun-alun Mangkunegaran, mau kesana ?" Tanya Angga.
"Boleh kesana yuk." Ajak Kayla dengan begitu bersemangat.
"Eh tunggu, aku boleh gak ikut ? Kalau kalian berdua saja bagaimana ?"
"Lho kenapa Nay ?"
"Aku kebetulan sudah makan tadi." Bohongku.
"Jangan bohong deh Nay, aku tau kamu tuh gak pernah makan sore hari, ayolah makan bareng dulu."
"Apakah kehadiranku membuatmu tidak nyaman Kanaya ?" Tanya Angga kepadaku dengan penuh penekanan.
"Oh... A--- aku .... " Aku menjadi susah berbicara mendengar pertanyaan Angga yang menurutku seperti sengaja membuatku tidak nyaman.
"Ayolah Nay. Kita makan dulu bareng-bareng."
"Iya biar kita saling kenal Naya, kamu pasti belum tau siapa aku kan ? Aku adalah orang yang ditolong dan dirawat oleh kakakmu." Kata Angga lagi kali ini tanpa berkedip.
Aku mengangguk mengiyakan ajakan Kayla dan Angga. Aku mengekor mengikuti mereka jalan ke angkringan yang menjadi tujuan tempat makan kita.
Aku hanya memesan es teh dan nasi kucing yang menjadi khas kota Solo, aku tidak banyak berbicara dan aku lebih memilih untuk diam memerhatikan keakraban yang terjadi antara Kayla dan Angga. Sejak kapan mereka menjadi sedekat ini ? Bukankah setauku mereka tidak ada hubungan sama sekali semenjak peristiwa terakhir transplantasi kornea mata Angga.
"Kanaya ?" Panggil Angga.
"Iya ?" Aku ter kaget ketika mendengar Angga yang tiba-tiba memanggilku.
"Entah kenapa aku seperti tidak asing ketika mendengar suaramu ya ?" Tanya Angga penuh dengan selidik menatapku.
Lagi, netra kami kembali bertemu. Netra yang dulu selalu mudah kulihat setiap hari ketika aku membuka dan menutup mata, hanya bedanya dulu aku bisa melihatnya sepuasku berbeda dengan hari ini dan seterusnya, untuk melihatnya saja aku bahkan tidak ada keberanian. Aku membisu tidak bisa berbicara sedikitpun, bibirku terasa terkunci mendengar pertanyaan Angga. Aku takut salah jawab dan akan membuka kebohonganku selama ini.