Aku menggunakan masker dalam acara penandatangan dan buku n****+ dewasaku di salah satu penerbit terkenal di seluruh antero indonesia ini. Dalam nama n****+ aku lebih memilih menggunakan nama samaran ketimbang namaku sendiri karena aku tidak ingin orang tau siapa diriku. Aku menandatangani sebanyak 100 eksemplar n****+ yang akan di terbitkan minggu depan oleh penerbit. Ini pencapaianku yang ke 3 dalam penulisan n****+ dewasa offlineku.
"Selamat sekali lagi buatmu Kay." Ucap editor novelku yang bernama Tomi.
"Makasih Tom. Makasih juga kamu selalu bantuin aku buat ngedit n****+ aku tanpa lelah." Balasku.
"Ngedit n****+ kamu bener-bener bikin panas dingin Kay, kalau soal adegan yang panas asli kamu yang paling jago."
"Hush .. Apaan sih kamu ini Tom, bisa aja bikin aku kegeeran."
"Hahahah serius kok. Eh habis ini kamu mau kemana ?"
"Aku mau lihat kontrakan baru aku ."
"Kontrakan apaan ?"
"Aku lagi mau ngekontrak rumah buat bikin usaha studio foto sama lukis Tom, pengen lebih mengembangkan bakat aku."
"Bener-bener mengagumkan Kay. Aku padamu Kay!" Kata Tomi sambil melambangkan jarinya membentuk love seperti orang Korea.
"Tomi apaan sih ?" Kataku sambil mencubit lengannya.
"Aku doain semoga kamu sukses Kay, jangan lupa tetep rajin novelnya biar aku juga dapat cuannya."
"Iyaaaa beres, doain aku dapat inspirasi cepet biar segera ya nemu ide."
"Tinggal kewong aja Kay, biar dapat ide nulis." Goda Tomi.
"Heh mulutnya! Aku ga pernah kaya gitu ya Tom, semua murni khayalan." Kataku sambil sedikit sewot.
"Iya-iya bercanda. Jangan marah dong. Yaudah aku mau masuk dulu ya, ada kerjaan lain. Kamu hati-hati kalau balik ya ?"
"Lain kali jangan bercanda begitu lagi, aku gak suka Tomi. Yaudah sana masuk. Aku juga mau pergi."
Tomi meninggalkan aku sendiri yang masih di depan gedung berlantai lima itu. Jujur saja aku benra-benar tidak suka jika dibilang sudah melakukan hubungan dewasa karena memang kenyatannya belum. Pada awal aku mulai menulis dulu Tomi sudah pernah menanyakan hal ini padaku, bukan hanya Tomi tai ada juga beberapa orang yang bilang bahwa apa yang aku tulis pada n****+ dewasaku ini sebagian besar karena pengalaman pribadiku. Aku pernah marah dan menjelaskan pada mereka satu persatu, namun percuma saja satu mulutku tidak mungkin bisa menutup puluhan mulut mereka dari pendapat mereka masing-masing.
Aku pernah hampir berniat untuk tidak berniat melanjutkan projek n****+ dewasa berikutnya, namun minat pasar dan minat penerbit yang membuatku mendapatkan uang dengan jumlah besar membuatku mengurungkan niatku untuk menghentikan menulis n****+ dewasa, sudahlah biarkan mereka berpendapat apapun tentangku yang terpenting untukku adalah uang. Dan karena hal itulah aku sangat tidak ingin di publish. Nama pena kusamarkan dan aku tidak pernah ingin melakukan meet and greet dengan para penggemar novelku meskipun beberapa penerbit menginginkan hal itu. Aku lebih menjaga privasiku .
"Selamat atas penerbitan novelnya Kanaya Almaira Putri alias Kamaniya dewasa kamu alias dokter Kayla." Ucap seseorang yang berdiri tepat dibelakangku.
Aku memutar balikkan badanku mendengar suara yang tidak asing buatku itu. Wajahnya tertutup dengan bouquet bunga yang dia geser sedikit demi sedikit sehingga aku bisa dengan jelas melihat wajahnya yang membuatku kaget ketika dia memberiku ucapan dengan menyebut nama lengkap dan nama pena di n****+ dewasaku. Dan ternyata orang itu adalah Erlangga.
"Angga ?" Ucapku dengan mata membulat.
Angga tersenyum sinis seperti menyiratkan sesuatu yang tidak bisa k****a dari sorot matanya.
"Apa kabarmu dokter Kayla ? Lama kita tidak saling berbicara berdua seperti ini." Kata Angga lagi.
"Ap--- apa maksud kamu ?"
"Haruskah aku ulang kembali pertanyaanku dokter Kayla?"
"Angga kamu gak usah bercanda ya ? Kayla sekarang sedang di rumah sakit. Kamu juga udah tau kan ? Ngapain kamu disini dan manggil aku Kayla ?" Tanyaku dengan berusaha semaksimal mungkin agar aku tidak terlihat gugup di depan Angga.
"Aku sedang tidak bercanda. Dan aku sengaja kesini memang untuk menemui dokter Kaylaku." Kata Angga sambil mendekat kearahku.
Aku melangkahkan kakiku selangkah ke belakang untuk menghindari Angga yang semakin mendekat kepadaku. Dan sialnya aku tidak melihat ada pot bunga dibelakangku aku hampir saja terjungkal ke belakang jika Angga tidak menarikku ke dalam pelukannya.
"Jangan pernah berfikir bahwa aku seorang lelaki yang bodoh dokter Kayla." Kata Angga berbisik di telingaku.
"Lepas!" Aku berusaha mendorong Angga.
Aku tidak ingin berlama-lama dengan Angga, aku bergegas untuk meninggalkan Angga yang masih berdiri dengan senyum sadis kepadaku. Aku mengendarai motorku dengan kecepatan tinggi agar bisa segera sampai di rumah. Entah kenapa rasanya aku takut sekali melihat Angga bersikap seperti itu padaku. Apakah Angga sudah tau siapa aku sebenarnya ?
"Mau kemana Nay ?" Tanya bunda melihatku terburu-buru masuk ke dalam kamar.
"Sebentar bunda aku ke kamar dulu." Jawabku.
Aku mengunci pintu kamarku, mencoba mengingat kembali semua yang aku lakukan sebelum mengakhiri kebohonganku pada Angga. Aku pikir aku sudah menghapus foto diantara kami berdua di ponsel Angga. Aku juga sudah mengganti nomor ponselku di ponsel Angga, semua jejak yang menunjukkan tentang diriku sudah kuhilangkan dari pandangan Angga tapi kenapa Angga masih memanggilku Kayla seolah dia tau bahwa aku telah berbohong.
Tut .... Tut .... Aku mencoba menghubungi mbok Nah berusaha mencari tau apakah Angga menanyakan sesuatu pada mereka.
"Halo mbok Nah ... Apa kabar ?" Tanyaku begitu mbok Nah mengangkat telponku.
"Baik mbak Naya. Bagaimana kabar mbak Kanaya ? Sudah lama tidak bertemu. Main-main mbak ke rumah kalau mas Angga tidak ada." Kata mbok Nah dari ujung telepon.
"Mbok Nah Naya boleh tanya sesuatu ?"
"Apa itu mbak Naya ?"
"Pernah gak Angga selama ini menanyakan identitas Naya ke mbok Nah atau pak Muh ?"
"Ummm ...." Mbok Nah tidak langsung menjawab pertanyaanku.
Mbok Nah tampal berfikir dan mengingat sesuatu, aku berharap mbok Nah memberikan jawaban yang sangat aku butuhkan.
"Setau mbok Nah belum pernah. Hanya pas awal dulu saat mbak Nay menghilang mas Angga selalu menanyakan kehadiran mbak Naya, tidak jarang mas Angga meminta mbok Nah menceritakan bagaimana kebiasaan mbak Naya dulu saat disini. Tapi semenjak mbak Kayla muncul mas Angga sudah tidak pernah lagi menanyakan soal mbak Naya." Jawab mbok Nah.
Aku membuang nafas lega mendengar cerita mbok Nah tentang Angga.
"Tapi ..... " Lanjut mbok Nah yang membuatli seketika menegang dan membulatkan kedua mataku.
"Kenapa mbok ?" Tanyaku penasaran.
"Saat awal mas Angga membawa mbak Kayla kerumah mas Angga sempat menaruh curiga pada mbak Kayla yang asli."
"Curiga mbok ?"