MAKAN MALAM

1100 Kata
Sabrang datang disaat aku sedang fokus melukis. Dia datang dengan membawa dua gelas es teh, dua box ayam cepat saji dan gorengan. Dia langsung menghampiriku sambil melihat sekeliling studio milikku. "Ini lukisan kamu ?" Tanya dia yang berdiri di sampingku. "Iya, baru belajar sih, gimana menurut kamu ?" "Bagus kok, cuma untuk garis tepinya masih agak kurang jelas sih kalau menurut aku, jadi perlu kamu pertebal lagi agar semakin terlihat menyala apa yang kamu lukis." Sabrang ini anak seni, tapi dia mengambil seni pahat. Untuk lukis setidaknya dia mengerti sedikit-sedikit karena kan memang basic dari seni juga sih. "Gitu ya ? Nanti aku tambahin lagi deh kalau gitu ya ?" "Iya nanti dulu aja, nih aku bawain kamu ayam kentucki sama gorengan, dimakan dululah Nay." Aku mengangguk tanda setuju. Kuletakkan kuas lukisku. Kulepas celemekku dan aku ke dapur untuk mencuci tanganku yang belepotan karena terkena cat air. Sementara Sabrang sedang mengeluarkan makanan dari plastik dan menyiapkannya di meja. "Lagi gak ada yang mampir ya ?" Tanya Sabrang. "Iya Sab. Kamu dari mana by the way ? Kok rapi amat ?" "Dari rumah, emang mau kesini aja sih lihat studio kamu. Aku denger dari anak-anak pecinta alam kemarin kalau kamu ada studio baru, aku baru tau trus w******p kamu tadi." "Cuma studio kecil-kecilan aja sih Sab." "Semua dimulai dari yang kecil dulu kan baru menjadi besar ?" Aku dan Sabrang banyak bercerita tentang kesenian sore ini. Kami ngobrol cukup banyak. Sesekali aku tinggalin dia sebentar buat melayani customer yang datang untuk foto atau sekedar tanya-tanya. "Karena gak semua orang butuh foto, makanya aku tuh pengen buka jasa lukis juga, ya siapa tau kalau pada bosen foto mereka pesen lukisan." Jawabku saat Sabrang tanya kenapa aku memilih membuka studio untuk kerjaan sampingan. "Tapi lebih menarik sketsa loh, anak muda justru malah tertarik buat pesen sketsa karena jatuhnya estetik meskipun hanya memakai pensil." "Aku gak bisa Sab kalau sketsa." "Aku ada temen yang jago, kapan-kapan aku kenalin ya ke kamu siapa tau bisa ngajarin kamu nanti." "Mau .... Makasih ya Sab .." Sabrang lelaki yang baik hati. Dia sangat ramah dan pengertian. Dia juga cepat tanggap jika ada teman yang memang membutuhkan bantuannya. Kami tergabung dalam grub pecinta alam di kampus. Jadi dulu intensitas waktu ketemu kami sangat banyak. Sabrang juga sering membantu aku kalau saat mendaki gunung aku kelelahan atau menyerah. Sebagai anak broken home aku suka menyibukkan diriku dengan mengikuti kegiatan kampus dan lainnya agar aku tidak selalu merasa sakit hati jika dibedakan dengan Kayla dan Kevin. **** "Bagaimana tadi rasanya berkencan dengan dua orang pria di hari yang sama ?" Tanya Angga yang tiba-tiba muncul saat aku sedang beres-beres studio persiapan tutup. "Ngapain kamu kesini ?" Tanyaku dengan nada kesal. "Aku mau bertemu denganmu." "Untuk apa ? Kita tidak ada urusan apapun!" "Kamu mencintaiku!" "Tidak ! Angga langsung memancarkan wajah penuh kegeraman saat aku membantah dirinya dan sedikit menaikkan suaraku padanya. Aku berniat untuk tegas pada Angga, dia tidak bisa terus meneror dan menindasku. "Aku lapar." Katanya sesaat. Aku membuang nafas kasar. Tapi melihat dia mengeluh lapar aku tak bisa untuk mengusirnya dari studio. "Duduklah!" Perintahku. Angga melepas jaket yang dia kenakan. Selanjutnya melepas sepatu dan merebahkan dirinya di sofa. Aku membalik tulisan TUTUP dulu di depan pintu sebelum mulai memasak agar tidak ada orang yang datang kembali ke studio. Aku menuju ke dapur meninggalkan Angga yang memejamkan matanya di sofa, entah tidur atau hanya sekedar melepas lelah matanya. Kubuka kulkas dan mulai mencari bahan yang ada di dalam kulkas. Aku termasuk jarang masak, maka tidak banyak sayuran yang aku simpan di dalamnya. Hanya ada tempe, daun bawang dan dua buah ayam potong bagian paha bawah. Aku memutuskan untuk membuat tempe mendoan dan menggoreng ayam, tak lupa membuat sambal terasi segar dan teh hangat untuk Angga. Semua sudah siap dan kuhidangkan di meja dekat tempat Angga rebahan. Aku berusaha mendekat, tapi sepertinya dia memang tertidur dengan lelap. Aku enggan untuk membangunkannya. Biarlah dia tidur dulu, aku bisa menunggu dia bangun sambil melanjutkan beres-beres studio. Erlangga Prayudatama. Seorang pria tampan yang memiliki suara barito. Pemilik showroom mewah yang berada di tengah kota Solo. Pertemuan kami bukanlah hal yang direncakan, kami bertemu dengan cara yang mengenaskan. Dia yang tergeletak lemah dengan darah yang bercucuran keluar dari mata dan kepalanya. Satu-satunya pria yang membuat jantungku bergetar saat pertama kali bertemu meskipun dalam keadaan yang tidak baik. Awalnya aku hanya merasa iba saat tau bahwa di usianya yang masih muda harus mengalami kebutaan. Aku tau aku salah jika aku harus berbohong padanya dengan menyamar sebagai Kayla, namun tak bisa kupungkiri bahwa aku menikmati peran itu karena aku menyukai Angga. Dia cinta pertamaku, aku sedih saat tau dia akan mendapatkan pendonor mata. Karena itu berarti Dia tidak akan melihatku lagi. Menjauh darinya ketika dia bisa melihat kembali memang sedikit membuatku merasa kecewa. Aku berusaha mati-matian agar takberhubungan lagi dengannya meskipun pada akhirnya dia ternyata kembali dengan Kayla yang asli. Dia mendekati kakakku. Bahkan mereka memiliki hubungan spesial. Bagaimana dengan hatiku ? Tidak usah difikirkan. Mengalami luka dan patah hati sudah sering aku alami, jadi aku sudah terbiasa ketika melihat Angga dan Kayla. Aku ikut bahagia jika pada akhirnya mereka bersama. Toh dari awal juga aku sama sekali tidak menuntut balas tentang rasaku pada Angga. "Naya .. " Panggil Angga. "Iya !" Aku menegakkan punggungku. Angga sudah berdiri di sampingku. Jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Aku melihat laptopku dalam keadaan sleep. Ternyata akupun juga ketiduran. "Angga kamu sudah bangun ?" Tanyaku. "Kamu kalau ngantuk kenapa gak tidur di kamar saja ?" "Aku tadi nunggu kamu bangun. Kamu tidur nyenyak banget jadi aku gak tega bangunin. Mendoan sama ayamnya mau aku angetin lagi ?" "Gak usah, itu aja cukup." "Oh gitu, yaudah ayo makan dulu." "Kamu kesana saja dulu. Aku mau mandi. Dari sore belum mandi." "Jam segini ?" "Udah biasa." Angga berjalan menuju kamar mandi dan aku berjalan menuju dapur untuk membuat s**u hangat. Aku tidak tau kalau Angga memiliki kebiasaan buruk dengan mandi tengah malam seperti ini. "Aku buatkan s**u hangat." Kataku pada Angga saat dia selesai mandi. "Terimakasih." Katanya sambil mengambil segelas s**u yang sudah kusiapkan. Mataku sulit untuk tertutup saat melihat penampilan Angga menggunakan celana boxer dan kaos dalam saja berjalan di depan mataku. Meskipun aku sudah pernah juga melihat Angga dalam keadaan telanjang tapi melihat tubuhnya yang sixspack itu juga cukup membuat jantungku terus berpacu. Biar bagaimanapun aku ini perempuan dewasa juga. Selanjutnya kami duduk bersama. Angga menyalakan tv untuk memecah keheningan diantara kami, sedangkan aku menyiapkan nasi pada piring untuk Angga. Sebenarnya aku tidak biasa makan tengah malam begini, tapi aku tidak enak jika membiarkan Angga makan malam sendirian.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN