6

1717 Kata
Reiko masih sibuk dengan nuansa hangat yang perlahan menyebar di dadanya ketika ia ditemani oleh orang yang dianggapnya sebagai pahlawan penyelamatnya. Hingga perlahan senyuman yang terbit di bibir Reiko harus memudar karena seseorang membuka pintu ruang kesehatan dengan cukup keras. Abi yang sebelumnya berada di samping Reiko ikut menolehkan kepalanya. Ia mendekat ke arah seorang wanita yang rupanya mengenal Abi. Entah mengapa ada perasaan sesak dalam diri Reiko ketika melihat Abi tampak berbincang akrab dengan gadis lain Ia tau tidak seharusnya merasa iri seperti itu. Karena Resiko sadar kalau dia bukan siapa-siapa Abi. Perasaan euforia yang semula dirasakannya mendadak kandas mengingat hubungan mereka yang hanya sebatas teman. Reiko memalingkan wajahnya begitu Abi keluar dari ruang kesehatan tanpa berpamitan lagi padanya. Rasanya sakit karena kehadirannya diabaikan. Sedetik yang lalu hati Reiko terasa diterbangkan ke langit, namun dengan sikap Abi yang seperti ini, ia seolah dihempaskan ke jurang. Ruang kesehatan kini kembali hening dan sepi. Hanya ada Reiko di dalamnya. Dipalingkannya wajah ke arah lain. Mengusap setitik air mata yang tanpa bisa ditahan keluar dari pelupuk matanya. Mengambil napas dalam-dalam, Reiko kembali membaringkan tubuhnya di ranjang dan memiringkan badannya menghadap tembok. Tak lama kemudian terdengar suara pintu ruang kesehatan yang lagi-lagi terbuka dengan keras. Reiko mengembangkan senyumnya. Gadis itu berpikir bahwa yang membuka pintu ruang kesehatan tersebut adalah Abi dan ternyata pria itu tidak meninggalkannya sendirian. Baru saja Reiko hendak membalikkan badannya, ia langsung disambut oleh tiga sosok yang sangat ingin dihindarinya untuk saat ini. Mereka adalah; Lila, Hanum, dan Sekar. Tenggorokan Reiko tercekat, entah apa lagi yang akan diperbuat ketiganya. Yang jelas Reiko tahu kalau berurusan dengan mereka pasti adalah sesuatu yang berakibat buruk untuknya. Ketika hendak bangun dari posisi rebahannya, surai hitam Reiko dengan kuat ditarik oleh Sekar. Reiko merintih kesakitan, kepalanya terasa hampir copot. Cairan bening dari matanya sudah menetes tanpa bisa ia cegah. Isakannya memenuhi ruang kesehatan yang sengaja dikunci oleh Hanum dari dalam. "Eh, lo bener-bener gadis SETAN ya! Lo tadi sukses bikin kita ketakutan karena setan yang selalu ngikutin lo," Hanum dengan kasar ikut menarik dagu Reiko dengan tangan kirinya. Tangannya yang lentik serta buku-buku jarinya yang dihiasi kuteks sewarna darah, perlahan mulai menggores pipi mulus Reiko saking kencangnya Hanum mencengkeram dagunya. Dapat Reiko rasakan perih yang menjalar di pipinya akibat cakaran kuku tajam Hanum. "Ni cewek enaknya diapain ya La?" Hanum dengan seringaian sinisnya menatap Lila meminta persetujuan. "Kita telanjangin aja dia, biar sekalian kalo dia emang mau cari sensasi." Reiko yang mendengar hal itu, kontan memelototkan kedua bola matanya. Dengan segera ia berusaha memberontak dari pegangan Sekar dan Hanum yang kini beralih memegangi kedua tangannya. "Disini?" Hanum bertanya pelan, sebelah alisnya terangkat ke atas meminta pendapat kedua temannya. "Jangan disini gak aman! Gue gak mau ambil risiko bakal ketahuan lagi dan endingnya kita yang kena. Bawa dia ke gudang belakang fakultas!" Reiko terus-terusan memberontak, ia tidak ingin ketiga gadis gila di depannya ini sampai melecehkannya. Hingga ketika Reiko berusaha melepaskan diri dari Hanum dan Sekar, terpaksa dia gigit pergelangan tangan Sekar dengan kuat. BUGHH Suara berdebum yang mengerikan seketika terdengar begitu Reiko terjatuh dari ranjang yang semula ditidurinya. Gadis itu menengaduh kesakitan, seakan tulang-tulangnya terasa remuk. PLAKKK "BERANI YA LO GIGIT GUE? DASAR CEWEK SILUMAN LO!" Sekar yang tidak terima karena tangannya digigit Reiko langsung mendorong dan menampar gadis itu. Dia masih saja mengibas-kibaskan tangannya yang memerah karena bekas gigitan Reiko. "Hati-hati Sekar, entar lo kena rabies lagi gara-gara digigit sama dia." Lila ikut menimpali, dengan sengaja dia menginjak tangan kiri Reiko hingga gadis itu memekik kesakitan. "Lepas.." Air mata sudah tak bisa lagi dibendung. Rasanya tulang-tulang di tangannya seakan mau terlepas dari persendian tatkala Lila semakin menekan injakan kakinya pada tangan Reiko. "Makanya, jadi cewek tuh gak usah sok! Jadi terima nih." Setelah puas menginjak tangan Reiko dengan sepatu boot-nya, kini giliran Hanum yang kembali menarik surai legam itu agar Reiko bangun dari posisi telungkupnya. "Sakit.. lepas!" "Udah lo ikut aja, gak usah bawel. Atau lo mau kita siksa lebih lama lagi hah?" bentak Hanum pada Reiko yang hanya pasrah mengikuti ke mana ketiga gadis itu menyeretnya. Remuk di sekujur tubuh Reiko masih terasa. Dia berusaha bangkit dengan kondisi tertatih-tatih. Dia juga merasa bahwa kakinya seperti terkilir akibat terjatuh dan terkena tendangan sepatu boot Lila pada tulang keringnya tadi. 'Kenapa mereka semua begitu jahat padaku, apa salahku?' Menangis pun sudah tiada gunananya, Reiko sempat berharap bahwa Abi akan datang menyelamatkannya, lagi. Namun, akhirnya ia sadar bahwa dia terlalu banyak berharap kepada lelaki itu. Bukankah sebelumnya dia sudah terbiasa sendiri? Lantas mengapa kini Reiko membutuhkan kehadiran lelaki itu untuk menyelamatkannya? Ketiga gadis itu kini menyeret Reiko dengan kasar. Mereka sengaja melewati jalan yang agak sepi menuju gudang belakang fakultas supaya tidak ketahuan. Reiko hanya bisa berjalan dengan langkah terseret. Pergelangan tangannya amatlah sakit, sementara kepalanya mendadak pening akibat jambakan kuat Sekar pada rambutnya. Wajahnya telah basah oleh air mata, namun sama sekali tiada belas kasih yang terpancar dari ekspresi ketiga gadis gila di hadapannya. Setelah sampai di dalam gudang, mereka langsung menghempaskan Reiko dengan kasar hingga mengenai dinding gudang. Ruangan tersebut tak terlalu luas untuk ukuran gudang. Hanya seukuran kamar kos-kosan dengan lebar 3x3 meter. Dinding dalam ruangan tersebut telah kusam dan berdebu. Aroma pengap dalam gudang itu pun tak membuat Sekar, Hanum, dan Lila mengurungkan niatnya untuk menyiksa Reiko. Meski pada sudut ruangan terdapat seekor bangkai tikus yang dikerumuni ulat, yang membuat aromanya menyebar ke seluruh ruangan. Lila segera mengeluarkan tiga masker yang sengaja disediakannya untuk mengantisipasi hal itu. Dibagikannya masker kepada Hanum dan Sekar yang dalam gerakan cepat segera mereka pakai untuk menghalau aroma menyengat itu di dalam sana. Bau busuk dari bangkai tikus itu membuat perut Reiko mual. Apalagi dia belum sarapan ketika berangkat ke kampus. "Bisa kita mulai eksekusinya? Gue mual lama-lama di sini. Apalagi liat muka jalang satu ini!" Lila bergegas mendekati Reiko yang tampak berusaha menutupi hidungnya dengan tangan kanannya yang tidak sakit. "Pegangin tangannya, guys!" Dengan senyum lebar di balik maskernya, Lila memulai aksinya dengan mengeluarkan gunting dari tasnya. Sekar dan Hanum yang melihatnya hanya bisa saling berpandangan dengan alis terangkat. Menyenangkan sekali bisa mengganggu gadis ini. Reiko semakin menggeleng-gelengkan kepalanya, tak dihiraukan lagi aroma busuk di sekitarnya. Yang ada di dalam pikirannya saat ini hanyalah memberontak sebisa mungkin. "Tolong jangan, please..." Isak tangis Reiko kian menjadi ketika gunting yang dibawa Lila mendekat ke arahnya. Dengan penuh semangat, Lila mulai mengguntingi baju Reiko hingga menampakkan belahan d**a gadis itu. "Ukuran lo gede juga, seberapa sering lo ngelayanin om-om sampe bisa segede ini? JALANG!" "AKU GAK PERNAH JUAL DIRI!" Reiko berteriak histeris dan membela diri bahwa ia benar-benar tak pernah menjual diri kepada om-om atau lelaki manapun. Kenapa mereka selalu mengatainya jalang, apa salah Reiko? "La, mending kita bungkam aja mulut ni anak. Lama-lama muak juga gue denger suaranya." Sekar menambahkan dengan ketus, tak lupa tangannya menjambak rambut Reiko hingga beberapa helai surai gadis itu rontok di sela-sela tangannya. "Yaudah nih, kebetulan gue bawa lakban. Sekalian aja tangan sama kakinya kita lakban." Hanum dengan gesit mengeluarkan lakban berwarna hitam dari tasnya yang langsung ditangkap Lila dengan cepat. Lila menggunting lakban itu lalu segera menempelkannya dengan kasar ke bibir Reiko yang berusaha menghindar. PLAKKK "BISA DIEM GAK SIH LO!" Ketika semua lakban telah habis digunakan untuk membuat Reiko diam tak berkutik, mereka langsung tersenyum senang. "Nah gini dong nurut, jadi gue gak perlu susah-susah pegangin lo." Kata sekar puas seraya menepuk-nepuk tangannya yang telah memegangi Reiko dengan tatapan jijik. "Lanjut La," Hanum menginstruksikan Lila agar melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda. Laju gunting itu terus mengarah ke bawah, menampakkan b*******a Reiko yang masih terbalut bra warna hitam. Perut rata gadis itu juga terekspos dengan kulit putih bersih yang sekali lagi membuat iri para gadis pembully itu. "Pantes lo laku keras, badan lo bagus juga ternyata. Tapi lo tenang aja, entar gue bakal bantu lo buat promosiin tubuh lo ini ke seluruh fakultas, siapa tau yang minat sama lo makin banyak." dengan tawa renyah Lila, Hanum, dan Sekar kini tertawa kompak. Sementara Reiko, keadaanya sudah begitu berantakan dengan baju yang telah robek terpotong tak beraturan dan juga muka sembab. 'Mereka benar-benar ingin menghancurkanku..' Air mata Reiko semakin mengucur deras ketika satu persatu pakaian yang dikenakannya kini terlepas dari tubuhnya, meninggalkan bra dan celana dalam warna senada yang dipakainya. Gadis itu merasa harga dirinya benar-benar dipertaruhkan disini, jika sampai hal ini memang tersebar nantinya. Entah gadis itu masih bisa bertahan atau tidak, dia masih mampu melanjutkan hidupnya atau tidak. Reiko hanya bisa memalingkan wajahnya ketika Lila kini tengah asik memotret tubuhnya yang hanya mengenakan bra dan celana dalam dengan ponselnya. Ketiga gadis itu berlalu begitu saja setelah berhasil dengan rencananya, tentu saja setelah mereka mengancam Reiko bahwa meraka akan menyebarkan fotonya jika Reiko berani mengadu pada siapa pun. _ Dalam ruangan bernuansa serba pink tersebut, seorang gadis asik menggeser-geser layar ponselnya sambil sesekali terkikik puas melibat hasil jepretannya. Berbagai rencana gila mulai tersusun dengan rapi di otaknya, meski hari makin beranjak malam, gadis itu tampak belum ada niatan untuk tidur. Lampu kamarnya sengaja ia matikan, hanya ada cahaya dari lampu tumbler yang menerangi kamarnya di kala ia akan tidur. Tiba-tiba lampu tumbler yang baru beberapa hari dibelinya itu berkedip-kedip dengan cepat, membuat Lila sontak mengalihkan fokusnya pada lampu tersebut. Ia memencet tombol lampu tersebut, namun tetap saja masih berkedip-kedip dengan cepat. Merasa pusing dengan cahaya lampu tumbler-nya yang terus saja berkedip-kedip, gadis itu pun memutuskan untuk mematikan lampunya. "Padahal baru beli, udah rusak aja." Saat kembali fokus pada layar ponselnya, tiba-tiba gadis itu merasakan perasaanya mulai meremang. Berusaha mengabaikan, Lila kini mencoba tidur menyamping masih dengan memainkan ponselnya. Namun terpaan halus pada tengkuknya terasa semakin membuat keadaan terasa mencekam. Tiupan angin dingin pada tengkuknya terasa seperti sebuah pesan terselubung, gadis itu juga merasakan suasana di dalam kamarnya makin mencekam. Punggungnya terasa dingin, setitik keringat mulai menetes dari dahinya. Napasnya kian memburu ketika merasakan ada sesuatu yang tengah mengawasinya dari arah belakang. Mencoba memberanikan diri, Lila kini menyalakan senternya dan menengok ke arah belakang. Namun kosong, ia tak mendapati apapun. Dengan segera gadis itu menyalakan lampu. Namun ketika hendak menyentuh saklar lampu, dia serasa menyentuh sesuatu yang kasar dan berbulu membuat gadis itu menjerit tertahan. Dengan segera Lila mengurungkan niatnya dan kembali melompat pada kasurnya untuk bersembunyi di balik selimut yang menutupi seluruh tubuhnya. Sepanjang malam, gadis itu dipenuhi ketakutan yang mendalam karena teror yang dirasakannya. To be Continue...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN