Selama perjalanan pulang, Reiko kembali dipenuhi perasaan tak menentu. Isak tangisnya memang telah mereda, namun dia masih merasakan takut akan sesuatu yang tadi sempat memegang kakinya. Reiko merasa bahwa apa yang dilihatnya beberapa saat yang lalu memang terlalu nyata untuk menjadi sebuah ilusi.
Gadis itu kembali berusaha mengabaikan pemikirannya tadi dan terus berjalan di samping Abi yang kini menggenggam tangannya erat, seolah tak ingin membiarkan Reiko merasa sendirian. Sesampainya mereka di parkiran Fakultas Ilmu Budaya, Abi mengajak Reiko untuk naik ke atas motornya.
Suasana fakultas kini tampak begitu lenggang dengan hanya terdapat beberapa motor yang terparkir di parkiran, juga satpam fakultas yang berjaga di pos depan parkiran. Memang pada hari Selasa, tak banyak mahasiswa yang berada di fakultas, apalagi sekarang sudah malam. Mungkin hanya bebrapa mahasiswa yang sibuk dengan kegiatan UKM mereka yang masih betah berada di sana.
Reiko kini bingung harus menaiki motor Abi yang memiliki boncengan cukup tinggi bagi tubuhnya yang kecil. Ditambah pakaianya yang seperti ini, membuat Reiko hanya diam termenung di samping Abi yang sudah menaiki motornya.
“Naiklah,” Abi menyuruh Reiko untuk menaiki motornya, namun gadis itu menggeleng. Reiko berpikir mungkin dia lebih baik jika berjalan kaki seperti biasanya.
Abi yang kini mulai mengerti apa yang tengah dipikirkan gadis itu hanya bisa tersenyum samar, “Naiklah sambil berpegangan padaku, kmau tidak mungin berjalan dengan pakaian seperti itu bukan?”
Mendengar perkataan Abi, Reiko akhirnya menganggukkan kepala setuju dengan pernyataan pria itu. Perlahan Reiko mencoba naik ke atas motor besar milik Abi dengan berpegangan pada pundak lelaki itu. Reiko mulai merasa gugup, jujur saja ini adalah kali pertama dia berboncengan dengan seorang pria.
Jantung gadis itu berdegup kencang. Hari ini Abi telah menyelamatkannya sebanyak dua kali. Jika dihitung, total pria itu menyelamatkan Reiko adalah tiga kali. Reiko tersenyum senang dalam hati, ia tidak pernah menyangka akan bertemu dengan seseorang yang akan menolongnya seperti saat ini.
Laju motor Abi berjalan keluar dari parkiran motor yang sepi. Abi sempat mengangguk singkat pada satpam yang berjaga sebelum kembali melajukan morotnya meninggalkan area kampus. Reiko yang mendapati Abi mulai mengencangkan laju motorya spontan langsung berpegangan pada ujung kaos yang dikenakan oleh pria itu. Abi yang mendapati kecanggungan Reiko hanya bisa tersenyum sekilas dan agak memelankan motornya.
Hanya membutuhkan wakt lima menit bagi Abi sampai di depan kontakan Reiko. Abi ikut masuk ke dalam kontrakan gadis itu dan ketika memasuki rumah tersebut, perasaanya kembali meremang. Aura yang ada di rumah kontrakan ini menar-benar mencekam. Reiko berjalan untuk menyalakan semua lampu yang ada di kontrakannya, Abi dapat melihat bahwa lampu di dalam kontrakan gadis itu juga sudah meredup. Bahkan Abi juga sempat berpikir untuk membelikan beberapa lampu untuk mengganti lampu redup yang semakin mengundang hawa tak enak di rumah ini.
Abi tidak berpikir bahwa gadis rapuh seperti Reiko ini bisa betah dan tahan tinggal seorang diri di rumah ini,.Abi yang seorang pria pun akan berpikir dua kali jika ingin menempati rumah ini.
“Aku permisi ke kamar dulu berganti pakaian.” Abi hanya mengangguk sebagai jawaban.
Pria itu kini kembali melihat sekeliling ruang tamu di kontrakan Reiko. Ada satu hal yang berhasil membuat Abi tertarik. Yaitu sebauh lukisan besar bergambar seorang pria dengan brewok yang menutupi seluruh dagunya. Lukisan tersebut tampak begitu hidup, membuat Abi terulur untuk memegang lukisan yang ada di depannya.
Belum ia menyentuh lukisan tersebut, ia seperti mendapati lukisan tersebut mengedipakan kedua matanya padanya. Abi mengucek-ucek kedua matanya cepat, berpikir bahwa dia mungkin kini tengah mengalami halusinasi karena kurang istirahat.
Namun perasaannya dibuat kembali meremang ketika sudut matanya seeprerti meihat sekelebat bayangan hitam yang melintas di sampingnya. Abi menoleh untuk memastikan, namun ia tidak mendapati apapun. Melihat ke sekelilingnya, namun nihil. Pria itu kini mengusap wajahnya lelah, rambutnya yang agak panjang ia tarik ke belakang.
Ketika hendak duduk, lampu dalam kontrakan Reiko kini semakin meredup. Entah hanya perasaanya saja atau bukan, hawa dingin yang secara tiba-tiba menerpa tengkuknya juga mampu membuat perasaan Abi tak nyaman. Ia tidak pernah takut pada hal-hal seperti itu, namun tetap saja kejadian ganjil itu amat mengganggunya.
Abi kini menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi di belakangnya dengan memejamkan kedua mata. Sehela napas panjang tampak keluar dari mulutnya. Abi terdiam selama beberapa saat, namun ia kembali terusik saat seluruh badannya terasa begitu berat. Pria itu sebisa mungkin mencoba membuka kedua matanya, napas Abi juga perlahan semakin sesak dan tersendat. Seolah rongga paru-parunya terhimpit oleh sesuatu yang tengah menindihnya.
Dalam bayangan Abi, pria itu seolah tengah merasakan ada sebuah bayangan yang sedang mendekat ke arahnya. Sosok bayangan hitam tersebut terus mendekat ke arahnya dengan sebelah tanannya yang runcing tengah terulur hendak mencekik leher Abi. Pria itu menahan napas, mencoba memberontak sebisa mungkin ketika tangan hitam itu akan mencekik lehernya.
Abi merasa kehabisan napas, ketika sosok bayangan hitam tersebut menyeringai puas dengan gigi-gigi runcingnya yang begitu panjang dan mengerikan. Abi terus memberontak dan dengan kekuatan penuh menjauhkan sosok hitam tersebut dari sisinya.
Reiko yang baru saja selesai mengganti bajunya dan membuatkan secangkir kopi untuk Abi kini tampak kebingungan ketika mendapati pria itu tengah memejamkan kedua matanya. Namun yang membuat Reiko panik adalah saat ia mendapati Abi tengah mencekik leher pria itu sendiri, membuat Reiko dengan spontan berusaha membangunkan Abi dari mimpi buruknya.
Napas pria itu kini tampak ngos-ngosan ketika dia telah berhasil terlepas dari makhluk hitam mengerikan itu. Abi masih berusaha menetralkan napasnya agar kembali normal dan mendapati Reiko yang tengah menatapnya cemas saat ini. Entah reflek atau apa, Abi spontan memeluk Reiko hingga membuat gadis itu mematung barang sejenak dalam diamnya. Perlahan tangan Reiko dengan ragu turut membalas pelukan Abi yang tampak telah menetralkan deru napasnya. Berbeda dengan Reiko yang saat ini justru merasakan jantungnya berdetak dengan begitu kencangnya.
“Apa kamu baik-baik saja?” Reiko bertanya pelan ketika mereka telah melepaskan pelukan satu sama lain.
‘Tidak apa, hanya mimpi buruk. Kalau begitu aku akan pulang.” Abi segera hendak berpamitan pada Reiko saat gadis itu menahannya.
“Tapi aku sudah membuatkan kopi untukmu.”
Dengan tersenyum, Abi segera menghabiskan kopi yang dibuatkan Reiko untuknya. Lalu ia dengan segera berpamitan untuk pulang yang hanya bisa diangguki oleh gadis itu.
__
Dalam perjalanan pulang, Abi masih saja dihantui mimpinya tadi. Padahal ia sangat yakin kalau dia tidak sampai tertidur, tapi bagaimana bisa bayangan itu terasa begitu jelas dan nyata dalam benaknya. Abi juga sempat membaca sebuah artikel yang membahas mengenai ketindihan, dan Abi rasa apa yang baru saja dialaminya adalah sebuah ketindihan. Dimana dalam keadaan setengah sadar ia terasa seperti ada sosok yang mendekati bahkan hendak mencekiknya. Mengabaikan segala pemikirannya, pria itu kembali memfokuskan dirinya pada jalanan di depannya.
Aneh, ia sedari tadi seperti merasakan bahwa motornya terasa begitu berat untuk dikendarai. Padahal ketika ia membonceng Reiko tadi, motornya tidak berat sama sekali. Yang ia rasakan saat ini, seperti dia tengah membawa sesuatu dengan beban muatan yang sangat berat. Namun sekali lagi Abi berusaha mengabaikannya, karena yang ia inginkan saat ini hanya segera pulang ke rumahnya dan beristirahat.
Sementara tanpa diketahui oleh Abi, sosok bayangan hitam yang sedari tadi mengikutinya semkain melebarkan senyumannya di balik leher Abi. Membuat pria itu tanpa sadar mengusap tengkuknya yang meremang.
__
Seorang gadis baru saja turun dari sebuah mobil dengan diantar oleh seorang pria. Gadis tersebut adalah Sekar. Salah seoarang mahasiswi Jurusan Sastra Inggris. Jam telah menunjukkan pukul 12 malam dan gadis itu baru saja pulang. Ia tampak mencari kunci untuk membuka kamar kos-kosannya sebelum melenggang masuk dan mengunci kembali kamarnya dari dalam.
Sekar kini tengah pergi ke kamar mandi yang ada di dalam kamar kosnya hendak mencuci muka. Dengan bersenandung pelan gadis itu mulai membuka satu persatu pakaiannya digantikan dengan hotpants dan tanktop yang membalut tubuhnya. Gadis itu mulai menuangkan sabun cuci muka pada tangannya dan menggelung rambutnya yang semula terurai.
Sambil memejamkan kedua matanya Sekar mulai menggosok seluruh wajahnya yang kini dipenuhi oleh busa sabun. Sesekali gadis itu mengintip melalui celah-celah kelopak matanya, membuat gadis tersebut mematung sejak saat samar-samar ia melihat adanya sebuah bayangan hitam dengan gigi runcing berdiri tepat di belakangnya. Dengan menelan ludah gugup, Sekar segera membilas wajahnya secepat mungkin dan segera keluar dari kamar mandi.
Dadanya berdegup dengan begitu cepat, perasaannya mulai cemas melihat ke sekeliling kamarnya yang lampunya sengaja ia nyalakan karena takut akan bayangan hitam barusan.
WUSHHH
Tengkuk dan seluruh bulu kuduk gadis itu mendadak meremang, Sekar mengelus lengannya sendiri ketika keringat dingin menetes di balik punggungnya yang terbalut tanktop tipis. Perasaannya benar-benra tak enak, ia ingin pergi menginap di kos-kosan temannya, namun ia tahu ini sudah tengah malam. Tidak mungkin gadis itu pergi ke kos-kosan temannya, dia tidak berani.
Sekar mencoba mengalihkan perasaan takutnya dengan berbaring memeluk guling, ia mengeratkan pelukannya pada guling sambil memjamkan matanya. Namun anehnya justru ia semakin dibuat merinding saat guling yang tengah dipeluknya kini tiba-tiba terasa kasar dan berbulu.
‘Sejak kapa gulingnya menjadi berbulu?’
Perasaan gadis itu semakin tak karuan, dengan memberanikan diri ia mulai membuka kedua matanya dan seketika menjerit saat melihat sosok mengerikan di depan matanya secara langsung.
Gadis itu berlari ke pojok ruangan, menelungkupkan wajahnya pada kedua lututnya sambil menangis terisak. Lama ia menangis dan tak berani mendonagakkan kepalanya, akhirnya ia memberanikan kembali melihat ke arah kasurnya. Napas gadis itu masih memburu, ia menatap ke sekeliling ruangan dan tak mendapati apapun. Sekar kembali menangis, sepanjang malam gadis itu tak bisa tertidur karena rasa takut akan teror yang diterimanya sampai hari menjelang pagi.
To be Continue...