PART 10 Sakit Hati Luna

1431 Kata
Hesti entah sejak kapan berdiri linglung tak jauh dari Sarah. Pandangan matanya tertuju pada perut Sarah yang membuncit, dia beberapa kali mengerjap, berdoa semoga dugaannya salah, tapi memang benar, Sarah hamil, yang jadi pertanyaannya adalah Sarah hamil anak siapa? Apa karena ini Sarah menjauhi Hesti dan teman-temannya? Saat akan menghampiri Sarah, dari arah lain muncul sosok yang tidak pernah dia duga. Hesti terperangah, dia tidak tuli ketika orang yang sangat ia kenal memanggil Sarah dengan sebutan sayang. Ada apa ini? "Sayang, ayo pulang. Ini obatnya sudah aku tebus." Oke fix. Hesti tidak merasa dia tuli ketika mendengar Arga memanggil Sarah sayang. Ingatan Hesti pun tertuju pada kejadian beberapa bulan lalu ketika ia dan teman-temannya mengunjungi rumah Sarah yang tampak kosong dan tidak terawat, lalu saat Luna mengajaknya ke pabrik disana mereka tidak menemukan keberadaan Arga. Oh jadi ini, alasan hilangnya Arga juga Sarah yang tidak mereka temui beberapa bulan lalu? Hesti tertawa mencemooh dengan perasaan sakit hati, pikirannya pun langsung tertuju pada Luna, bagaimana perasaan sahabatnya itu jika ia telah di bohongi suami dan sahabatnya mentah – mentah? Memikirkan itu membuat mata Hesti berkaca-kaca dengan sorot mata tajam. Sungguh dia tidak menyangka dua orang yang berdiri di depannya ini adalah dua orang pengkhianat. Lalu, entah sejak kapan Sarah mendongak, kedua bola matanya membesar saat melihatnya. Arga yang berdiri di samping Sarah mengikuti arah pandang istrinya. Bola matanya membesar. Sedangkan Hesti sudah mengambil ancang-ancang untuk menerjang Arga. Dia menghitung dari angka satu sampai tiga. Satu Dua Tiga Dia berlari, menerjang Arga dan memberikan satu buah bogem mentah ke rahang Arga. BUGH! "Ini untuk lo yang khianati Luna!" BUGH! "Ini untuk rasa sakit hati Luna!" Sarah menjerit ketika terjangan demi terjangan di berikan Hesti di rahang suaminya. Tak seberapa lama, mereka langsung menjadi pusat perhatian banyak orang. Namun Hesti tidak peduli, amarahnya terus berkobar. BUGH! "Dan ini hadiah gue buat lo yang udah berani sakiti sahabat gue Luna!" Hesti melepas cekalannya di kemeja Arga lalu beranjak berdiri. Dia tidak peduli bahwa mungkin dia akan terkena teguran atasannya, toh Hesti keponakan dari pemilik rumah sakit ini jadi dia tidak ambil pusing. Dia sudah cukup puas menghajar Arga, tidak sia-sia dahulu ia belajar karate sampai menyandang sabuk hitam. Melihat suaminya tersungkur dengan wajah lebam Sarah langsung jatuh terduduk, ia menangis dan memanggil-manggil nama Arga. "Mas—mas bangun." Suara Sarah membuat Hesti semakin muak. Wanita itu berkacak pinggang dan menatap Sarah mencemooh. "Cemen banget selingkuhan lo. Baru juga tiga bogem, udah mampus." Sarah mengalihkan pandangannya yang berlinang air mata. Dia sedikit menyeret tubuhnya dan kedua tangannya memegang kaki Hesti sangat erat. "Gue mohon, Hes. Jangan bilang Luna. Gue bisa jelasin." Hesti tersenyum kecut, dia berjongkok dan tangannya mencengkeram dagu Sarah, lalu berkata, "Nggak bilang Luna? Lo takut kedok lo kebongkar? DASAR WANITA MUNAFIK! LO EMBAT SUAMI SAHABAT GUE DAN SEKARANG LO SURUH GUE DIEM? SAHABAT BULSHIT LO! KURANG AJAR EMANG LO!" Teriak Hesti kalap. Dari arah belakang, tangan Arga menjauhkan tangan Hesti dari wajah Sarah. "Jangan sentuh istri gue." Hesti beranjak berdiri dan melipat kedua tangannya. "Oh sudah jadi istri ternyata." Sarah terisak, menyentuh lagi kaki Hesti, tapi wanita itu menyentaknya. Hesti memandangnya bengis membuat Sarah semakin ketakutan. "Hes—aku mohon jangan." Hesti berbalik. Dia tidak memperdulikan Sarah, lalu dia memandang beberapa kerumunan yang mengerumuni mereka, dia lalu menunjuk satu orang yang membawa ponsel seperti tengah merekam kejadian apa yang baru saja terjadi. Orang itu tergagap, takut jika Hesti memintanya menghapus video rekamannya, karena Hesti juga menunjuk banyak orang yang juga membawa ponsel sembari merekam. "Kalian semua. Silahkan kirim rekaman itu ke akun gosip. Biar dua orang pengkhianat ini di viralkan!" Ujarnya sebelum beranjak pergi dari sana meninggalkan Sarah yang menangis, juga Arga yang mencoba mengembalikan kesadarannya. "M—as aku takut." Isak Sarah sepeninggal Hesti. Tubuhnya bergetar hebat menandakan bahwa ketakutan benar-benar menghantuinya. Hati Arga berdenyut ngilu. Dia merasa marah ketika Sarah menangis terisak penuh kesakitan seperti ini. Dia pun merangkul istrinya dan mengecupi puncak kepalanya. "Nggak apa-apa." Bisik Arga sembari membantu Sarah berdiri. Tidak ada seorang pun yang terlihat membantu mereka. Malah banyak yang ikut menghujat. Security yang sebenarnya sudah datang dari tadi juga berdiri mematung tak berani melerai, karena mereka tau siapa Hesti, mereka tidak ingin karir mereka tamat sekalipun Hesti hanya keponakan dari pemilik rumah sakit ini. "T—takut Mas." Arga menghela napasnya dan beranjak berdiri, walau kepalanya terasa pening. Dia menghampiri kerumunan yang masih mengelilinginya, Arga menebalkan mukanya dan berkata, "Saya mohon akan lebih baik kalau rekaman itu tidak tersebar. Istri saya sedang hamil." "Huuuu." Ko'or orang-orang itu dengan nada sedikit mencemooh. Ada juga yang menyeletuk, "Egois ya jadi laki." "Viralkan aja deh. Biar istri sah tau." "Tuh lakik maunya s**********n doang!" Arga seolah tuli, tapi tidak tau dengan Sarah. Mereka meninggalkan kerumunan itu dengan Arga yang memapah Sarah dan membisikkan beberapa kali kata untuk menenangkan istrinya. ** Hesti : Lun, gue minta maaf, tapi gue nggak sekalipun merasa menyesal Luna mengernyitkan dahi bingung ketika dia membaca pesan dari Hesti, ketika dia akan membalas, nontifikasi pesan dari grup w******p membuat Luna mengurungkan niat membalas. Dari grup GirlSekuad yang terdiri dari ia, Hesti, Firda dan Sarah (yang sekarang tidak pernah muncul). Ternyata Firda lah yang mengirim pesan di grup. Firda : EjiGileee.. ya amsyong.. gue nggak nyangkaaaa.. Lun, lo dimana sekarang? Luna : Ini mau pulang ke rumah. Firda : Oke. Gue ke rumah lu. Tunggu gue. Hesti lagi otw juga kesana. Luna : Hesti bukannya lagi di Bandung? Firda : Pulang dia. Lo baik-baik pulangnya. Tunggu kita-kita." Luna semakin di buat heran dan penasaran. Memang ada apa sebenarnya sampai Hesti yang jelas-jelas sedang di Bandung kembali ke Jakarta? Memikirkan itu membuat Luna bergegas membereskan peralatannya dan pulang. ** Hampir satu jam lamanya, Luna menunggu di rumah, belum ada tanda-tanda kedatangan Hesti maupun Firda. Luna mulai bosan menunggu mereka di teras rumah seraya menikmati secangkir teh di sore hari. Tak seberapa lama, Honda Jazz berwarna merah terparkir di carport rumahnya. Firda turun dengan tergesa-gesa dan langsung memeluk Luna. "Gue nggak nyangka Arga seberengsek itu." Isak Firda. Luna mengenyitkan dahi, lalu pandangannya tertuju pada Hesti yang baru turun dari mobil. "Ada apa?" Firda melepas pelukannya dan merogoh ponselnya di dalam tas. "Suami lo lagi viral di akun gosip." Deg. Jantung Luna berdetak sangat cepat. Kenapa bisa? Firda menunjukkan tayangan beberapa slide rekaman video kepada Luna. Luna menahan napasnya memandang dan melihat sekitar dua slide video dimana Hesti tengah memukul Arga juga mencaci maki Sarah. "Gue ketemu mereka sewaktu mau ambil rekam medis pasien. Sepertinya mereka selesai periksa kandungan Sarah. Awalnya gue kira Sarah sudah nikah lagi, tapi waktu lihat suami lo dan dia manggil Sarah sayang. Gue jadi kalap. Maafin gue Lun, tapi gue nggak sekalipun menyesal setelah mukul Arga." Jelas Hesti sedikit tidak tega. Bola matanya berkaca-kaca setelah mendengar penjelasan Hesti dan memandang bagaimana secara jelas Arga mengakui Sarah sebagai istrinya. "Jangan sentuh istri gue." Empat kata itu terus terngiang-ngiang dalam benak Luna membuat seluruh hatinya ngilu dan berdarah-darah. Satu isakkan pun lolos, begitu juga isakkannya yang lain. Luna masih tidak habis pikir kenapa Arga mengkhianatinya, kenapa Sarah yang sahabatnya sendiri tega menyakitinya dan kenapa keluarga Arga membohonginya. Hati Luna semakin sakit ketika dalam tayangan itu dia melihat perut Sarah terlihat membuncit. Sudah sejauh itukah mereka? Apa ini alasan kenapa Arga menolak memiliki anak dengannya? Luna terisak keras, membuat Hesti dan Firda segera memeluk sahabatnya. "Maaf gue ngelakuin itu. Kalau nggak gitu lo akan selamanya di bohongi, Lun." Ujar Hesti begitu lirih. “Gue.. gue sebenarnya sudah tau dari lama Hes. Tapi gue diem aja. M—mereka. Mereka kenapa jahat sama gue, Hes? Salah gue apa?" “Astaga Lunaa! Kenapa lo nggak cerita ke kita?” Hesti merengkuh Luna, ke dalam pelukkannya. "Lo nggak salah. Mereka aja yang nggak punya otak." Ujar Firda dengan amarah yang berkobar. "Sakit," Racau Luna memukuli dadanya yang terasa sesak. Dunianya seakan semakin hancur sekarang. Ingin hati membalaskan dendam, tapi Luka yang di torehkan Arga maupun Sarah membuatnya berdarah-darah. Lalu, Luna buru-buru menghapus air matanya dan menatap Hesti, "Alamat mereka. Lo pasti tau alamat tempat tinggal mereka." "Lo mau apa? Ketemu mereka?" Tanya Firda tak percaya. "Mereka sudah khianati lo, Lun. Lo nggak perlu ketemu para pengkhianat itu." Ujar Hesti melanjutkan. "Nggak. Ada yang harus gue lakuin ke mereka. Mereka harus tau gimana hancurnya gue." "Nggak. Lo malah nyakitin hati lo sendiri, Lun." "Enggak, Hes. Gue mohon. Lo pasti tau alamat mereka kan? Gue harus balas dendamin rasa sakit hati gue." "Enggak, Lun! Enggak!" Pekik Firda tak terima. "Lo nggak boleh jadi jahat Lun! Lo hanya perlu tinggalin Arga." "Enggak setelah gue di bohongi, Fir. Gue nggak terima. Gue—" Luna kembali terisak. "Disini.." Dia menunjuk dadanya. "Sakit."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN