Ratih menatap Pesona ketika mendengar wanita itu memanggilnya lirih dengan tatapan tidak percaya jika Ratih bisa mengarang cerita seperti itu tentang dirinya.
"Nggak apa-apa Mbak Sona, toh mbak Tri dan Mas Agus sudah tau, mereka udah ngeliat keadaan kamu mereka udah tau kalau kamu hamil tanpa suami kalau kita nggak menceritakan apa yang terjadi sama kamu ini pada mereka, mereka pasti bakal salah paham, kalau kita menceritakan apa yang sebenarnya terjadi antara kamu dan mantan pacar kamu itu aku yakin mbak Tri dan Mas Agus bisa ngerti. aku juga harap kamu ngerti Mbak Sona karena ini untuk kebaikan kita semua terutama kebaikan kamu," kata Ratih dengan begitu lembut tapi kalimat akhir yang dia ucapkan terdengar penuh penekanan dengan tatapan tajam seperti ancaman yang dia berikan pada Pesona untuk mengiyakan semua cerita karangannya.
"Kamu bilang sama Mas Ratih siapa laki-laki itu, biar mas bikin perhitungan sama dia!" Kata mas Agus sambil menatap adik iparnya, wajah Ratih terlihat begitu terkejut mendengarnya tapi dengan cepat wanita itu bisa menguasai diri dan tersenyum begitu lembut sedangkan Pesona hanya diam.
Pesona ingin membela diri dan mengatakan yang sebenarnya kalau dirinya tidak seburuk apa yang Ratih katakan tetapi Pesona ingat tentang apa yang Panca minta darinya tadi pagi, pesona ingat wajah laki-laki yang begitu dicintainya menatapnya dengan penuh harap dan untuk bisa mendapatkan seorang anak laki-laki yang saat ini ada dalam kandungannya, jika Pesona nekat memberitahu apa yang sebenarnya terjadi tentu saja hal itu akan membuat Panca semakin merasa menderita.
"Aku sama Mas Panca juga ingin sekali membuat perhitungan dengan dia Mas, kami ingin sekali memberikan hukuman untuk dia. tapi kami kembali berpikir dan kami pertimbangkannya lagi Kalau kami melakukan hal itu apa yang akan terjadi dengan mbak Pesona? semua orang justru akan tau tentang aib Mbak Sona, karena walau bagaimanapun posisinya Mbak sona yang salah di sini, walaupun Mbak Sona nggak tau apa-apa tapi tetap aja semua orang menganggap Mbak Pesona perebut suami orang. mereka nggak akan pernah bisa mengerti, mereka akan tetap menghujat Mbak Sona, apalagi Mbak Sona sudah melakukan sebuah kesalahan dengan berhubungan terlalu jauh dengan pacarnya itu," kata Ratih, Pesona masih saja diam menghapus air matanya mendengar ketika Ratih menyebutnya sebagai perebut suami orang seolah Ratih sedang meluapkan rasa bencinya pada Pesona.
"Aku mohon Mas ini semua demi kebaikan Mbak Sona, biarkan Mbak Sona tetap di sini dan nggak ada yang tau tentang kehamilannya nanti kalau Mbak Sona melahirkan dan bayinya diambil oleh ayahnya Mbak Sona bisa melanjutkan kehidupannya seperti semula. Mbak Sona bisa kembali ke rumah bapak dan ibu, dan mungkin Mbak Sona bisa dicarikan jodoh oleh Bapak dan Ibu," sambung Ratih sambil menatap kedua kakak iparnya berharap mereka bisa menuruti apa yang dia inginkan, di sofa yang ada di depannya mbak Tri dan sang suami yang duduk bersebelahan saling pandang dengan wajah yang terlihat begitu prihatin.
"Kenapa kamu nggak pernah cerita tentang hal ini sama kami?" tanya Mbak Tri sambil menatap Pesona yang sedang menghapus air matanya, dan dari tempatnya menguping Mbak Nur juga sedang menangis sedih melihat apa yang terjadi pada pesona sungguh tidak adil menurutnya.
"Mbak Tri, kita harus ngerti perasaan Mbak Sona, Mbak Sona juga pasti ngerasa malu, rasa bersalah juga sangat takut pada kalian terutama Bapak dan Ibu makanya mbak Sona nggak berani cerita sama siapa-siapa." Seolah begitu takut jika Pesona menyangkal apa yang dia ceritakan Ratih langsung menyambar jawaban, Pesona hanya bisa menganggukan kepala dan itu membuat Ratih sedikit merasa tenang karena setidaknya tidak ada tanda-tanda perlawanan dari Pesona yang ia lihat.
"Aku minta maaf Mbak, Mas, aku bener-bener minta maaf karena nggak bisa menceritakan yang sebenarnya terjadi pada kalian, itu adalah hal yang sangat aku sesali Tapi bener apa yang Mbak Ratih bilang Aku melakukan ini demi kebaikan. maaf kalau aku egois, Aku sangat malu pada kalian, aku benar-benar minta maaf," kata Pesona lirih wanita itu tampak tidak berani menatap mbak Tri dan Mas Agus, dalam hati wanita itu sebenarnya meminta maaf karena dia tidak bisa berbicara jujur kalau bayi yang ada dalam kandungannya adalah anak Panca.
Pesona justru lebih merasa bersalah karena sejak saat ini dan kedepannya dirinya Ratih dan Panca justru akan menipu keluarga besar mereka selamanya tentang asal-usul Putra Panca yang begitu diidam-idamkan kehadirannya oleh Pak Prasojo.
"Kami memang kecewa, kami juga merasa marah sama kamu, kami benar-benar nggak nyangka kamu bisa ngelakuin hal itu Pesona, selama ini kami selalu berusaha menjaga dan mendidik kamu dengan baik tapi ternyata kamu tidak bisa menjaga diri kamu sendiri seperti ini. apa yang tadi bilang memang benar kalau ada orang lain yang tau tentang aib kamu ini nama baik kami juga pasti akan ikut tercoreng," ucap mbak Tri meluahkan rasa kecewanya pada Pesona, Pesona hanya diam mengangguk pelan seolah menerima semua ucapan itu untuknya.
"Kami juga harus berterima kasih sama kamu Ratih dan Panca, walaupun kami kecewa tapi keputusan kalian untuk menutupi aib Pesona adalah hal yang benar. kalau begitu biarkan Pesona tetap di sini ya, biarkan dia melahirkan anaknya dan biarkan ayah dari anak itu mengambilnya nanti. kita tetap harus menutup rahasia ini rapat-rapat," ucap Mas Agus Ratih tersenyum bahagia lalu menganggukkan kepala.
Sementara di tempat duduknya Pesona hanya diam menelan pil pahit tanpa ada setetes air pun yang membasahi tenggorokannya, dan Pesona melakukan itu hanya karena satu hal, rasa cintanya pada Panca.
"Terima kasih karena kamu udah bisa diajak kerjasama Mbak, Aku harap kamu nggak bilang apa-apa sama Mas Panca Kalau Mas Panca pulang. Aku harap dia nggak tau apa-apa tentang ini!" kata Ratih yang sudah bangun dari duduknya sambil menatap pesona yang masih duduk di tempatnya, Pesona mendongak untuk menatap wajah Ratih sambil menghapus air matanya.
"Kenapa? kamu mau ngadu sama Mas Panca? terserah kamu, tapi aku yakin kalau Mas Panca juga akan setuju dengan apa yang aku lakukan karena kita emang nggak punya pilihan lain. tapi kalau kamu tahu diri seharusnya kamu nggak ngomong apa-apa kamu nggak perlu ngomong apa-apa sama Mas Panca, kalau kamu tau diri kamu bakal menghindari Mas Panca, walaupun mas Panca nggak percaya tapi kamu udah bilang sendiri kalau kamu cinta sama Mas Panca dan aku nggak akan pernah ngebiarin hal itu!" kata Ratih dengan begitu tegas wanita itu lalu pergi dari tempatnya berdiri, berjalan begitu saja memasuki kamarnya meninggalkan Pesona yang hanya diam di dalam linangan air matanya.
"Mbak Sona," Mbak Nur datang setelah Ratih memasuki kamarnya, dengan lembut wanita itu mengusap bahu Pesona.
"Mbak Nur, Mbak Nur dengar semuanya?" tanya Pesona sambil menatap wanita yang sudah duduk bersimpuh di depan kakinya, Mbak Nur menganggukkan kepala sambil menatap pesona dengan penuh keprihatinan.
"Mbak Nur juga denger kan. apa yang Mbak Ratih minta barusan?" tanya Pesona lagi dan Mbak Nur kembali menganggukkan kepalanya.
"Jadi Mbak Nur harus ingat apa yang Mbak Ratih minta, tolong kita nggak boleh ngasih tau Mas Panca, kita nggak boleh ngasih tahu Mas panja kalau mbak Tri dan Mas Agus sudah tahu tentang kehamilanku, kita juga nggak boleh ngasih tau Mas Panca tentang cerita yang Mbak Ratih bilang sama mereka, Mbak Nur janji ya sama aku," pinta Pesona sambil menggenggam kedua tangan Mbak Nur.
"Tapi itu nggak adil buat kamu Mbak Sona, kalau apa yang bu Ratih bilang tadi kalian nggak punya pilihan lain itu memang benar. tapi nggak seharusnya Pak Panca nggak tau apa-apa, kamu nggak harus menanggung semuanya ini sendiri Mbak Sona. barangkali Pak Panca juga punya jalan keluar yang lebih baik daripada kamu harus menanggung sesuatu yang tidak pernah kamu lakukan, kamu bukan hanya mengorbankan perasaan tapi harga diri dan nama baik kamu juga tergadaikan Mbak Sona," kata Mbak Nur dengan begitu lirih karena tidak ingin Ratih mendengarnya, Pesona menggelengkan kepala mendengar apa yang Mbak Nur katakan.
"Aku nggak mau Mbak Nur, Nggak apa-apa Mas Agus sama mbak Tri beranggapan seperti itu tentang aku. Aku nggak mau kalau ternyata Mas Panca nggak setuju dengan apa yang dikatakan Mbak Ratih dan mereka ribut lagi, aku nggak mau ketenangan hati Mas Panca terusik karena hal ini, apa yang Mbak Ratih bilang benar ini hanya sementara, aku hanya perlu bersabar sedikit lagi sebelum aku pergi."