Rencana Buruk Ratih

1549 Kata
Walaupun Mbak Nur bisa merasakannya dan melihat jika hari ini Pesona terlihat begitu bahagia karena perlakuan Panca tadi pagi tapi tetap saja Pesona berusaha menyembunyikannya, Mbak Nur juga mengerti apa alasan pesona berusaha menyembunyikan kebahagiaannya tentu saja wanita itu tidak ingin menyakiti perasaan Ratih jika saja Ratih tahu Pesona bahagia karena perlakuan manis Panca pagi ini. "Mbak Sona," panggil Ratih membuat pesona yang sedang berada di dapur bersama Mbak Nur langsung sigap bangun dari duduknya. "Iya mbak," jawaban Pesona, wanita itu lalu terdiam sama seperti Mbak Nur ketika melihat Ratih yang berdiri di ambang pintu dapur. "Kenapa kalian ngeliatin aku gitu?" tanya Ratih pada Pesona dan Mbak Nur yang sedang menatapnya, kedua wanita itu terdiam menatap Ratih pasalnya Ratih sudah terlihat rapi dengan perutnya yang terlihat membesar tentu saja keduanya tahu jika saat ini Ratih sedang mengenakan perut hamil palsunya. "Mbak Ratih mau pergi? Mbak Ratih udah rapi gitu?" tanya Pesona yang kini berdiri tidak begitu jauh dari Ratih. "Iya, aku ada urusan di luar aku ke sini karena mau minta Mbak Sona buat masak. Mbak Sona siapin makanan yang enak buat Mas Panca kalau pulang nanti ya, aku nggak bisa masak hari ini Karena aku mau pergi," jawab Ratih yang memang datang ke dapur hanya untuk memerintahkan hal itu pada pesona padahal biasanya pun Ratih jarang sekali memasak di dapur untuk sang suami. "Iya mbak, Mbak Ratih hati-hati ya," jawab Pesona berarti hanya tersenyum tipis nyaris terlihat atau lebih tepatnya enggan untuk membalas ucapan Pesona. "Oh ya satu lagi, kalian nggak usah ngeliatin aku dengan tatapan aneh kayak gitu, aku memang harus selalu pura-pura hamil kalau mau keluar rumah biar semua orang percaya kalau aku memang sedang mengandung anaknya Mas Panca dan mulai sekarang juga Mbak Pesona nggak usah keluar-keluar rumah," ucap Ratih sebelum wanita itu meninggalkan dapur, meninggalkan Pesona dan Mbak Nur yang hanya diam mendengar ucapannya. Kedua wanita itu tidak ambil pusing perkataan yang Ratih ucapkan, karena apa yang Ratih lakukan memang benar dia sedang berpura-pura Tengah mengandung anak Panca dan membuat semua orang percaya maka yang Pesona dan Mbak Nur lakukan saat ini adalah memulai kegiatan mereka menyiapkan makanan untuk Panca ketika pulang nanti. Sementara itu Ratih langsung pergi dari rumah mengendarai mobilnya, wanita itu sempat mampir ke sebuah toko buah untuk membeli oleh-oleh untuk seseorang yang memang sudah dia rencanakan untuk dia kunjungi sejak tadi malam. wanita cantik itu menghela nafas panjang seperti sedang berusaha menghimpun kekuatan sebelum turun dari mobilnya Ia lalu berjalan memasuki halaman rumah sang kakak ipar sambil membawa beberapa kantong plastik berisi buah-buahan yang ia beli tadi Mbak Tri yang sudah melihat kedatangan Ratih dari dalam rumahnya langsung keluar untuk menyambut kedatangan sang adik ipar. "Ratih, kok mau ke sini nggak bilang-bilang dulu sih?" tanya mbak Tri sambil menyambut rapi dengan senyum ramahnya. "Oh maaf ya Mbak aku nggak tau kalau mau ketemu mbak Tri harus minta izin dulu," jawab Ratih dengan begitu lembut dan terlihat tidak enak hati mbak Tri malah tersenyum geli mendengarnya. "bukannya begitu emang mau ketemu siapa sih kayak ketemu sama presiden aja harus izin dulu! maksud Mbak kan takutnya Mbak nggak ada di rumah kamu udah jauh-jauh datang ke sini," jawab Mbak Tri memberitahu maksud hatinya Ratih tersenyum manis mendengarnya. "kalau mbak Tri nggak ada di rumah aku pulang lagi hitung-hitung jalan-jalan biar aku nggak terlalu jenuh di rumah," jawab Ratih dengan begitu ringan. "kamu tuh bawa apa? kamu lagi hamil besar gini nggak usah bawa yang berat-berat. sini Mbak bawain!" kata mbak Tri sambil mengambil alih beberapa kantong plastik yang Ratih bawa, wanita cantik itu membiarkan sang kakak ipar mengambil alih bawaannya lalu mengikutinya masuk ke dalam rumah. "Aku suka dengan mas panja cerita kalau mbak Tri itu suka banget makan buah-buahan, makanya aku bawa buah-buahan ke sini buat Mbak Tri," kata Ratih sambil mengikuti sang kakak ipar yang langsung duduk di sofa ruang keluarga. "kamu nyetir sendiri ke sini? perjalanan dari rumah kamu ke sini itu 2 jam Ratih terus kamu ke sini cuma mau ngasih Mbak buah-buahan? seharusnya kamu nggak usah repot-repot begitu, Mbak justru lebih khawatir sama kamu yang lagi hamil gini nyetir sendirian ke sini," kata mbak Tri dengan penuh kekhawatiran sambil menatap sang adik ipar yang kini duduk di sebelahnya, "Panca juga, kenapa ngijinin kamu ke sini sendirian begini!" "Maaf ya Mbak kalau aku bikin Mbak khawatir, sebenarnya kalau niat Aku cuma mau ngasih buah aku bisa pesan lewat delivery online tapi jujur aja sejak kita ketemu kemarin aku bahagia banget karena aku ngerasa mbak Tri udah bisa nerima aku makanya aku pengen deket sama mbak Tri, aku nggak mikir panjang aku merasa aku mampu jadi aku langsung datang ke sini buat ketemu sama mbak Tri," jawab Ratih sembari menggenggam tangan sang kakak ipar membuat sebuah senyuman manis terbit di wajah cantik Mbak Tri walaupun sudah terdapat beberapa kerutan halus di sana karena usianya. "Ya udah kalau gitu, maafin Mbak Ya Mbak bukannya nggak suka kamu ke sini Nggak cuma khawatir sama kamu juga bayi dalam kandungan kamu ini," jawab Mbak Tri dengan penuh perhatian wanita itu baru saja akan mendaratkan tangannya untuk mengelus perut Ratih tapi Ratih malah menggeser duduknya untuk menghindar. "Mbak aku boleh minta minum nggak? aku harus banget," kata Ratih cepat agar mbak Tri tidak jadi mengelus perutnya tentu saja Ratih begitu takut jika mbak Tri menyadari kalau perutnya yang membuncit itu hanyalah sebuah perut palsu yang terbuat dari silikon. Mbak Tri tertawa kecil mendengar apa yang Ratih tanyakan, "tentu aja Kamu boleh makan atau minum atau apapun yang kamu mau, kamu anggap aja ini rumah kamu sendiri. bentar ya Mbak ambilin kamu minum dulu." Ratih menghela nafas lega karena saat itu juga Mbak Tri bangun dari duduknya lalu berjalan ke dapur untuk mengambilkannya minum, di jeda waktu mbak Tri mengambilkannya minum Ratih melamun memikirkan satu hal yang membuatnya nekat datang ke rumah kakak ketiga Sang suami itu. "aku lihat sendiri bagaimana Mas Panca memperlakukan Mbak Pesona semalam, aku yakin di dalam hati Mas Panca merasakan begitu besar hutang budi yang tidak akan pernah bisa terbayar pada mbak Pesona hingga mas Panca nggak akan mungkin bisa melepaskan Mbak Pesona, dan bukan tidak mungkin kalau rasa hut aku di itu akan berubah menjadi sebuah rasa cinta apalagi mas Panca selalu memperlakukan Mbak Pesona dengan begitu baik. aku melihat sendiri bagaimana Mas Panca juga merasa nyaman memeluk Mbak Pesona semalam, dan aku yakin kalau mbak pesona memang sangat mencintai Mas Panca maka aku harus melakukan apapun untuk mempertahankan suamiku tidak akan aku biarkan sebuah hutang Budi membuat aku kehilangan suamiku. Aku akan melakukan apapun untuk membuat Mbak Pesona pergi dari kehidupan Mas Panca setelah ia melahirkan anak kami!" "Ini minuman kamu, Ratih, Mbak sengaja nggak masukin gula atau sirup ke dalam jus kamu. kehamilan kamu udah makin besar kamu nggak boleh terlalu banyak mengkonsumsi makanan atau minuman manis biar bayi kamu nggak kegedean, udah berapa kilo sekarang?" kata mbak Tri sembari memberikan segelas jus jambu pada adik iparnya, tentu saja Ratih malah terlihat kikuk mendengar pertanyaan yang kakak iparnya berikan. "Em ... sekarang aku belum tau berat janinnya berapa Mbak soalnya kami belum cek ke dokter lagi. nanti sore baru kami mau ke dokter buat cek kandungan tunggu mas Panca pulang kerja," jawab Ratih wanita itu menutupi kegugupannya dengan langsung meminum jus yang mbak Tri berikan. "kamu kalau ke dokter sekalian ajak Pesona ya, walau bagaimanapun bayi di dalam perut Pesona itu nggak salah apa-apa, salah adalah perbuatan kedua orang tuanya jadi kita harus tetap menjaga bayi itu dengan baik selama masih dalam kandungan ibunya," kata Mbak Tri, Ratih langsung menganggukkan kepalanya. "Iya Mbak aku sama Mas Panca emang berencana ngajak Mbak Pesona buat ke dokter sekalian nanti sore karena selama ini Mbak Pesona nggak pernah mau Kalau kami ajakin periksa, nggak Pesona kayaknya bener-bener nggak peduli sama anak dalam kandungannya," jawab Ratih. "Kalau Pesona tetap nggak mau biar nanti Mbak telepon dia dan minta dia buat ikut kalian ke dokter ya," kata Mbak Tri, Ratih langsung menganggukan kepala setuju dengan apa yang wanita itu katakan. "Kalau mbak Tri telepon Mbak Sona pasti Mbak Sona langsung nurut, karena selama ini kan Mbak Pesona memang selalu jadi wanita yang sangat baik di mata keluarga kalian itu yang bikin Aku segan untuk ngomong apa-apa Mbak, aku takut kalau kalian malah menganggap aku mengada-ada padahal selama ini Mbak Pesona nggak sebaik yang kalian kira," kata Ratih wanita itu tampak tidak enak hati ketika mengucapkan kata-katanya. "Maksud kamu apa Ratih?" tanya Mbak Tri tidak mengerti. "Aku bingung mau ngomong ya mbak, aku takut kalau mbak Tri atau keluarga yang lainnya nggak akan percaya cerita aku, apalagi kalau Mas Panca sampai tau, aku kasihan sama Mbak Sona, aku takut kalau Mas Panca malah marah sama Mbak Sona Kalau Mas Panca tau yang sebenarnya. tapi aku juga rasanya nggak tega kalau harus membiarkan Mbak Sona menutupi semua sifat buruknya dan membohongi keluarga kalian yang udah begitu baik padanya." "Sebaiknya kamu cerita semua yang kamu tahu tentang Pesona, Mbak janji nggak akan cerita apapun sama Panca atau sama keluarga yang lain asal kamu cerita sama Mbak bagaimana kelakuan pesona sebenarnya di belakang kami." Ratih mengulum senyum ketika merasa sang kakak ipar sudah mulai masuk ke dalam alur permainan yang ia rencanakan untuk membuat Pesona terlihat buruk di mata keluarga mereka dengan begitu mereka akan dengan mudah meminta Pesona pergi dari kehidupan Panca dan kehidupannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN