Bab 9. POV Bramantyo Wijaya

1761 Kata
Nama ku Bramantyo Wijaya, anak pertama dari dua bersaudara. Adikku Sherly hanya beda dua tahun dariku. Papa seorang pengusahha sukses dengan sebuah perusahaan cukup besar dan beberapa anak perusahaan. Mamaku sudah meninggal dunia ketika aku masih kelas tiga SMP, ternyata kekayaan tidak bisa memastikan keselamatan mama dari maut justru membawa nya pada kejahatan penculikan Mama yang berakhir dengan pembunuhan kakek oleh salah seorang karyawannya. Sedang Mama yang awal nya selamat tapi mengalami depresi (setelah dewasa kami baru tahu bahwa Mama mengalami rudapaksa ketika diculik), dengan meninggalnya kakek, Mama semakin terpuruk dan meninggal dunia ketiga ditemukan terjatuh dan tenggelam di kolam. Aku sebenar nya curiga bagaimana Mama bisa terjatuh ke kolam sebuah hotel padahal keluar rumah pun dia tidak mau, tapi tiba tiba beritanya dia sudah berada di hotel untuk bertemu temannya yang akhirnya tidak. Berhasil ia temui dan itu semua terjadi di malam hari, bagaimana bisa semua tidak tahu Mama keluar rumah dengan meninggalkan pesan di meja riasnya. Dua tahun kemudian ayah menikahi sekretarisnya yang seorang Janda kembang. Selintas terlihat ibu sambung ku itu cukup baik tapi semakin meningkat dewasa aku menyadari ketamakan nya akan harta. Aku juga heran mengapa dia begitu menginginkan harta dan selalu menjauhi kami dari Papa. Sejak SMA aku sudah diminta untuk bersekolah di Bandung tinggal bersama nenek dari Mama kandungku begitu juga adikku Sherly. Dengan alasan jakarta terlalu banyak tawuran dan Bandung kota pelajar. Sebenarnya perusahaan ayahku berkembang dimulai dari perusahaan milik keluarga Mama ku, dan kemudian atas kelihaian papaku perusahaan berkembang pesat sehingga Papa diberikan bonus saham, dan kakak Mama Om Revan memilih untuk membuka cabang di Jerman karena menghargai pencapaian Papa dan kebetulan ia menikah dengan teman kuliah nya yang asli Jerman. Setamat SMA, aku meneruskan pendidikan ke Jerman mengikuti Om Revan. Praktis kedekatanku dengan Papa tidak ada lagi. Walau liburan aku selalu pulang ke rumah Papa tapi lebih banyak mempunyai aktivitas sendiri begitu juga dengan adikku Sherly nasibnya sama denganku. Suatu hari di saat liburan kuliah aku bersama teman teman SMA mengadakan touring ke Bandung. Dan di perjalanan mobil kami mogok ada kerusakan mesin dan diderek ke sebuah bengkel mobil cukup besar. Disitu lah aku melihat seorang gadis remaja yang begitu menyita perhatianku. Memakai wearpack dengan rambut panjang di kepang, kulit nya putih mulus , baru selesai mengerjakan sesuatu dan tangannya belepotan oli bekas seperti hal nya pekerja lain. Wajahnya ceria dan mata yang berbinar indah begitu kontras dengan sekitarnya. Ketika ikut menjadi asisten mekanik yang memperbaiki mobilku, aku sempat bertanya jawab dengan nya. Ternyata dia anak magang, nama panggilannya Handi ketika ku minta nomor ponsel nya kata nya tidak punya. Dan akhirnya aku pulang ke Jakarta hanya dengan berbekal nama. Entah karena jatuh cinta pandangan pertama aku tidak bisa melupakan Handi. Ketika akan pulang ke Jerman aku mengajak seorang kawan ke Bandung dan mengunjungi bengkel itu lagi. Ternyata Handi sudah selesai magang hati ku benar benar perih karena tidak memiliki akses untuk mengenalnya lebih jauh. Sampai tahun berikutnya liburan aku dan adikku Sherly yang sudah berkuliah di Jerman juga pulang karena jadwal libur. Hanya saja kepulanganku ini bukan hal yang menggembirakan. Mama Leni mama tiriku menjodohkan ku untuk menikah dengan anak adik nya yang mempunyai perusahaan memanfaatkan orderan dari perusahaan Papa. Perjodohan ini juga di tentang oleh pamanku di Jerman yang berbicara langsung dengan papa, tapi papa mengancam untuk tidak memberikan hak ku nantinya dan mengalihkan pada ibu tiriku. Aku tak habis pikir dengan pemikiran Papa kadang terlintas di benakku jika Papa ku sudah terjerat guna guna Mama Leni sehingga tidak berpikir logis. Untungnya semua anak perusahan berdiri dalam lingkungan perusahaan induk milik Mama kandungku sehingga saham mayoritas masih atas nama Mama kandungku 30 persen , Paman 50 persen dan Papa 20 persen. Bagian Papa adalah dikarenakan beliau berhasil memajukan perusahaan sehingga selain gaji sebagai CEO, Papa mendapat bagian 20 persen saham. Setelah Mama meninggal, dividen saham Mama dibagi untuk aku dan Sherly adikku sedang kan pengalihan saham dilakukan setelah kami berumur 21 tahun. Jadi pada dasarnya aku dan adikku sudah membiayai pendidikan sendiri dari hasil dividen saham Mama. Dan pendapatan Papa ku lebih dinikmati, Mama sambungku. *** Sewaktu pulang liburan ke ke Indonesia, setiba dirumah dari Bandara ku lihat seorang gadis sedang mencuci mobil, aku merasa saat mengenal gadis itu, gadis yang baru sekali kutemui di Bandung tapi berpuluh kali datang dalam mimpiku. Ya dia Handi. Langsung dia ku dekati, ada guratan murung di wajahnya. Dia tidak mengingatku lagi tapi aku selalu mengingatnya. Kami memulai perkenalan baru dan Handi bercerita bahwa orang tuanya kecelakaan dan meninggal dunia di dua hari kelulusannya, seharusnya dia sudah mendaftar kuliah tahun ini tapi dia tidak bisa fokus karena tiba tiba sebatang kara dan sekarang ikut dengan Bude Hanum satu satunya kakak Ibunya yang jadi Art di rumahku. Aku senang sekali dan berdoa agar kami berjodoh. Dan aku merasa Tuhan maha pengasih padaku. Perempuan yang dijodohkan dengan ku lari keluar negeri katanya dan aku langsung menuju ke Handi ketika Mama sambungku bersikeras acara pernikahan harus terus berlanjut karena undangan sudah disebarkan. Mula mula wanita yang menjadi Mama ku itu menolak Handi karena ternyata dia menyodorkan adiknya Monica yang masih sekolah kelas satu SMA , tapi aku mengatakan tidak akan menikah jika bukan dengan Handi. Akhirnya di tengah kekalutan kesibukan akan mengadakan pesta besar dia menyetujui. Belakangan baru kuketahui Monica ternyata hamil duluan dengan pacarnya dan ingin aborsi ternyata tidak berjalan mulus dan harus dilarikan kerumah sakit. Itulah sebabnya dia masih bisa kembali setelah keluar dari rumah sakit. Pengalaman kebersamaan dengan Handi memang sangat sebentar tapi sangat indah apalagi bila ku ingat saat malam pengantin kami yang sama sama belum pengalaman karena pengantin baru. Malam itu kami memang benar benar masih culun jangankan berhasil belah duren. yang ada Handi ngambek sampai pagi karena kesakitan baru keesokan harinya aku berhasil, dan bahagia sekali. Mungkin tadi malam Handi kecapekan akibat pesta pernikahan sehingga tidak siap menghadapiku. Kenangan itu juga yang membuat ku gelisah dan memaksa Papa agar aku boleh pulang dan menjemput Handi untuk tinggal bersamaku di jerman toh dia bisa bekerja di tempat Pamanku kalau soal biaya hidup aku juga akan bekerja. Tapi apa setelah ku sampai di Indonesia. Handi tak ada, Mama hanya mengatakan dia masih labil, cinta monyetnya ternyata mengalah kan kedudukannya sebagai seorang istri. Tentu saya aku setengah tak percaya dan terus mencari nya ke rumah Bik Hanum dan ke kampung nya tapi katanya mereka sudah pindah padahal yang ku datangi adalah rumah peninggalan orang tua Handi. Aku tidak tau kalau gerak gerikku sudah diintai orang suruhan Mama. Hampir tiga tahun aku bagai orang gila kehilangan istri dan akhir nya depresi. Aku sempat dimasukkan ke rumah sakit jiwa namun tak lama adikku Sherly histeris melihat kondisiku dan mengadukan ke om ku yang lalu marah marah ke Papa. Akhirnya aku di rawat di sebuah klinik dan seterusnya ke pesantren selama setahun. Disana aku mendapat ketenangan dan mengisi kegiatan dengan hidup sederhana melayani diriku sendiri dan terus mengingat dan memasrahkan diri. Hati ku tetap dipenuhi oleh Handi tetapi justru membuat nya lebih semangat terus berdoa kepada Allah agar kehidupan ku dan Handi didalam lindungan Allah S.W.T dan aku masih terus mencari info tentang nya walau sudah balik ke Jerman. Tapi ada sesuatu yang aneh padaku, aku selalu bermimpi didatangi Hanin yang dalam kondisi Hamil. Memanggilku apa tidak rindu dengan kami sambil mengelus elus perutnya. Dan sampai sepuluh tahun kedepan ini aku sering di datangi Hanin dan akhir nya bermesraan sampai maaf aku mimpi basah. ( He.. he ini kreasi author aja karena Hanin sendiri tidak pernah marah dan benci pada suami dan terus mendoakan suaminya tersebut). Itu sebabnya Bramantyo juga tidak mudah tergoda rayunan di tengah kesendiriannya. Justru si Mama tiri yang sibuk menjodohkannya dengan wanita yang antah berantah menurut nya. Sampai tamat S2 nya Bramantyo enggan pulang ke Jakarta, dia bekerja di Jerman kemudian membantu usaha Pamannya. Sampai datang kembali perjodohannya yang diiringi berita Papa nya sakit parah. Sherly adiknya yang telah menikah memohon padanya yang melihat pengobatan Papa yang justru menurutnya semakin membuat kondisinya semakin parah. Papa menyuruh Sherly mengawasi jalannya perusahaan. Tapi karena dua anaknya yang masih di bangku SMP dan SD, Sherly merasa kesibukannya sudah menyita seluruh waktunya bersama keluarga dan waktu untuk menjaga Papanya. Sehingga ia meminta keras abangnya untuk pulang. Sherly juga minta tolong Om Revan melihat kondisi Papanya yang menurut nya aneh karena Papa sendiri anak tunggal. Sherly merasa Papanya tertekan dengan semua arahan Mama tirinya untuk menguasai semua aset keluarga dan itu di tunjukan bagaimana Papa tiba tiba menyuruh Sherly membawa berkas berkas berharga untuk di simpan pengacara. Beberapa aset Papa bahkan sudah berubah kepemilikan menjadi nama Mama sambung mereka. Setelah menginventarisir sebagian aset ternyata Mama membuat beberapa duplikat dokumen untuk aset tertentu. Papa juga sudah membatasi dana yang bisa diakses Mama Leni hanya saja terlihat Mama Leni semakin arogan dan Sherly tidak bisa menjaganya. Ia mendapatkan info dari orang kepercayaannya yang menjaga papa. Akhirnya aku pun pulang dengan Om Revan untuk melihat apa yang terbaik akan dilakukan. Paman juga mengajak anak sulungnya Yusuf untuk nanti bersama ku mengelola perusahaan karena walau bagaimana pun saham beliau masih yang terbesar di perusahaan yang Papa pimpin. Langkah awal kami mengambil alih pengobatan Papa, ternyata mengalami kemajuan pesat setelah dilakukan penetralan toksin. Ternyata ada beberapa obat yang seharusnya tidak dikonsumsi Papa sudah diminum rutin dalam jangka waktu lama dan Om Revanmengajakku meletakkan papa beberapa bulan ke pesantren yang jauh dari hiruk pikuk kota tanpa sepengetahuan Mama Leni Sedang aku berusaha mengumpulkan bukti bahwa Mama bukan istri yang patut dipertahankan. Aku juga terpaksa mengambil hati nya mau mengikuti perjodohan walau menolak permintaan langsung ke pernikahan aku menyetujui adanya pertunanganku. Sebagai pengalihan dana agar tidak mudah di akses Mama Leni aku membeli saham perusahan teman baik Papa yang terhitung sedang berkembang pesat. Tetapi karena puteri tunggalnya tidak berminat ke bisnis tersebut akhirnya ia menjual saham yang sudah atas nama anaknya dan aku membelinya. Itulah mungkin jalan Allah membuatku bertemu dengan Handiku kembali walau masih harus sembunyi sembunyi karena kondisi yang belum stabil. Sore aku menelpon Papa untuk menyatakan akan membatalkan pertunangan karena sudah menemukan istriku. Tapi papa mengatakan bagaimana jika pihak Mama mendendam sementara kita belum mengumpulkan bukti bukti kuat. Aku mengatakan bukti sudah cukup tapi harus gerak cepat, dan Papa ku harap tidak terlalu cemas karena jika aku tetap mengadakan pertunangan ini akan menjadikan kondisimu tidak waras dan keselamatan Hanin juga terancam melihat sikap Anggita tadi yang sudah seenaknya di kantorku. Dan Papa menyerahkan semuanya keputusan padaku dan berjanji fokus di Pesantren dengan kajian kajian yang sudah menenangkan pikirannya. Aku juga menelpon Sherly tentang keputusan ku dan meminta dia mengetatkan pengawasan pada keluarganya mengingat jalan licik yang pernah dilakukan Mama untuk mencapai niatnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN