Bab 1. Restu Zayn

1320 Kata
" Nda, sudah jam setengah tujuh nih, nanti Zayn telat lho.. " , teriak Zayn anak yang sudah rapi dan siap berangkat ke sekolah. " Iya Bunda juga sudah siap nih", ujar Hanin melihat sekilas lagi dandanan tipis di wajahku, lalu bergegas keluar kamar , dan mengunci pintu pintu rumah. Zayn sudah siap di atas motor maticnya dengan helm di kepala dan dengan cepat di mengambil satu lagi helm untuk Bundanya dan memasangkan ke kepala Hanin dengan seksama. " Pas kan Nda nggak terlalu ketat talinya", Zayn merapikan hijab bundanya lembut karena ikut tertarik ketika memasang helm di kepala Hanin sambil tersenyum. " Nda, temanku selalu mengira Bunda kakak ku yang masih kuliah. Habis Bunda dandanannya tipis dan imut sih kalah dengan teman perempuanku yang dandan menor kalau di luar sekolah", Zayn menggoda Hanin sambil siap melajukan motor maticnya mengantar Bunda terlebih dahulu. " Mungkin karena bunda berhijab dan berbaju longgar dan model hijab bunda yang seperti anak sekolah ya? Habis gimana bunda nyaman nya begini, bunda kan pekerja biasa kalau hijabnya di modelin selesai sholat susah benerinnya yang ada telat nanti kerjaan bunda", Selalu itu yang Hanin jawab kalau Zayn sudah mengomentari dandanan ku. " Tapi Zayn nggak malu kan dengan tampilan Bunda?", aku berusaha melihat ekspresi Zayn dari kaca spion. " Ya nggak lah Nda, Bunda ku tetap ter the best", kulihat Zayn tertawa walau tetap fokus ke jalan. Kantor Hanin tidak begitu jauh dari rumah, kalau di tarik garis lurus paling cuma satu kilometer, sehingga kamu hanya melewati jalan perumahan yang ada belok belok nya untuk sampai ke tempat kerjaku. Sedang kan sekolah Zayn ada di pinggir jalan raya juga searah dengan kantor tapi agak jauh tapi, Hanin selalu mewanti wanti anakku yang baru enam belas tahun itu untuk masuk jalan perumahan menuju sekolahnya walau menjadi sedikit lebih lama waktunya. *** "Assalamu'alaikum", ucap Hanin memasuki rumah yang setiap hari sepi karena memang hanya tinggal berdua dengan Zayn anak nya. " Waalaikumsalam", Jawab Zayn yang keluar kamar sudah lengkap dengan baju koko dan sarung kotak nya seperti biasa akan sholat Maghrib di Masjid, sudah sedari kecil aku membiasakannya sholat berjamaah ke Masjid. Hari memang sudah menunjukkan pukul 17.35. " Nda, capek kali ya? Nanti pulang sholat Zayn pijitin kaki Bunda ya", katanya melihat ku merebah kan diri di sofa. " Makasih sayang, Bunda hanya perlu rileks sebentar entar mandi sudah segar lagi, pergilah ke Masjid, bersyukur atas semua yang Allah berikan kita tidak kekurangan sampai sekarang ini", ujar ku memeluk Zayn yang sudah segar dan wangi. Zayn mencium tangan ku dan mengucapkan salam lalu beranjak pergi. " Nikmat apa lagi yang akan ku ingkari, Ya Allah. Engkau sudah menganugerahkan ku putera yang sehat dan menyayangi ku" doa syukur Hanin sambil beranjak dari sofa menuju kamar. ** Jam delapan kurang Hanin mendengar suara salam anak nya yang biasa pulang setelah sholat Isya. "Assalamualaikum", terdengar suara Zayn yang sudah pulang dari Masjid. " Waalaikumsalam", balas Hanin dari kamar. Ia kembali berbaring setelah sholat Isya. "Nda, boleh Zayn masuk" , tiba tiba Zayn sudah berdiri di depan pintu kamar Hanin yang terbuka. " Masuklah nak, Bunda rebahan dulu, capek juga kaki dari pagi mondar mandir di kantor. Senin ini kantor Bunda ada acara, untung besok Sabtu bisa libur", Hanin bangun dan duduk di pinggir tempat tidurnya. Zayn melangkah masuk menghampiri bundanya. " Sini Zayn pijat Nda, nanti kalau nggak di pijat Bunda pasti kram tengah malam dan tak bisa tidur", Hanin memang sering tiba tiba mengaduh sakit gara gara kakinya tiba tiba naik betis atau kram bila sudah terlalu kecapekan. " Zayn sudah makan malam belum, makan saja dulu". "Tadi bundakan beliin Zayn ayam penyet tuh, padahal Zayn udah makan dengan telur dadar sisa pagi jadi nasi ayamnya baru dimakan jam lima sore tadi, Nda", " Oh iya lah, kalau gitu tolong pijat betis Bunda ya biar malam nggak naik betis lagi, sakit nya minta ampu", Hanin pun baring menelungkup. Celana piyamanya di naikkan Zayn lalu menyapu balsem ke betis Bundanya. Hanin memang lebih menyukai balsem yang katanya bisa mengeluarkan angin. Zayn memang sudah sejak kelas lima SD rutin memijat kaki Hanin, setelah dia melihat Hanin yang kesakitan bila kakinya sudah naik betis atau kram. " Nda, tadi ustadz lukman titip salam. Dia juga berkata semoga Bunda sehat selalu dan meminta Zayn untuk selalu memperhatikan Bunda agar nggak melulu mendahulukan kerja", Zayn bercerita sambil terus menggosok betis Hanin. "Waalaikumsalam, kalau ada yang berkata dan menasehati, ucapkan saja terima kasih ya nak", Hanin menjawab sambil mengernyitkan wajahnya karena sakit di betisnya yang tegang dan di pijat Zayn. "Nda sepertinya Ustadz Lukman suka ke Bunda, bagaimana menurut Bunda? Menurut Zayn jika memang lebih baik Bunda menikah lagi Zayn merestui kok jika Bunda menikah lagi". Hanin yang sudah terkantuk awalnya jadi terkejut menyadari kemana arah pembicaraan puteranya, pun akhirnya memilih duduk dan bersandar ke bantal di ujung tempat tidurnya. Setelah merapikan rambut nya Hanin menarik tangan anaknya dipeluk dan diciumnya Zayn yang hanya diam dan menurut apa yang dilakukan Bundanya tanpa menolak. " Cepat sekali waktu berjalan tak terasa anakku sudah besar sudah remaja dan sebentar lagi dewasa", Hanin menarik Zayn agar berbaring di pangkuannya, di elusnya rambut anaknya sambil menatap ke langit langit kamarnya. " Bunda ingin bercerita kisah Bunda dan Ayah mu, Zayn ternyata sudah berpikir dewasa tapi hanya bercerita tidak meminta pendapatmu, apa Zayn mau mendengarkan? " Zayn mengangguk cepat memegang erat tangan bundanya yang sebelah lagi ke dadanya. " Ceritalah Bunda, Zayn ingin tahu tentang ayah". Hanin mengangguk tanpa melihat anaknya dan seolah menatap layar hidupnya yang akan diceritakan. " Ayah mu bernama Bramantyo Wijaya menikahi Bunda sebagai ganti pengantin wanita nya yang kabur. Tapi pilihan ke Bunda sebenar nya memang pilihan ayah agar pesta yang sudah direncanakan tetap berlanjut. Perasaan Ayah ia katakan di malam ketika bunda bersama ayah, ia mengatakan memang menyukai Bunda sudah dari saat sering datang mengunjungi eyang Bude mu yang menjadi art di rumah Ayah. Ayah mengatakan pernikahan nya adalah perjodohan antar relasi bisnis dan ayah menerimanya karena rasa tanggung jawab yang di minta orang tuanya sebagai pewaris bisnis nantinya. Tapi kaburnya calon istrinya dirasa sebagai petunjuk Allah bahwa bunda lah jodoh ayah yang dimana ia mencintai Bunda sejak pertama jumpa. Tentu saja Bunda bahagia dan kami mulai merencanakan hidup kami termasuk harapan memiliki anak, walaupun ternyata ayah sudah direncanakan akan melanjutkan studi ke luar negeri. Sedang Bunda waktu itu baru tamat SMK dan berusia menjelang delapan belas tahun. Bunda menerima apa yang sudah direncanakan keluarga Ayah pada kehidupan anaknya. Ayah akhirnya berangkat setelah dua minggu pernikahan kami. Tapi ternyata calon menantu yang kabur datang lagi dan Bunda bukanlah menantu yang diharapkan mertua sehingga bunda disuruh mundur dengan paksa dan harus keluar dari rumah. Saat itu bunda tidak punya kemampuan dan tak punya akses untuk menghubungi ayahmu. Singkat cerita dengan bantuan eyang Bu de Bunda dapat berbagai kisah sedih dan kebencian mendalam namun dia lah yang membuat Bunda untuk selalu mengingat Allah. Apalagi setelah tahu Bunda hamil Zayn, bunda menikmati kehamilan bunda hingga lahir lah dirimu nak. Insya Allah nak sejak hadirmu di dunia hanya bahagia dan semangat yang menyelimuti hati bunda, tidak ada sedih dan amarah yang awalnya membuncah di hati bunda. Tapi Bunda pun tidak pernah mengingat keluarga ayah mu lagi. Kaulah nak satu satunya keluarga Bunda terdekat dan Eyang tentunya. Keinginan Bunda hanya bisa hidup semestinya bersama anakku dan memenuhi kebutuhan mu dan Alhamdulillah semesta mendukung Bunda Allah selalu memberi jalan rezeki pada Bunda. Hidup berdua denganmu terasa cukup. Jadi mengapa Bunda harus memasukan orang lain ke hidup Bunda. Lagi pula bila Bunda menikah lagi bukan tanggung jawab suami Bunda kebutuhanmu jadi mengapa bunda harus mencari cari masalah hidup lagi nak. Dan status Bunda juga belum pernah menerima talak dari ayah semua terjadi di luar sepengetahuan Ayah. Biarlah dulu kita berdua, karena untuk menikah lagi cukup rumit bagi Bunda. Ah.. sudahlah pergilah istirahat, jika ada pendapat Zayn besok saja dibicarakan lagi", Hanin mencium kening anaknya dan mendorong Zayn agar keluar dan beristirahat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN