Bab 14. Malam Pertama yang Kedua

1499 Kata
" Assalamualaikum, Nda ada pesta ya kok cantik bener tadi pergi nggak dandan nhgak ngajak Zayn pestanya", Zayn langsung muncul dengan serentetan pertanyaan setelah melihat wajah cantik. Bundanya. " Waalaikumsalam, nak ini tadi acaranya resmi, besok Bunda juga ada acara lebih santai kamu bisa ikut. Kamu lagi ngapain? Bunda nginap tempat temaan aja dulu ya, masih ada yang mau diselesaikan. Besok sudah pulang, besok kamu. pulang cepatkan sekolahnya". " Ini Zayn sama Bang Rochim tuh.. ", Zayn menyorotkan kamera ponselnya ke Rochim yang ada di samping nya, " Hadir Tante", sapa Rochim melihat Hanin, Hannin hanya tersenyum. " Zayn tadi pesan onlline aja makannya nda, besok bawa makanan ya Nda" , sahut Zayn lagi sebelum di tanya. " Iya, tapi ini sudah jam sebelas lewat istirahat dulu, sholat Isya udah belum. Besok sekolah sarapan dulu buat s**u dan roti selai aja dulu ya", "Udah sholat masjid, iya Nda ini benah benah, hati hati Nda, Asalamualaikum", panggilan segera putus setelah Hanin menjawab salam. Sedang Bram mulai menjalankan mobil keluar perumahan. " Mas panggil Hanin aja, jangan sayang nanti keceplosan di kantor, terus terang ada beberapa orang yang nggak senang ke Hanin takut jadi pembicaraan. Padahal kita belum bisa menjelaskan kondisi sebenarnya" Hanin protes mendengar kata sayang yang terus diucapkan Bram padanya. " Iya dek padahal Mas sudah nggak sabar hidup bersama keluarga kecil mas. Ini melihat anak pun harus seperti orang lain. Ingin rasanya besok acara hari Minggu Mas memperkenalkan kalian berdua.. Tapi takut keselamatan kalian jadi taruhannya, selama Mama masih ada uang dia bakalan mudah menyewa mata mata untuk kita. Sabar ya dek Insya Allah Senin Mas dapat solusi dengan Yusuf kapan mulsi bertindak dan melaporkan ke polisi berbagai kecurangan mereka". " Mas kita ke Hotel apa nggak ada yang ngenali Mas nanti lihat Hanin langsung terjadi fitnah. Kita ke penginapan kecil aja kan bawa surat nikah jadi nggak di grebek" " Mas ikut saran adek aja, asal malam ini aman bersama adek", Bram tiba tiba mencium tangan Hanin dan terus mengenggamnya. Wajah Hanin langsung sembruat merah, mengingat ini malam pertama kedua mereka. Bram melihat ke google beberapa pilihan wisma dan penginapan terdekat dari mereka. Akhirnya mereka menemukan sebuah wisma yang terlihat bersih dan rapi di waktu yang sudah lewat jam dua belas malam. Setelah mendaftar dan membayar deposit mereka mendapatkan kunci dan bergegas mencari kamar mereka dengan badan yang sudah sangat lelah dan lengket. " Hanin belum sholat Isya Mas ", kata Hanin ketika mereka sudah masuk ke dalam kamar. " Mas, kita kan hanya punya pakaian yang dipakai sore kemarin, mas lagi apa bawa kembali pakaian sebelum ganti untuk nikah", seru Hanin. " Ya udah seadanya aja kan udah di kamar kamu buka dong jilbabnya ribet gitu", kata Bram sambil membuka Koko nya di berikan ke Hanin untuk di gantung. Dan ketika akan membuka celana panjangnya Hanin menjerit. Bram melihat nya bingung " Mas, kan suami mu dek apa lupa". " Iya, tapi kan kita sudah pisah tujuh belas tahun mas, permisi kek dulu", Hanin menunduk bingung memulai kembali bagaimana cara bersama suami. " Dek, Mas permisi buka celana", kata Bram tersenyum maklum dengan bingung nya Hanin, tapikan tetap harus dilakukan. Gimana coba apa mau duduk saja sampai pagi. " Gantung dek, besok Mas pakai itu aja lagi sebelum kita beli baju ganti", kata Bram cuek sambil mondar mandir dengan hanya ber boxer. " Nggak jadi dek ke kamar mandi duluan". Hanin bangkit menggantung baju suaminya di lemari, dan ternyata dia mendapatkan bathrobe kimono dan handuk kecil, di lemari dan langsung masuk ke kamar mandi. Bram melihatnya tersenyum, yah beginilah suasana tujuh belas tahun yang lalu terulang kembali, bedanya dulu Hanin belum berhijab. Hanin keluar kamar mandi dengan berkimono, rambutnya digelung ke atas terlihat segar tapi terus menunduk membawa baju nikahannya untuk digantung di lemari. Bram melihatnya tersenyum tetapi tetap diam. " Mas, tidak mandi dan berwudhu? ", tanyanya tapi tetap menunduk mengeluarkan mukena dari tasnya. " Ya Mas mandi dan berwudhu, adek jangan sholat dulu nanti kita jamaah shalat Isya lalu sunnahnya." Hanin menggelar sajadah nya dengan menggunakan mukena duduk di tepi tempat tidur dan memberikan Bram untuk memakai koko dan sarung serta pecinya. Hanin memberikan sajadah nya pada Bram sementara dia menjadikan hijabnya sebagai pengganti sajadah. Bram pun mengimami istrinya untuk shalat Isya dan sunah dua rakaat. Setelah selesai shalat Hanin mencium tangan suaminya. Bram pun kembali memeluk erat Hanin. " Dek sekarang Kita sudah pasangan dewasa menjelang tua, kita kehilangan waktu tujuh belas tahun untuk bersama, maafkan Mas dek atas semua yang terabaikan beri kesempatan Mas kembali menjadi suamimu dan anak kita yang di masa harusnya Mas yang bertanggung jawab jadinya adek yang melakukan semua tanggung jawab Mas". Hanin hanya diam mengangguk di pelukan Bram. " Dek udah hampir jam setengah dua malam, kita begadang aja ya? " " Begadang? " " Mas rindu adek, belum pernah lagi ngerasain seperti denganmu dulu", dengan wajah sendu Bram menatap wajah istrinya. Hanin terlihat berpikir dan ragu. " Mas, maaf Hanin hanya bertanya tidak ada maksud apa apa toh kita sudah menikah lagi". " Ada apa dek Insya Allah Mas akan jujur". " Mas kan pria dewasa sudah menikah, waktu tujuh belas tahun bukannya singkat apa Mas tidak pernah menikah atau punya kekasih? ", Bram terdiam cukup lama sambil mengelus tangan Hanin. Ia maklum sebagai pria dewasa Hanin pasti ingin tahu bagaimana dia dan kebutuhan biologisnya. " Sebelumnya Mas minta maaf, jujur Mas pernah menikah di Jerman dengan seorang gadis Indonesia yang di jodohin teman Mas. Tapi Mas menikah bukan karena cinta, hanya anjuran teman karena kami lelaki dewasa ada kebutuhan biologis, biarlah cinta datang setelah menikah menurut teman Mas. Wanita itu terlihat masih dua puluh enam tahun mengambil program S2 di Jerman belum pernah menikah sedang Mas sudah tiga puluh tahun. Kami menikah sederhana rencana setelah di Indonesia resepsinya. Pada malam pertama terus terang Mas masih terobsesi malam pertama kita yang bagi mas sangat Indah. Dia yang terlihat mendahului merayu Mas membuat Mas membandingkannya dengan diri adek dan Mas juga sangat menginginkan kepuasan seperti bersamamu dulu. Tapi ketika memasukinya Mas merasa seperti blong saja langsung saja, dan langsung mas batal melakukannya dan segera berpakaian. Dia marah dan menangis dan mengatakan tidak ada perjanjian kita harus perawan kan sebelum pernikahan kita dan mengatakan Mas kolot atau munafik padahal sudah tinggal lama di Jerman Mas saat itu merasa ada yang mengganjal entah mengapa perutnya pun tidak seperti adek dulu rata. Mas aneh perut nya sedikit buncit pada hal dia orangnya sangat menjaga tubuhnya. Mas pun menyadari mungkin di usia Mas dan kehidupan di Jerman bakalan sulit mendapatkan yang perawan tapi bukan itu maksud Mas. Mas merasa dia sudah sangat sering melakukannya dan ngakunya berartikan dia nyaman hidup bebas sewaktu belum menikah dengan Mas. Entahlah Mas jadi Ilfeel. Dan sebagai jaga jaga Mas mengajukan persyaratan agar kami mengunjungi dokter kandungan, jika dia negatif Mas akan menerimanya kembali tapi bila dia sedang hamil maka kami berpisah" , Bram menghentikan ceritanya di tatapnya Hanin yang melihatnya dengan mata membesar. " Adik marah mendengar cerita Mas". Hanin menggeleng, dia mencoba tersenyum walau kaget juga dengan apa yang diceritakan Bram. " Hanin hanya kaget, lalu bagaimana?" " Dia menangis tidak mau ke dokter kandungan dan akhirnya dia mengaku hamil. Dan Mas mengucapkan talak atasnya. Yah Mas pun menghindarinya setelah tahu bahwa selama di Jerman dia hIdup dengan gaya pergaulan bebas bahkan teman Mas itu juga merupakan salah satu pasangannya. Dia mencoba meminta pertanggung jawaban teman Mas tapi teman Mas tidak mau karena tahu dia juga main dengan orang lain. Dan teman Mas yang mengusulkan ide agar dia bisa mengajak Mas menikah dan teman Mas terus mengompori Mas tentang kesehatan jiwa pria lajang tanpa penyaluran hasrat biologis. Akhirnya Mas menjauhkan diri dari mereka berdua. Mungkin adek tidak percaya setelah itu Mas selalu memimpikan adek, bermesraan denganmu sampai Mas seperti mimpi basah dan sesekali Mas juga bermimpi adek membawa seorang anak laki laki dan selalu membisikkan kata "ini anak kita". Mas tidak tau apa mimpi Mas adalah godaan syetan yang pasti hampir setiap minggu adek datang di mimpi Mas dan Mas menikmatinya. Sampai tiga tahun yang lalu kembali ke Indonesia Mas ikut ruqyah dan pengajian bersama Om Revan abang Mama Raisa Mama kandung Mas. Kami mengunjungi Nenek yang sakit keras dan akhirnya meninggal. Mas kembali ke Jerman lagi dan membenahi berkas kepindahan Mas lalu pulang lagi karena Papa yang menurun kesehatannya", Bram bercerita kisah nya. " Hanin terima kok semua konsekuensi yang mungkin terjadi tapi jika ada hati yang tersakiti karena kita menikah ini Hanin keberatan dan memilih mundur". "Insya Allah tak ada sayang paling inilah yang akan kita hadapi Anggita dan Mama, mereka sangat menginginkan saham perusahaan dan rumah yang sekarang Mas tempati padahal perusahaan adalah milik keluarga Mama kandung Mas dan rumah juga atas nama Mama. Walau Papa juga memiliki 20% saham namun Papa mengatakan itu untuk Mas dan Sherly, Mama Leni kata Papa sudah dapat beberapa aset yang nilainya cukup besar". Bramantyo memeluk Hanin, dan mencium leher Hanin. Hanin merasa geli tapi ia tahu kewajibannya sebagai istri. " Dek, Mas ingin ".
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN