5

1081 Kata
Seperti yang dijanjikan oleh sang Papa kemarin. Hendi mengajak Rain berjalan -jalan ke salah satu Mall terbesar di kota itu untuk mencari sebuah laptop yang akan digunkaan sebagai penunjuang belajar Rain selama mengabdi menjadi salh satu mahasiswi di Kampus Orion. Setelah mengantarkan Reni, Bundanya ke sebuah Masjid Agung untuk pengajian bersama dengan majelisnya. Hendi dan Rain langusng melaju ke tempat yang dituju. Hendi yang sengaja mengikuti gaya anak muda masa kini. Ia hanya memakai levis biru tua dengan sobekan di bagian lutut dipadukan dengan kaos berkerah berwarna senada. Tidak lupa topi dan kaca mata yang tak pernah lepas dari kedua matanya. Sepatu kets putih dengan ponsel pintar di tangannya. Kebetulan Hendi memiliki tubuh yang tegap, gagah dan masih terlihat sangat muda. Semua mata tertuju ke arah Hendi dan Rain. Apalagi Rain terlihat begitu manja menggandeng Hendi sambil bergelayut bagai kucing manis yang sangat menurut pada majikannya. "Pa ... Jalan -jalan dulu ya," rengek Rain pada Hendi. "Mau kemana Rain? Katanya beli laptop?" ucap Hendi pada putri semata wayangnya. Rain semakin menggelayut manja sambil berbisik pada Hendi. "Ponsel baru Pa," pinta Rain setengah memaksa. "Ponsel?" tanya Hendi pada putrinya yang mengangguk kecil sambil tersenyum menggoda. "Boleh ya, Pa," pinta Rain. "Ya udah ayo,"ucap Hendi pasrah. Mau gimana lagi? Rain memang anak pintar dan cerdas. Sesekali memberikan reward untuk putrinya agar makin rajin belajar. "Makasih Pa," ucap Rain begitu senang. "Iya sayang. Tapi inget, belajarnya harus lebih rajin. Kalau bisa kumlaud," tegas Hendi pada Rain. "Siap Pa. Tapi boleh milih ponselnya ya?" ucap Rain setengah memaksa. Hendi hanya bisa mengangguk pasrah demi keinginna putri kesayangannya. Rain mulai sibuk memilih ponsel berlogo apel kroak itu. Harganya juga bukan kaleng -kaleng. Satu ponsel bisa di pakai untuk biaya hidup keluarga dengan empat anak dalam waktu tiga bulan. "Ini Pa," pinta Rain menunjukkan ponsle berwarna pink. "Iya. Ini kartunya," jawab Hendi sambil memberikan kartu debit berwarna hitam pada Rain. Rain pun spontan langsung memeluk Hendi dan mengecup pipi Hendi hingga beberapa orang yang ada di store itu pun melihat ke arah Rain dengan senyum agak sinis. Mereka mengira Rain adalah wanita muda yang sednag menggoda suami orang. Gaya Hendi yang keren dan macho terlihat seperti anak muda. Hendi sendiri menunjukkan sikap sayang yang terlihat berlebihan kepada putrinya. Tepat di store yang sama juga ada Dika yang sedang melihat -lihat ponsel untuk mengganti ponsel lamanya. Kebetulan sekali, Dika melihat kejadian mesra yang baru saja di perbuat oleh Rain kepada seorang pria deawasa yang ternyata adalah Papanya sendiri. Rain langsung membayar dan menerima ponsel itu denagn sangat bahagia. Masih banayk barang yang ingin Rain beli selain laptop. Rain juga mau minta Papanya kemeja dan celana jeans untuk kuliah. "Woy ... Itu ponselnya malah di diemin aja. Lihatin apa sih?" tanya Lulu sambil menatap ke arah gadis yang sangat cantik sambil menggelayut manja di lengan Hendi. "Anak gadis jaman sekarang ya? Murah banget," imbuh Lulu ikut bergosip. Dika melirik ke arah Lulu dan mengalihkan pandangannya ke ponsel yang akan di belinya. Pikirannya tetap saja tak bisa fokus memilih setelah melihat kejadian ini. Padahal Dika baru mulai membuka hati. "Gak usah gosip Mbak. Kita kan gak tahu," ucap Dika menengahi. "Yaelah Dik. Lihat aja cara berpakaiannya dan cara bicaranya yang terdengar manja gitu. Udah jelas kan? Dia gak bener," ucap Lulu pada Dika. Lulu memang sangat alim dan agamis. Plaing tidak suka melihat gaya berpkaaian wnaita muda jaman sekarang yang sering membuka sebagaian tubuhnya. Sepertinya tubuh itu memiliki nilai jual tersendiri. Atau memang sengaja di perlihatkan lalu berniat untuk di tawarkan? "Eit ... Bentar kok kamu bela itu perempuan? Emang kenal? bocil lho itu," jelas Lulu masih sempat melirik ke arah Rain yang sudah keluar dari store dengan tangan menggandeng mesra pada lelaki dewasa di sampingnya. "Apaan sih. Dika tuh cuma punya pandangan berbed aja sama Mbak Lulu. Gak semua apa yang mereka lakukan itu salah. Kadang juga gak seperti apa yang kita lihat," jelas Dika lagi lalu mengambil satu ponsel dan segera membayarnya. Jujur, Saat ini d**a Dika bergejolak. Rasa penasaran dan ingin tahunya semakin besar. Untung saja, Ia sudah memiliki identitas Rain. Dika bisa membuntuti Rain kapan saja. Setelah hari pengumuman lolos, tak berselang lama, Rain harus mengikuti masa orientasi yang di adakan di Kampus. Kali ini masa orientasi yang sering di sebut masa ta' aruf Kampus. Kegiatannya hanya perkenalan saja selama satu hari penuh dan di akhiri dengan acara penerimaan mahasiswa baru di malam hari, di tutup dengan pentas seni. Tin ... Tin ... Tin ... "Siapa yang datang pagi -pagi?" tanya Reni melirik ke arah Hendi. "Papa gak tahu," jawab Hendi cuek sambil meneruskan sarapan paginya. Rain juga terlihat tak peduli dengan suara klakson mobil yang terdengar beberapa kali. "Non Rain ... Ada Mas Wisnu," ucap asisten rumah tanggannya pada Rain membuat Rain menghentikan kunyahan roti di mulutnya. "Mau ngapain?" ucap Rain ketus. "Rain ... Temuin dulu. Kasihan Wisnu," titah Reni pada putrinya. "Rain ... Jaga harga diri kamu. Jangan mau di ajak balikan," goda Hendi pada Rain. "Apaan sih, Pa. Rain juga males," ucap Rain cepat. Rain segera bangkit dari tempat duduknya dan berjalan ke arah luar menghampiri Wisnu yang baru masuk ke dalam rumah Rain dan duduk di salah satu sofa yang ada di ruang tamu. "Mau ngapain kesini?" tanya Rain ketus. "Galak amat," ucap Wisnu sopan. Wisnu terlihat sangat rapi dan keren. Rain menghela napas dalam dan ikut duduk di salah satu sofa itu. "Iya mau ngapain? Pagi -pagi gini ke rumah," ucap Rain pada Wisnu. "Jemput kamu. Ke Kampus Orion kan?" ucap Wisnu pada Rain. "Tahu dari mana?" tanya Rain memasang wajah serius. "Apapun tentang kamu, aku selalu tahu," jelas Wisnu mantap. "Dari Dona," tuduh Rain pada Wisnu. "Gak," jawab Wisnu cepat. Reni keluar dari dari dan masuk ke ruang tamu untuk menyapa Wisnu. Hendi juga berada di belakang Reni. "Wisnu? Apa kabar? Udah lama gak main kesini?" sapa Reni pada Wisnu. Wisnu pun berdiri dan menyalamui Reni dan Hendi dengan sopan. "Wisnu masuk kedokteran?" tanya Hendi lagi dengan wajah bangga. "Iya Om. Biar bisa ngerawat Rain kalau sakit karena kehujanan," jawab Wisnu sambil tersenyum ramah. "Apaan sih. Rain mau berangkat dulu Pa," ucap Rain yang kemudian masuk ke dalam kamarnya dan mengambil tas. Rain keluar lagi dari kamar lalu pamitan pada Hendi dan Reni. "Bareng sama Wisnu aja. Papa masih nanti berangkatnya," titah Hendi pada Rain. "Gak ah," ucap Rain malas. "Rain .. Dari sini ke halte busway lumayan jauh lho. Nnati kamu telat," titah Reni mneasehati. Denagn penuh rasa malas, akhirnya Rain mengangguk pasrah dan ikut berangkat bersama dengan Wisnu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN