"Jadi..." Talitha membasahi bibirnya sebelum melanjutkan. "Dia sama kaya' Daddy?"
Angel menggigit bibir kemudian mengangguk pelan. Takut terhadap reaksi Bunda.
Talitha menghembuskan nafas melalui mulut, berharap semua bebannya sebagai seorang ibu yang memiliki satu anak remaja putri terangkat. Angel masih polos. Meskipun terlahir sebagai blasteran tapi tidak membuat gadis kecilnya lupa dimana dia dibesarkan.
"Bunda..."
Talitha menatap lurus ke dalam mata amber putrinya.
"Angel sayang sama dia?"
Angel mengangguk.
"Dia juga sayang sama Angel?"
Gadis berambut pirang itu mengangguk lagi.
"Are you sure?"
"Yeah!" Jawab Angel mantap. "He love me so as I am."
Bunda menarik napas kemudian menghembuskannya pelan.
"Okay. Bunda percaya sama Angel." Talitha tersenyum.
"Beneran, Bunda?"
Bunda mengangguk.
"Bunda nggak marah?"
Sekarang Bunda menggeleng kemudian memeluk putri semata wayangnya.
"Kalo Angel bahagia, Bunda juga bahagia. Angel kan sudah dewasa, pasti tahu yang terbaik buat Angel." Talitha mengusap pucuk kepala putrinya. "Nggak melanggar batas kan?"
Angel cemberut melihat tatapan menyelidik Bunda. "Ihh Bunda, nggak lah. Kan Angel ketemu Ken baru sebulan ini."
Ada kerutan nampak di dahi putih Bunda.
Angel mengangguk. "Angel lama pacaran di Facebook." Rona merah menjalari pipi gembil Angel.
Talitha membulatkan matanya, tidak percaya dengan apa yang dikatakan putrinya barusan.
"So?"
Angel mengangguk malu. "Angel sama Ken kenal lewat f*******:, Bunda. Pacaran juga di f*******:, baru-baru ini aja ketemunya."
"Owh I see." Bunda mengangguk paham.
Nana dan Shween yang mengintip interogasi Bunda terhadap Angel tersenyum lega. Nana bahkan sampai mengelus dadanya, kemudian memeluk Shween.
Ken membaringkan tubuhnya di ranjang king size miliknya pelan. Pikiran pemuda itu menerawang. Reaksi Angel sewaktu di pemakaman tadi cukup mengejutkan. Padahal selama ini gadis mungil-nya itu selalu menuruti apa yang dikatakannya. Tapi tadi Angel membantah perkataannya. Angel tidak mau disuruh Ken untuk menyapa Rasya yang sudah tenang di alam sana. Gadis itu memilih pergi lebih dulu, tanpa berkata apa-apa. Angel menunggunya di mobil sampai Ken selesai dengan Rasya. Ken memijit pelipisnya. Apa Angel cemburu? Entahlah. Selama perjalanan pulang Angel yang biasanya cerewet menutup mulutnya rapat-rapat. Dia tidak mengatakan apapun dan langsung memasuki rumahnya begitu mereka tiba di depan gerbang rumah gadis itu. Bahkan rencana untuk mengenalkannya dengan calon mama mertua gagal.
Ken menghembuskan napas lelah. Angel sulit ditebak. Dia tidak tahu apakah Angel cemburu atau tidak, gadis mungil-nya tidak berkata apa-apa, Angel hanya diam.
Tapi sepertinya Angel memang cemburu. Tapi kenapa? Bukankah Angel sudah tau mengenai Rasya? Mengenai almarhumah gadisnya yang tewas karena menyelamatkannya. Angel tidak seharusnya cemburu. Rasya masa lalu, gadis itu sudah meninggal. Sekarang hanya ada Angel, kelinci imut-nya yang bawel dan cerewet. Ken tidak bisa kalau tanpa Angel. Sehari saja tanpa suara gadisnya rasanya Ken tidak sanggup.
"Ngel, Ken kangen."
Ken memeluk tubuhnya sendiri. Tanpa sadar, pemuda tampan itu mulai sesenggukan. Dia takut Angel meninggalkannya.
"Don't leave me, my Rabbit. I don't wanna be alone."
"Manyun!"
Shween mencubit pipi gembil Angel gemas. Membuat gadis itu semakin menggembungkan pipinya.
"Apaan sih?" Angel mendelik kesal.
"Berantem sama si panda ya?" Shween duduk di depan Angel.
"Kepo!" Angel mendengus.
Shween tersenyum. Jawabannya sepertinya benar.
"Cieee yang lagi perang dingin." Gadis itu semakin menggoda sepupunya. "Patut dicatat nih, Ngel. Cos it first in your real life relationship."
"You ain't funny at all!" Angel mencebik. Menggigit bibirnya menahan tangis. "Shween nyebelin! Kaya' Ken hiks."
Tumpah sudah air mata yang berusaha di tahan Angel sedari tadi. Shween mengusap punggung sepupu manja-nya itu, bermaksud menguatkan. Dia tidak akan menggoda Angel lagi, untuk saat ini.
"Cup cup udah dong." Shween menghapus air mata Angel pelan. "Ntar nggak cantik lagi lho."
"Ken jahat hiks."
Shween memijit pelipisnya melihat Angel yang mengadu padanya seperti anak kecil yang mengadu pada ibunya. Bahkan sekarang Angel memeluknya. Menangis dibahunya.
"Ken nggak hiks sayang hiks Angel."
"Who's said that?"
"Angel hiks liat sendiri."
Shween merenggangkan pelukan Angel. Gadis itu mengernyit.
"Kapan Angel liat?"
Angel menghapus air matanya menggunakan punggung tangannya kemudian menceritakan semuanya, kejadian di komplek pemakaman dan Magdalena Rasya. Shween hanya manggut-manggut seolah paham, padahal sebenarnya tidak. Bagaimana mungkin Angel bisa menyimpulkan kalau Ken tidak menyayanginya. Sedangkan tadi yang dia dengar dari Angel kalau Ken memintanya untuk tidak meninggalkannya. Gadis berdarah India-Indonesia itu menghela napas panjang.
"Ken sayang Angel kok." Shween tersenyum membelai rambut pirang Angel.
Angel menatap Shween polos. "Really?"
Shween mengangguk.
"Are you sure?"
Shween mengangguk lagi. "100%!"
"But..."
"Rasya just his past." Shween tersenyum meyakinkan. "And you..." Gadis itu mencubit hidung mungil Angel yang memerah. "Ken's future!"
Angel mengelap ingusnya menggunakan tissue kemudian memeluk sepupunya erat. Ugghhh lega rasanya kalau sudah curhat dengan Shween. Meskipun lebih muda darinya tapi sepupunya itu lebih dewasa dan selalu pengertian padanya.
"Thank you, Shween. You are the best!"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Hei, dude!"
Gilang memukul bahu Ken pelan. Teman bule-nya itu hanya diam. Kening Gilang mengernyit.
"What's up, bruh?"
Gilang duduk di samping Ken tapi sahabatnya itu tetap bergeming. Gilang mengusap tengkuknya. Tidak biasanya Ken seperti ini, pasti sudah terjadi sesuatu. Mereka bersahabat sudah lumayan lama, sedikit banyak dia tahu bagaimana Ken. Gilang membuang nafas dari mulut.
"Ada masalah?"
Ken masih bungkam.
"Angel?" Tebak Gilang langsung.
Terdengar helaan nafas berat Ken. Pemuda itu menjilat bibirnya sebelum menjawab.
"Dia diemin gue."
Gilang melongo mendengarnya. Jadi cuma karena itu? Ingin rasanya dia tertawa. Tapi karena Gilang tau diri, lagipula bukankah tertawa diatas penderitaan teman itu tidak baik. Maka dengan menahan sakit perut Gilang mengurungkannya.
Gilang menepuk bahu kokoh Ken yang terlihat rapuh.
"Sabar, bro. Berantem biasa kali, gue sama Bona juga sering kok. Paling juga bentar lagi hilang dah tu ngambek Angel." Gilang tersenyum.
Ken menoleh, menatap Gilang kesal.
"Jangan samain Angel sama pacar lu!" Belalak Ken galak.
Gilang tersentak kaget. Saking kagetnya pemuda itu sampai melompat dari duduknya.
"Buseeeettt!" Gilang mengusap wajahnya. Tadi saja Ken terlihat sangat sedih, sekarang sudah kembali jutek plus kutub-nya. Gilang geleng-geleng kepala heran. "Sabar, mas bro. Selow dong."
Ken menatap Gilang datar. Ingin rasanya menghajar sahabat menyebalkannya ini, tapi saat ini Ken sedang malas untuk melakukan apapun. Hanya matanya yang seolah memancarkan laser menghunus Gilang. Membuat Gilang bergidik. Gagal sudah acara menghibur kekasih barbie yang tengah galau. Gilang membuang napas melalui mulut. Lelah.
Ken mengambil ponselnya dari dalam kantung celananya ketika benda persegi panjang itu berbunyi menandakan ada pesan chat yang masuk. Senyum seketika terbit di bibir pemuda berambut pirang kecoklatan itu setelah membaca chat yang tertera di layar ponselnya.
'Baby honey, maafin Angel.'