11

1114 Kata
"Sekali-sekali ajak Angel ibadah bareng kita, Ken-aro." Ken yang sedang mengunyah sarapannya tersedak. Jesen melirik Ken dengan ekor matanya. "Makan pelan-pelan." Omelnya sambil memberikan segelas air pada adiknya. "Thanks, bang." Ken membersihkan mulutnya dengan serbet setelah meminum separuh air dalam gelas yang diberikan Jesen. Pemuda itu berniat meninggalkan meja makan kalau saja suara bass Jesen tidak menginterupsinya. "Mau kemana? Sarapannya masih banyak." Jesen melirik piring Ken. "Ken udah kenyang." Ken berdiri, bersiap melangkah. Tapi Jesen menghentikannya lagi. "Tunggu dulu, Ken-aro." Ken menatap kakaknya was-was. Sungguh, dia tidak ingin membicarakan Angel saat ini. "Besok kan Minggu..." Ken mengusap wajahnya. Ingin rasanya menghilang saat ini juga. Dia tak ingin mendengar lanjutan perkataan Jesen. "Ajak Angel sekalian bareng kita." Jesen meminum air putih di depannya sebelum melanjutkan. "Ibadah. Abang juga ajak Dinda." Ken menghembuskan napas kasar. Dia bingung harus menjawab apa. Tidak mungkin mengajak Angel ke gereja bersama mereka. Haruskah dikatakannya kalau dia dan Angel itu berbeda? "Kagak bisa, bang." Lamat-lamat terdengar suara itu. Jesen menaikkan alisnya. "Angel itu muslim." Jesen mengerjapkan matanya beberapa kali. Seolah dia tidak mendengar apa-apa. Pikirannya tiba-tiba blank. "Maksud kamu apa?" Tanyanya linglung. "Angel islam, bang. Jadi kagak bisa ibadah bareng kita. Dia ke mesjid bukan ke gereja." Jesen menatap Ken dengan tatapan tak percaya. Tapi adiknya itu terlihat tidak sedang bercanda. Matanya juga tampak serius. "Owh yeah..." Jesen mengibaskan tangan kacau. Pemuda itu tersenyum kaku. "Okay..." Jujur, Jesen shock mendengarnya. Sungguh, kenyataan ini sangat sulit dipercaya. Angel yang notabene berdarah campuran sama seperti mereka ternyata seorang Muslim. Jesen mengusap wajahnya, menatap Ken yang berjalan menuju tangga. Mungkin adiknya itu akan ke kamarnya. Jesen Reiner menghembuskan napas kasar melalui mulut. Apa yang akan terjadi dengan hubungan Ken dan Angel kalau orangtua mereka sampai tahu. Ken langsung menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur begitu sampai di kamarnya. Menghela nafas lelah, dia merasa sangat merindukan gadis mungilnya. Dengan cepat pemuda itu bangun. Meraih ponsel yang selalu tergeletak di nakas, Ken membuka sebuah aplikasi berkirim pesan. Menghubungi Angel melalui panggilan video. Ken mengacak rambutnya frustasi, beberapa kali panggilannya tidak angkat. Kening pemuda tampan itu berkerut kesal, apa yang dilakukan gadisnya sehingga tidak mengangkat panggilan videonya. "Angkat dong, Rabbit." Ken selalu mengucapkan kata-kata itu setiap dia memencet tombol handycam. Dan akhirnya, Angel mengangkat panggilan videonya. Ken tersenyum lega. "Rabbit, elu ngapain aja si..." Kata-kata itu terhenti ketika mata biru Ken melihat Angel yang mengucek matanya dan mengerjap beberapa kali. Sangat tampak kalau gadisnya itu baru bangun tidur. Ken berdecak. "Elu baru bangun?" Angel di seberang sana mengangguk malas. "Ini sudah siang, Ngel!" Angel menguap sebelum menjawab. "Weekend, baby honey." "Kagak harus bangun siang juga kan?" "Tapi kan Angel ngantuk." Jawab Angel dengan mata yang kembali terpejam. "Rabbit!" Sentak Ken kesal. Membuat Angel tergagap dan langsung membuka mata ambernya yang tampak memerah. "Bangun!" Angel menutup mulutnya yang kembali menguap dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya masih berusaha memegang ponsel. "Lu kagak kuliah kan?" Angel mengangguk sambil mengucek matanya. "Gue jemput mau?" Mata Angel membola. Kantuknya langsung terbang entah kemana. Gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali. Memasang telinganya baik-baik memastikan bahwa pendengarannya tidak salah. Angel takut kalau dia hanya bermimpi. "Baby honey, Angel nggak salah dengar kan?" Ken terkekeh melihat ekspresi gadisnya. "Lu lagi mimpi." Godanya. Angel cemberut. Bibir mungilnya mengerucut kesal. "Kok mimpi sih?" Ken makin tertawa. "Sapa suruh tidur mulu. Rabbit kebo!" "I woke up!" Angel membelalakkan mata ambernya. "Issshhh jorok!" Ken bergidik seolah jijik. "Belum cuci muka kan? Ada belek tuh!" Ken menggigit pipi dalamnya agar tidak tertawa. Dengan cepat Angel mengusap matanya. Duhhh malu malu malu. Asli malu banget. Angel lupa kalau dia baru bangun tidur tadi, belum cuci muka juga. Bergegas Angel turun dari ranjang menuju kamar mandi yang untungnya terletak di kamarnya. Sebelum Ken menghentikan langkahnya. "Apa lagi sih, panda-chan?" Angel menggembungkan pipinya kesal. "Lu ileran ya, Rabbit-chan?" Ken menyentuh sudut bibirnya memberi isyarat pada Angel, memberitahu gadis itu jejak air liur yang tertinggal di sekitar bibirnya. Angel menyeka sudut bibirnya dengan pipi memerah. Terlalu banyak hal memalukan yang sudah dilakukannya pagi ini. Melanjutkan niatnya ke kamar mandi untuk sekedar cuci muka, bercermin dan menyadari kalau Ken hanya mengusilinya. Tidak ada belek ataupun iler di wajahnya. Angel menatap Ken garang melalui layar ponsel. Mata gadis berambut pirang itu menyipit. "Oops!" Ken bersiul memasang wajah polos bak bayi tanpa dosa. "Keeeeeennnnnnnn!" Ken terbahak mendengar teriakan menggelegar Angel di ponselnya. Ken segera mematikan panggilan video mereka sebelum Angel mengamuk. "Aishiteru, Rabbit-chan." Dan Ken memencet tombol merah di layar ponselnya dengan kekehan kecil yang masih dapat ditangkap oleh indera pendengarannya. Ada rasa hangat menjalar menyadari bahwa hanya Angel yang bisa membuatnya seperti tadi. Tertawa lepas. Sifat usilnya juga kembali karena gadis itu. Ahh bukan itu saja. Tapi Angel sudah berhasil membuatnya mempunyai banyak ekspresi yang sebelumnya sangat minim. Ken tidak terlalu pandai mengungkapkan perasaannya. Tapi Angel membuatnya sangat gampang mengatakan apa yang dirasakannya. Keceriaan gadis mungil itu menular padanya. Ken tersenyum. Apa yang dirasakannya pada Angel berbeda dengan perasaannya pada Rasya dulu. Sekarang lebih kuat. Lebih takut kehilangan dan rasa tak ingin berbagi yang sangat kentara. Dia memang posesif sejak dulu. Hanya saja Ken baru menyadarinya setelah bersama Angel. Sifat posesifnya semakin menjadi. Mungkin karena Angel yang lebih supel dan always welcome dalam berteman. Sementara Rasya dulu lebih pendiam. Ken menghembuskan nafas melalui mulut. Kemudian kembali menghubungi Angel melalui panggilan video, lagi. "Apaan sih, baby honey? Kalo masih mau jahilin Angel, Angel matiin nih!" Ken melongo. Angel langsung nyerocos begitu mengangkat panggilannya. Pipi gembil yang selalu membuatnya gemas ingin mencubit pipi itu menggembung. Angel terlihat lebih segar, sepertinya gadisnya itu sudah mandi. Ken meringis menyadari begitu lama dia melamun. "Panda-chan!" Pekikan yang terdengar lumayan keras itu membuat Ken kembali menatap layar ponselnya yang menampilkan Angel sedang mengerucutkan bibirnya. "Pergi yuk, Rabbit. Lu udah mandi kan?" Angel mengangguk. "Gue jemput sekarang ya?" "Nggak bisa." Angel menggeleng. "Why?" Alis Ken berkerut. Angel menarik nafas sebelum menjawab. "Angel nggak bisa, baby honey." Wajah imut itu terlihat sedih. "Nanti siang Bunda pulang dari Semarang. Angel udah janji mau nunggu Bunda." Angel menggigit bibir. "I'm sowwy, baby honey." "Ooh Bunda pulang ya. It's okay." Ken tersenyum. "Gimana kalo besok. Lunch?" Angel memonyongkan mulutnya ke kiri, dahi putihnya berkerut seolah sedang berpikir. "How? We lunch at..." Ken menyebutkan nama cafe di dekat gereja biasa dia beribadah. "Okay." Angel tersenyum. "Eh tapi, bukannya Ken juga mimpin paduan suara ya. Nggak telat nanti lunch-nya?" Ken tertawa kecil. Ternyata Angel mengingat hal kecil itu. Ken memang akan memimpin paduan suara di gerejanya pada perayaan Natal yang tidak akan lama lagi. Paduan suara memang harus sering berlatih. Tapi tidak besok, Ken sudah minta libur untuk besok dan meminta yang lain untuk menggantikannya. "Gue libur besok." Ken mengangkat sebelah alisnya. "Mau ya?" Angel mengacungkan jempolnya kemudian mengangguk.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN