Melarikan diri dari semua yang tidak aku sukai itu memang keahlianku. Tapi melarikan diri dari tatapanmu padaku. Entah kenapa aku tak mampu. Aku tak mengerti. Karena tatapan tajam itu, ternyata memenjarakanku.
__Delima__
***
Delima membulatkan ke-dua matanya ketika di depan pintu ia melihat laki-laki yang pernah di ciumnya di sebuah club waktu itu. s****n! Tuh cowok ngapain sih di sini?__Delima segera bersembunyi. Ia menyandarkan punggungnya ke dinding tembok di samping pintu masuk.
Sudah seminggu ini Delima merasa dirinya diatas angin. Ia populer, ia selalu jadi sorotan para cowok Mutiara. Karena menjadi The Queen tercantik. Tapi ... Bagaimana caranya waktu begitu kejam karena mempertemukan dirinya dengan laki-laki yang sudah ia jadikan bahan percobaan. s**l!
Mampus! Gue harus ngapain coba!__Delima meurutuki kesialannya. Masa iya hari ini ia harus bolos? Bisa kena jeweran dari Mamahnya. Apalagi Lukas--Kakaknya. Waduh! Bisa putus telinga cantiknya.
Mungkin kalau berbohong sekali ini saja tidak apa-apa kali ya, terus pulang pas jam pelajaran selesai. Kan tidak ada yang bakal tahu benarkan?
Delima mengangguk sendiri, kemudian ia kembali memutar dirinya. Sepertinya hari ini ia akan bolos saja. Untuk hari seterusnya, Delima akan memikirkan cara yang lainnya.
Ah, hari ini bebas!
Tapi ...
"DELIMA SYAQILA WIJAYA! Mau kemana kamu?!"
Delima mematung, ia tahu itu suara Bu Parida. Tapi ya Tuhan kenapa harus datang di saat jam genting seperti ini sih?
Dengan perlahan Delima memutar dirinya. "Eh, Ibu ... Pagi Bu ..." Ucapnya nyengir kuda, membuat Bu Parida menggeleng jengah.
"Mau kemana kamu hah?"
Bu Parida terlihat amat menyeramkan. Kemudian dengan pasrah Delima kembali berjalan menuju pintu kelas. Tapi lagi, ia terdiam karena laki-laki itu ternyata melihat ke-arahnya. Delima segera memalingkan wajahnya dengan cepat. Kemudian ia memakai masker, yang biasa ia pakai kalau ia berada di jalan raya. Karena sekolahnya tidak menggunakan mobil, melainkan motor metik khusus perempuan.
"Kenapa di tutup wajah kamu?" Tanya Bu Parida menatap heran.
"Saya Flu Bu. "
Bohong nya. Lalu Delima menunduk dan segera memasuki kelas. Di dalam Yoga dan si tampan itu menatapnya dengan dahi yang bergelombang penuh tanya. Sebagai tanda mereka heran dengan sikap Delima yang berjalan menunduk dengan mulut di tutup masker.
***
"Eh, lo kenapa?" Tanya Yoga--ketika istirahat tiba. Dan Delima pergi bejalan mendahului yang lain. "Lo sakit?" Imbuh Yoga lagi.
"Eh, iya gue sakit. Gue batuk parah, lo jangan deket-deket takut nular!" ujar Delima asal. Membuat cowok tampan di samping Yoga bergidik. Bahaya tuh kalau ia terkena batuknya si Delima. Markuskan paling anti sama yang namanya batuk.
"Owh, cepet sembuh ya?" Ujar Prayoga ramah. Dan hanya di tanggapi anggukan saja.
"Gue duluan ya," Delima harus segera pergi kalau ia tidak mau rahasianya terbongkar. Pokoknya ia harus membuat si korban tidak menyadari identitas nya. Bagaimana bisa Delima menghadapi laki-laki itu, bisa tidak punya muka dia. Apalagi dengan jahatnya ia telah memukul kening lelaki itu dengan heel yang ia miliki. Dan Delima sangat yakin, kalau rasanya lumayan sakit.
Delima meringis kalau ingat malam itu.
Yoga hanya mengangguk dengan menatap agak lama. Meski si gadis cantik itu sudah memunggungi dirinya.
"Natapin nya biasa aja sih, mas." Ledek Markus. Ia merasakan atmosfer yang berbeda saat melihat tatapan Yoga pada gadis bermasker itu.
Yoga yang merasa ter-ciduk. Ia ber-deham lalu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Kita maen basket yuk." Yoga mengalihkan pembicaraan. Lalu mengajak Markus ke arah lapangan basket indoor.
Permainan di mulai, Yoga yang pertama memegang bola, kemudian ia men-dribble dan membawa bola di tangannya ke-arah ring lawan. Kemudian mengoper bola tersebut pada Markus yang berada di belakang lawannya.
Markus yang merasa lebih dekat dengan ring. Ia segera melompat dengan leluasa, kemudian memasukkan bola dengan begitu mantap. Hingga membuat para murid perempuan yang menyaksikan itu bertepuk riuh. Mereka terhanyut dalam euforia kebahagiaan, dan kekaguman. Sebagai tanda bahwa Markus patut menyandang Prince Charming baru di Mutiara Bangsa, selain Prayoga Sangga Anwamarna.
Keadaan itu membuat ke-empat gadis cantik atau The Queen--yang saat ini berada di kantin beranjak, dan menghampiri ke-arah lapangan.
Delima juga penasaran. Sebenarnya ada apa para gadis itu begitu riuh di sisi lapangan, bukannya seperti biasa Yoga dan teman-temannya suka bermain di sana? Ataukah kali ini Yoga kalah, karena se-tahunya para gadis itu akan berteriak kesal dan alay kalau Yoga kalah. Begitu juga sebaliknya, mereka akan tetap sama histeris kalau Yoga menang. Jadi intinya menang atau kalah, para gadis itu akan tetap berteriak histeris.
Lalu ke empatnya berdiri di sisi lapangan. Dan Delima juga mengikutinya, dengan masker yang masih ia kenakan.
Permainan semakin seru. Markus dan Prayoga saling berebut bola. Dengan gaya menawannya masing - masing. Membuat jeritan histeria para gadis alay memekakkan telinga para The Queen.
"Mereka tuh sumpah alay banget. Najis gue!"
Komentar pertama Vanesa. Dia memang sangat membenci para cewek alay itu. Padahal menurutnya kedua laki - laki itu biasa saja.
"Iya, padahal tuh cara mainnya juga masih amatiran!"
Tambah Eliana, di sahut dengan tawa mengejek dari Sasi. Sementara Delima masih saja terdiam menatap para pemain basket itu. Menurutnya mereka ok, tapi kenapa para The Queen segitu bencinya? Terutama Vanesa.
Permainan terlihat semakin panas. Mereka berebutan bola seperti sedang berebut berlian saja. Membuat Delima yang tidak bisa bermain basket malah terlihat pusing. Sepertinya ia akan jatuh atau terinjak - injak. Jika berada di tengah lapangan sana.
"Gue ke markas deh, enggak ada menarik - menariknya!"
Vanesa membalikan dirinya. Lalu di susul Eliana dan Sasi. Awalnya Delima juga hampir pergi. Namun entah kenapa ada bola yang menggelinding ke kakinya. Sepertinya dari arah lapangan sana.
Delima mencondongkan wajahnya. Ia mengambil bola tersebut. Hampir saja ia akan melemparkan ke arah lapangan. Namun ...
"Sini ..."
Sebuah tangan meminta padanya.
Deg!
Si tampan itu!
Dia kini menatap padanya, membuatnya menegang. Delima tak bisa mengalihkan tatapannya. Bukan! Bukan ia tertarik pada si tampan itu. Tapi ia merasakan tatapan laki-laki itu padanya. Tatapan tak terbaca yang melumpuhkan saraf motoriknya, sehingga ia tetap berdiri di sana. Dengan degupan jantung yang amat kacau.
Semoga lo gak kenal gue!___bisik hati Delima. Ia menunduk dengan menggigit bibir manisnya.