Mencoba menghindar

1646 Kata
Sejauh apa kau menghindariku, sejauh itu aku mendekatimu. __Markus__ Aku tahu dirimu adalah hal yang paling indah, tapi aku harus menghindarinya. karena yang indah adalah yang berbahaya __Delima__ *** Sudah beberapa hari ini Delima memang sengaja menjauhi Markus ataupun Yoga. Ia ingin membuktikan pada Vanesa--bahwa ia bisa melakukan hal yang seharusnya dilakukan oleh seorang The Queen. Tapi kemudian Delima malah dipertemukan dengan Raga di taman belakang sekolah. Ia tidak tahu kenapa laki-laki itu bisa ber-sekolah di sekolah yang sama dengan dirinya. "Apa kabar?" Tanya Raga, laki-laki itu kini tepat berada di depannya. "Gue baik-baik aja, lo apa kabar?" Delima balik tanya. Meski sebenarnya ia tidak ingin berkata apapun pada laki-laki yang pernah menjadi sahabatnya itu. "Gue..." Raga duduk di bangku kosong yang tersedia di sana. "Seperti inilah gue, masih sama kaya dulu. Dan sekarang gue kembali, tapi rupanya lo udah punya cowok ya?" Raga menatap Delima. Dengan tatapan perih. Pagi ini cukup sejuk. Semilir angin pagi--membelai rambut sebahu-nya Delima. Membuat gadis itu terlihat lebih mem-pesona di mata Raga. "Cowok? Siapa?" Delima balik bertanya, ia memang tidak mengerti apa yang dimaksud Raga. "Pacar lo," "Lo ngada-ngada, gue gak ada cowok apalagi pacar! Gue masih sama kaya dulu, cuma bedanya gue bukan Delima yang masih ngarepin perhatian seseorang yang udah pernah nelantarin gue." Apa yang di ucapkan Delima membuat Raga terdiam. Ia tahu Delima sedang menyindir dirinya. Ia memang pergi tanpa pamit, kemudian datang tanpa di undang. Raga berdiri, ia menatap gadis yang semakin dewasa terlihat semakin cantik. Dulu terakhir kali--Raga melihatnya, ketika Delima masih kelas tiga SMP. Masih sangat polos, lucu dan tentu saja cantik. Tapi sekarang Delima lebih dari itu. Ia seperti bunga yang sedang mekar, dan indah. "Lo marah sama gue?" Tanya Raga amat lembut. "Menurut lo?" Delima terlihat sewot dengan kalimatnya. "Gue punya alasan kenapa gue ninggalin lo," Raga mengusap lembut rambut gadis itu. "Lo tahu? Apa janji kita?" "Janji? Janji apa?" Delima menautkan ke-dua alisnya. Raga senyum tipis, ia yakin Delima pasti lupa dengan ucapannya dulu. "Kita pernah buat janji, kalau salah satu diantara kita menyimpan rasa. Kita akan pergi jauh untuk membunuh rasa itu! Lo masih inget?" Delima mematung, kenapa kalimat raga terasa mencubit hatinya. "Jadi lo mau lupain gue?" Raga menggeleng. "Tidak Delima, bukan itu!" "Lalu?" Delima bertanya dengan nada perih, dan ke-dua matanya yang berkaca-kaca. "Janji kita," ulang Raga. "Gue enggak peduli! Gue gak peduli sama janji s****n itu. Lo pergi berarti lo lupain gue! Lo tinggalin gue!" Delima terdengar histeris. "Delima ..." "Gue nunggu lo dua tahun! Dua tahun enggak ada kabar!" "Delima ..." "Kalau alasan lo cuma janji kita. Kenapa lo gak bilang sama gue? Kenapa lo diem aja? Kenapa lo malah ninggalin gue?" Ditahan sekuat apapun, Delima tak bisa menahannya. Cinta bertepuk sebelah tangan itu amat menyakitkan. Dan lebih menyakitkan lagi, bahwa Raga meninggalkan dirinya--hanya karena laki-laki itu menyukai dirinya. "Gue nunggu lo Raga ..." Delima terisak. "Di bandara, waktu lo pergi gue nunggu lo ..." Delima mengusap air mata s****n yang mempermalukan  dirinya. "Sampai sore ... Bahkan sampai malam..." Delima menggigit bibirnya, agar bisa menghentikan isakannya. "Gue nunggu lo ... Tapi lo enggak kembali, dan gue coba lupain lo. Dan itu enggak mudah. Gue serasa sekarat lupain lo! Gue sakit gara-gara lo! Tapi sekarang lo kembali, dan lo dengan seenak nya ngomong, kalau lo suka sama gue!" Sejenak Delima menarik napas dalam. "Lo jahat! Mau kaya gimana lagi lo siksa hati gue? Lo egois!" Delima terisak hebat, "Delima ..." Lirih Raga, demi apapun bukan untuk ini ia kembali. Ia ingin menghapus perjanjian itu. Dan meraih Delima seperti yang diinginkannya."maafin gue," Raga meraih gadis cantik itu ke dalam pelukannya, mengusap pundaknya amat lembut dan hangat. selama dua tahu ini sudah cukup Raga menahan rasa rindu yang menggerogoti dan menyiksa hatinya. raga tak ingin itu terulang lagi. *** Di lapangan terlihat ramai. Sang Markus sedang memperlihatkan pesonanya. Sorak-sorai para gadis terdengar begitu semangat. Markus yang tampan sedang ber-duel dengan Prince charmingnya Mutiara. Siapa lagi Kalau bukan Prayoga Sangga Anwamarna. semua murid Mutiara sangat tahu seperti apa pesona sang prince charming. Mereka begitu sengit memperebutkan bola ditangannya. Siapa sih yang bisa tahan dengan pemandangan indah ini? Di saat dua pangeran tampan memperlihatkan kekuatan dan pesonanya. Tentu saja para murid perempuan tak akan mau melewatkan pemadangan indah dan menarik ini. "Gila! tuh cowok keren banget sih!" celetuk salah satu siswi di sisi lapangan. "Itu bibir atau sarang madu sih, kayanya manis banget!"sahut cewek lainnya menyahut. "kapan coba gue diajak main basket berdua sama tuh cowok? gak apa-apa deh satu jam juga gue rela!" "Ya ampun! itu d**a atau kasur di rumah gue sih? ko kayanya enak banget buat sandaran!" "Itu pipi kayanya kalau di gigit enak deh!"  dan masih banyak lagi celotehan alay dari para cewek Mutiara bangsa di sisi lapangan sana. Beda dengan ke-empat cewek cantik yang saat ini hanya menatap meremehkan dengan bersidekap d**a. "Dasar cewek-cewek b**o! Mau aja suka sama cowok gila kaya mereka, mereka memang gak ada otak!" guamam Vanesa. "Apasih bagusnya si Yoga itu? atau si murid baru itu?" sahut Eliana.  "Kalau menurut gue, mereka cuma cowok aneh berotak panas. tukang pamer, sok kecakepan!" sahut Vanesa lagi, dengan begitu angkuhnya. Sedangkan Delima hanya terdiam, dengan menatap datar ke-arah lapangan. "Lo jaga mata lo! Delima." tegas Vanesa, ketika menyadari gadis itu malah terdiam, dengan tatapan ke-arah lapangan. Delima yang merasa terpanggil, ia segera mengalihkan tatapannya. ia menatap ke-arah lain. Namun sialnya, ia malah menatap ke-arah Raga yang saat ini sedang menatapnya dengan penuh senyuman. Membuat Delima tersipu, ia masih ingat ketika di taman tadi pagi, cowok itu memeluknya amat hangat. "Siapa dia?" tanya Vanesa dengan nada tidak suka, membuat Delima gugup. gawat kalau Vanesa tahu siapa Raga, atau apa yang ia lakukan tadi pagi di taman. Delima bisa dikeluarkan tanpa hormat. "Gu-gue gak tahu." jawab Delima gugup, ia segera mengalihkan tatapannya ke-arah lain. "Gue perhatiin lo banyak senyum sama mereka Delima, lo lupa! Gue gak suka lihat The Queen selemah lo!" Vanesa mencengkram dagu Delima amat kasar. Membuat Delima meringis kesakitan."lo cuma milik The Queen! Perhatian lo, semuanya milik The Queen. Atau lo gue keluarin dari The Queen! Tapi selamanya lo bakal kita bully!" Vanesa mengangkat dagunya Delima lebih kuat lagi. "Tentukan pilihan lo?!" Vanesa menambah cengkramannya ke-arah ke-dua pipi Delima. Membuat pipi cabi mulus itu mengembung. "Jawab!" Desis Vanesa. Membuat Delima gemetar, Vanesa memang perempuan. Tapi tenaga dan keahlian gadis itu dalam ilmu beladiri lebih dari cowok-cowok yang ada di Mutiara Bangsa. Delima atau siapapun bisa remuk ditangannya. "I-iya, sakit Vanesa lepasin ..." ringisnya amat pelan, "Gue enggak suka lo kasih perhatian sama mereka! berapa kali lagi gue harus bilang?!" kini tangan Vanesa berpindah ke bagian belakang rambut gadis itu dan menjambaknya kuat di sana. "Argghhh! iya Vanesa, gue ngerti ... iya. Maaf ..."Delima meringis dengan ke-dua matanya yang berkaca-kaca. "Lo harus janji sama gue! kalau lo enggak akan ulangin kesalahan lo!" Vanesa mendekatkan mulutnya ke telinga gadis itu. Dan menarik rambut Delima lebih kuat lagi. "Janji sama gue! dan janji sama The Queen, kalau lo gak akan mau senyum sama cowok lagi, kecuali sama cowok yang gue suruh buat lo deketin." "Iya Vanesa, gue janji iya ..." cengkraman dikepala Delima terasa amat sakit. Hingga gadis itu menitikan airmatanya.  Vanesa melepaskan cengkramannya. Namun dengan amat kuat. Sehingga Delima hampir jatuh, kalau tidak seseorang meraih gadis itu. "lo apa-apa sih?" tegas Raga, ia melihat apa yang dilakukan gadis itu tadi pada Delima. Kemudian ia kesana menghampirinya."lo berani banget giniin Delima? Asal lo tahu! Seumur hidup gue, gue selalu jagain dia! Siapapun gak boleh kasar sama dia!" Raga mengusap kepala Delima amat lembut. "Lo siapanya Delima?" tanya Vanesa, ia penasaran dengan tatapan dan perlakuan laki-laki itu, karena pengakuan Delima yang mengatakan kalau mereka tidak punya hubungan apa-apa, bahkan tidak mengenalnya. dari itu Vanesa sengaja memperlakukan Delima sekasar tadi, ia ingin memancing laki-laki itu, dan benar saja ia datang kemudian menolong Delima. Dan Vanesa berhasil, ternyata Delima berbohong padanya. Tentu saja laki-laki yang tidak mengenalnya tidak akan mau repot-repot untuk menghampiri atau menolongnya.  "Gue sahabatnya! Kenapa? lo kaget?" Raga melingkarkan lengan kokohnya. Membuat Delima menunduk dalam, karena takut dengan tatapan membunuh dari Vanesa dan The Queen lainnya. "Dasar pembohong!" Vanesa hendak meraih pergelangan tangan Delima dengan kasar. ia ingin memberi pelajaran pada gadis pembohong itu. Tapi Raga menahannya kemudian menepiskan tangan gadis itu dengan kasar. "Gue udah peringetin sama lo! jangan sentuh Delima sembarangan!" Raga mencekal tangan Vanesa kuat, dengan suara yang lantang. Membuat murid yang hadir di sisi lapangan dan dua laki-laki tampan yang sedang asik ditengah lapangan menatap ke-arah keributan tersebut. "Lepasin Delima! Dia The Queen. Lo gak pantes deket sama anggota gue!" teriak Vanesa lagi. Membuat para murid yang melihatnya semakin penasaran. "Dan Delima sahabat gue! Lo gak pantes perlakuin dia kasar kaya tadi!" kedua manusia itu saling berdebat tanpa mau saling mengalah. mereka ingin tetap mempertahankan keinginannya masing-masing. Membuat Delima terlihat kacau, dia menjadi rebutan antara Vanesa si Ketua The Queen dan Raga yang mengaku sahabat. Sementara dari tengah lapangan si tampan Markus menatapnya, tepatnya ia menatap pada satu gadis yang menjadi korban perebutan itu. Ia dapat melihat dengan jelas, kalau Delima kesakitan karena perebutan ke-dua remaja tersebut. entah apa yang terjadi, si tampan membuang bolanya, kemudian melangkah lebar ke-arah keributan tersebut--dengan tatapan lekat dan tepat pada kedua mata cantik yang kini mulai menemukan kehadirannya. Seperti gerakkan slow motion. Markus terus melangkah, dan si cantik menatapnya penuh harap, agar Markus tidak menghampiri dirinya dan menambah kekacauan ini. Tapi tidak! si tampan malah tersenyum penuh arti di kedua bibir manisnya. Senyuman misterius yang mempunyai ribuan makna di dalamnya, membuat Delima menarik napas pasrah. ia hanya berharap laki-laki itu tidak menghampiri dirinya sekarang. Namun ... "Kaya anak kecil banget sih, rebutan pacar orang!" ujar Markus setelah tepat berada di depan keenam remaja tersebut. Membuat The Queen dan Raga menegang berwajah masam, menatap penuh tanya pada Delima. sedangkan yang di tatap membelalakkan ke-dua matanya. A-apa katanya! sudah Delima duga, kalau laki-laki itu akan menambah kekacauan dirinya. s**l!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN