Bab 20 Aku melengos pergi meninggalkannya yang diam mematung. “Duh, mimpi mau punya suami. Nyalain kompor saja gak bisa. Mbak sehat?” gumamku sambil berlalu menuju kamar. Dari dalam kamar, aku tidak bisa mendengar dengan jelas semuanya. Obrolan mereka bercampur hingar bingar suara televisi yang sepertinya volumenya maksimal. Sesekali koor tawa terdengar. Sayangnya, aku tidak bisa mencuri dengar apa yang mereka obrolkan. Ada sedikit lagi kuota, aku berselancar di aplikasi hijau. Aku sudah memdaftar dengan sebuah nama pena—Alma Humaira. Alma kuambil dari gabungan nama Mas Alka dan namaku sendiri Madina. Humaira merupakan nama belakangku pemberian kedua orang tuaku. Namun, ternyata menulis tidak semudah yang kubayangkan. Sudah beberapa hari ini bolak-balik, aku baru bisa membuat beberapa